Smansa: Bukan Sekadar Mimpi

Foto: Dokumen Pribadi


Oleh :Ayla Azana Meutuwah

Smansa, sekolah yang sejak lama kuimpikan. Sekolah yang membuatku penasaran, ada apa sebenarnya di dalamnya? Aku sering membayangkan bagaimana rasanya menjadi bagian dari Smansa, tetapi tak jarang pula keraguan muncul. Apakah aku mampu? Apakah aku cukup pantas? Semua pertanyaan itu terus berputar di benakku, membuatku cemas dan tidak percaya diri

Namun kini, semua keraguan itu sirna. Aku berhasil membuktikan kepada diriku sendiri bahwa aku mampu melewati batas yang dulu kupikir tak mungkin. Hari ini, aku resmi menjadi bagian dari Smansa. Rasanya seperti mimpi yang menjadi nyata. Aku, Ayla, akhirnya berdiri di tempat yang dulu hanya bisa kulihat dari kejauhan—sekolah impianku.

Kisah ini bermula pada masa-masa akhir di kelas 3 MTsN. Saat itu, aku mulai mencari tahu tentang berbagai SMA yang ada di Lhokseumawe. Pilihannya cukup banyak, baik SMA maupun SMK, tetapi hal itu justru membuatku semakin bingung. Hingga suatu siang, sepulang sekolah, aku kembali melewati Smansa  sekolah yang hampir setiap hari kulihat saat pergi dan pulang. 

Pandanganku tertuju pada gerbangnya, dan entah kenapa muncul pertanyaan dalam hati, “Ada apa di sana? Bagaimana rasanya jika aku bisa bersekolah di sana?” Dari rasa penasaran itulah tumbuh keinginan yang perlahan berubah menjadi tekad bulat untuk masuk ke Smansa.

Sejak hari itu, setiap kali melewati Smansa, rasa penasaran itu semakin besar. Aku mulai mencari tahu lebih banyak tentang sekolah itu, mulai dari jurusan, kegiatan, hingga prestasinya. Lalu, aku membicarakannya dengan orang tuaku. Kebetulan, Ayah juga pernah bersekolah di sana. Saat aku mengutarakan keinginanku, mereka menyambutnya dengan senyum.

“Ayah, Ibu, sepertinya aku ingin masuk Smansa. Boleh, tidak?” tanyaku ragu.

Ayah menjawab, “Itu sekolah Ayah dulu. Kalau memang mau, Ayah dukung. Tapi ingat, masuk ke sana tidak gampang.”

Ibu pun menimpali, “Iya, Nak. Kalau itu pilihanmu, Ibu setuju. Tapi, kamu harus belajar lebih giat.”

Aku mengangguk penuh semangat. Dukungan mereka membuatku semakin yakin dan mulai belajar dengan sungguh-sungguh demi meraih mimpiku.

Seiring waktu, teman-teman di sekolah mulai ramai membicarakan SMA tujuan mereka. Obrolan itu membuat tekadku semakin kuat. Hampir setiap hari aku mengecek Instagram Smansa, berharap ada info pendaftaran. Hingga suatu sore, penantian itu berakhir: info pendaftaran akhirnya muncul! Aku langsung berlari ke dapur.

“Ibu! Lihat, pendaftarannya sudah dibuka!” seruku.

Ibu tersenyum lega. “Alhamdulillah. Ayo, kita siapkan semua persyaratannya dari sekarang.”

>Saat itu, rasa antusias mengalir deras dalam diriku. Aku tahu, inilah langkah awalku untuk benar-benar masuk ke Smansa.

Hari-hari berikutnya dipenuhi dengan persiapan: fotokopi ijazah, mengisi formulir, hingga menyiapkan rapor. Semua kulakukan dengan teliti. Awalnya, aku cukup percaya diri karena pendaftaran hanya menggunakan jalur nilai rapor, tanpa tes. 

