Foto: Dokumen Pribadi
Oleh: Selvia Aprillia
Andika Triwidada, S.Pd., M.Si. adalah guru Geografi di SMA Negeri 1 Lhokseumawe yang juga merupakan guru favorit saya. Beliau lahir di Tebing Tinggi pada 15 April 1984. Ia adalah anak pertama dari empat bersaudara, putra dari pasangan Bapak Selamat dan Ibu Rasmawati. Saat ini, beliau tinggal di Jalan Ahmad Dahlawi, Kompleks Dria Permai Indah, Blok C Nomor 74. Hobinya adalah mendesain, membaca, dan mendaki gunung.
Riwayat pendidikannya dimulai dari SD Negeri 167986 Tebing Tinggi, dilanjutkan ke SMP Negeri 1 Tebing Tinggi, dan SMA Negeri 2 Tebing Tinggi. Selanjutnya, beliau menempuh pendidikan tinggi di Universitas Negeri Medan pada jurusan Pendidikan Geografi.
Menariknya, beliau tidak pernah berencana menjadi seorang guru. Menurutnya, semua itu berawal dari ketidaksengajaan. Namun, beliau merasa memiliki kelebihan di bidang desain dan pemetaan digital. "Semua orang bisa menjadi guru," ujarnya, "tetapi tidak semua orang bisa membuat peta digital."
Dari sanalah beliau menyadari bahwa kemampuannya dapat dikembangkan, hingga takdir membawanya menjadi seorang guru geografi. Kini, beliau mengabdi sebagai guru tetap di SMA Negeri 1 Lhokseumawe.
Setelah lulus S1 pada tahun 2008, beliau mengikuti tes CPNS di Kota Lhokseumawe. Meskipun tanpa sanak saudara di kota tersebut, beliau berhasil lulus pada percobaan pertamanya. Hingga kini, beliau telah mengajar selama 17 tahun dan pernah pula mengajar di perguruan tinggi swasta selama 6 tahun.
Menurut beliau, salah satu pengalaman mengajar yang paling berkesan adalah saat melakukan pembelajaran di lapangan bersama siswa. Momen ini memungkinkannya untuk mengeksplorasi pengetahuan secara langsung di alam terbuka.
Selain itu, beliau juga gemar bereksperimen untuk menemukan hal-hal baru. Beliau menuturkan sebuah pengalaman adaptasi: saat awal mengajar, beliau terbiasa mengenakan kemeja dan dasi, tetapi peraturan sekolah tidak mengizinkannya. Meskipun demikian, beliau tetap bersikap profesional dan mampu beradaptasi demi meningkatkan kualitas diri.
Dari Lintasan Atletik ke Ruang KelasBeliau juga pernah mengalami pasang surut dalam kariernya. Ia sempat merasa berada di titik terendah ketika aktivitasnya sebagai fasilitator dan narasumber nasional yang membawanya bertemu banyak guru dari berbagai daerah seperti Malang berkurang drastis.
Untuk bangkit, beliau kembali fokus mencari hal-hal baru yang bermanfaat dengan terus mengasah keterampilannya. Beliau percaya bahwa di dunia yang kompetitif, keterampilan adalah hal yang paling utama.
Di luar profesi guru, beliau adalah seorang desainer komputer dengan kemampuan di atas rata-rata. Menurutnya, mempelajari desain tidaklah terlalu sulit.
Sebagai contoh, kemampuannya dalam menggunakan CorelDRAW tergolong sangat mahir jika dibandingkan dengan guru pada umumnya.
Beberapa penghargaan dan pencapaian yang pernah diraihnya antara lain: Pengguna ArcGIS Terbaik (2010), Desain SAC Terbaik (2020), menjadi peserta internasional dalam Olimpiade Geografi (2022), dan Super Trainer Ground Indonesia (2025). Bagi beliau, kesuksesan adalah kepuasan batin yang muncul dari setiap pencapaian, seperti saat berhasil menguasai CorelDRAW.
Mengenai penemuan passion atau jati diri, beliau berpendapat bahwa kedewasaan tidak diukur oleh usia. Kedewasaan tecermin dari tindakan. Contohnya, ketika seorang siswa mendapat nilai buruk, sikap dewasanya adalah menyadari kesalahan dan memutuskan untuk belajar lebih giat.
Sebagai wujud tanggung jawabnya, dahulu saat sekolah belum memiliki proyektor dan laptop, beliau berinisiatif membelinya sendiri. Menurutnya, itulah salah satu contoh sikap dewasa dalam menghadapi tantangan.
Seandainya hari ini tidak menjadi seorang guru, beliau akan menjadi seorang desainer. Beliau bahkan pernah menolak tawaran pekerjaan dari sebuah perusahaan di Medan demi mengabdi sebagai guru di Lhokseumawe.
Sebelum menjadi guru, beliau tidak pernah memilih-milih pekerjaan. Prinsipnya, beliau akan melakukan pekerjaan apa pun asalkan halal dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berbagai pekerjaan pernah dilakoninya, mulai dari menjual jamu dan koran, menjaga konter ponsel, menjadi petugas cetak foto, hingga mengajar les komputer. Setelah menyelesaikan PPL (Praktik Pengalaman Lapangan), beliau juga sempat menjadi guru pengganti di sekolah swasta.
Tokoh yang menginspirasinya adalah Lafran Pane, pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Selain itu, beliau juga terinspirasi oleh sosok Tan Malaka dan Buya Hamka.
Penulis adalah siswi kelas XII-1 SMA Negeri 1 Lhokseumawe.
0 Komentar