Foto: Tangkapan Layar
Oleh: Muklis Puna
Aksara maya berpolusi dalam ilusi,
Makna menyemburkan dusta serupa bisa.
Pusaran goresan, purnama pasang memabukkan,
Laut diksi tak seteduh samudera aksara purba.
Bintang timur menghadang laju gelombang fatamorgana,
Perahu makna dihantam badai, layar sobek tercabik
Kawan...
Laut maya mengeram durja, buihnya nanah.
Riak menyebar jaring kematian, takdir terselubung.
Teluk digerus, pantai dikikis,
Erosi kritik mengikis semangat, karang rapuh.
Hiu putih, rahang menganga, hembuskan buih beracun.
Kawan....
Kau adalah teri di genangan garam, tak berdaya.
Pencundang maya meratap dalam duka, arwah gentayangan.
Jangan melompat dari perahu karya, berpegang teguhlah.
Jika tetesan pena mengental dengan jiwa, ruh aksara,
Kawan....
Jinakkan ujung penamu, jadikan belati.
Tebas kokohnya karang, singkirkan aral.
Biarkan camar menyulap langit, kanvas biru.
Menari dalam dua tiga kepakan, bebas merdeka.
Kalau batinmu mengerang, luka menganga,
Ombak garang surut ditelan bulan, tunduk pada takdir.
Bercandalah dengan mata angin, arahkan perahu.
Biar belangmu tersapu butiran embun, suci kembali.
Kawan...!
Raut ujung penamu, lalu tajamkan!
Keluarkan dari saku mantera, pusaka sakti.
Tancapkan dalam gumpalan buih, abadikan jejak.
Rapatkan baitmu di muka laut nan garang, gagah berani.
Tapi jangan kau tumpahkan garam di samudera diksi, jangan kotori.
Elang pemangsa akan mengupas darah di wajahmu, mencabik ruhmu.
Lhokseumawe, 9 September 2025
0 Komentar