Merasa aman, aku pun pergi berlibur ke luar kota bersama teman-temanku. Aku berpikir, untuk apa khawatir? Smansa tidak akan mengadakan tes masuk dan pasti akan menggunakan domisili. Aku mengabaikan ponsel dan hanya menikmati waktuku bermain bersama teman-teman.

Semua terasa menyenangkan sampai tiba-tiba kabar mengejutkan datang: Smansa mengumumkan akan mengadakan tes masuk karena pendaftar membeludak. Seketika, rasa takut menyelimutiku.

Aku langsung menelepon Ibu. “Ibu, bagaimana ini? Smansa mengadakan tes!” ucapku panik.

“Jangan takut. Nikmati saja dulu liburanmu. Saat kamu kembali, baru kita pikirkan caranya,” ucap Ibu, mencoba menenangkanku.

Meski begitu, ketakutan tetap bersarang di hatiku. Teman-temanku yang berlibur bersamaku dan juga berencana masuk ke Smansa sama paniknya.

Setelah kembali dari liburan, aku mulai belajar lebih keras dari biasanya, menghabiskan waktu sepulang sekolah untuk menatap tumpukan buku dan soal latihan. Lelah dan kantuk menjadi teman sehari-hari, tetapi bayangan kegagalan jauh lebih menakutkan. Setiap hari aku menghadapi ketakutan akan sesuatu yang bahkan belum terjadi.

Banyak hal yang kutakuti. Misalnya, bagaimana jika aku tidak bisa membuktikan bahwa aku mampu? Saat itu, sekolah lain sudah menutup pendaftaran. Jadi, jika aku gagal, aku betul-betul tidak punya tujuan lain. Ini satu-satunya kesempatan dan harapanku. Aku pasti bisa. Aku harus bisa.

Hari tes pun tiba. Pagi itu, aku bangun dengan perut mual dan tangan dingin. Di ruang ujian, detak jantungku begitu kencang hingga rasanya bisa terdengar oleh orang lain. Aku menarik napas dalam-dalam, menatap lembar soal, lalu mulai menjawab satu per satu dengan fokus. Perlahan, rasa gugupku tergantikan oleh keyakinan. Aku mulai merasa percaya diri karena ternyata banyak soal yang sudah pernah kupelajari.

Waktu berjalan cepat. Sebelum aku sadar, lembar jawabanku sudah terisi penuh. Saat bel tanda selesai berbunyi, aku meletakkan pensil dengan lega. Keluar dari ruangan, aku tersenyum kecil dan berkata dalam hati, “Sepertinya, aku bisa menjawab semuanya dengan benar.” Untuk pertama kalinya setelah berminggu-minggu, dadaku terasa ringan. Rupanya, aku mampu menyelesaikan tes tersebut. Aku pulang dengan hati yang jauh lebih ringan, yakin bahwa aku akan lulus berkat semua jerih payahku. 

Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba—hari pengumuman kelulusan. Sejak pagi, aku sudah gelisah menanti kabar. Pengumuman baru muncul menjelang sore. Saat menatap layar dan melihat namaku tercantum di sana, jantungku berdebar kencang. Dalam sekejap, semua rasa takut dan khawatir yang menghantuiku lenyap begitu saja. Aku dinyatakan LULUS. Rasa syukur dan bahagia memenuhi hatiku, terlebih ketika melihat senyum bangga di wajah orang tuaku. Momen ini menjadi bukti untuk diriku sendiri bahwa aku memang mampu.

Berkat semua kerja keras dan jerih payah, aku berhasil masuk ke Smansa. Aku selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa aku layak berada di sini, karena semua usaha yang telah kulakukan. Dan dari pengalaman ini, aku belajar bahwa tidak ada usaha yang akan sia sia asalkan kita bersungguh-sungguh dalam meraihnya.


Penulis adalah siswa kelas XI-2  Program Unggulan SMANSA 1 kota Lhokseumawe



Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar