Sumber: Dreamina.capcut.com
Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Kalimat pasif adalah konstruksi kalimat di mana subjeknya dikenai suatu pekerjaan atau tindakan. Alih-alih melakukan, subjek dalam kalimat pasif "mengalami" atau "dikenai" oleh predikat. Abdul Chaer (2006:370) dalam pandangannya menyatakan bahwa "bentuk kalimat pasif dibentuk dengan maksud untuk lebih menegaskan peranan objek penderita."
Dengan kata lain, ketika kita ingin
memberikan penekanan lebih pada pihak yang menjadi sasaran tindakan dalam
sebuah kalimat aktif, mengubahnya ke dalam bentuk pasif menjadi strategi yang
efektif. Melalui transformasi ini, meskipun fungsi gramatikalnya berubah dari
objek menjadi subjek, peran semantisnya sebagai "penderita" atau
sasaran tindakan tetap dipertahankan.
Ciri khas yang paling menonjol pada predikat kalimat pasif adalah penggunaan kata kerja yang umumnya berimbuhan di- atau ter-. Penting untuk cermat membedakan awalan di- sebagai pembentuk kata kerja pasif dengan di sebagai kata depan penanda tempat.
Awalan di- dilafalkan dan dituliskan serangkai dengan kata yang
diimbuhinya, seperti pada "ditangkap".
Sebaliknya, di sebagai kata depan dilafalkan dan dituliskan terpisah
dari kata yang mengikutinya, seperti pada "di perpustakaan".
Contoh pembedaan:
- Dia ditangkap polisi.
(di- sebagai awalan, serangkai)
- Adi belajar di perpustakaan.
(di sebagai kata depan, terpisah)
Fungsi utama
awalan di- adalah membentuk kata kerja pasif. Makna yang dihasilkan
dari pengimbuhan ini merupakan kebalikan logis dari makna kata kerja aktif
transitif yang berawalan me-(N).
Perhatikan contoh berikut:
- Pameran itu akan dibuka oleh
bupati. (Kebalikan dari "membuka")
- Barang-barang elektronik itu telah diambil oleh
anaknya. (Kebalikan dari "mengambil")
Konsekuensinya, kata kerja aktif
berawalan me-(N) yang tidak transitif (intransitif) umumnya tidak
memiliki padanan kata kerja pasif berawalan di-. Sebagai kata kerja pasif,
verba berawalan di- digunakan dalam kalimat yang pelakunya (jika
disebutkan) terletak di belakang kata kerja tersebut, seringkali didahului oleh
kata "oleh".
Selain awalan di-, awalan ter- juga berperan dalam membentuk kalimat pasif. Kata kerja pasif berawalan ter- juga seringkali merupakan kebalikan dari kata kerja aktif transitif berawalan me-(N). Chaer (2006:251-252) mencatat bahwa "awalan ter- termasuk awalan yang produktif."
Pengimbuhannya
dilakukan dengan cara merangkainya di muka kata yang diimbuhinya.
Awalan ter- ini juga memiliki kaitan dengan imbuhan
gabung ter-kan, yang digunakan secara bersama-sama pada sebuah kata dasar.
Kata kerja seperti "terbawa" atau "tertidur" seringkali
menyiratkan makna "tidak sengaja" atau "ketidaksengajaan".
Contoh: Karena lelahnya
dia tertidur di bawah pohon.
Lebih lanjut, dalam khazanah
bahasa Indonesia, terdapat pula bentuk pasif yang ditandai oleh penggunaan
persona atau kata ganti orang. Kata ganti ini mengambil peran yang serupa
dengan imbuhan pasif, menggantikannya dalam struktur kalimat.
Contoh:
- Pekerjaannya sudah saya serahkan.
(Bentuk aktifnya mungkin "Saya sudah menyerahkan pekerjaannya.")
- Turnamen ini akan mereka ikuti pula.
(Bentuk aktifnya mungkin "Mereka akan mengikuti turnamen ini
pula.")
Pada contoh pertama,
"saya" adalah kata ganti orang yang menggantikan fungsi imbuhan pasif
pada kata "serahkan" (dari dasar "serah", yang jika
dipasifkan dengan di-kan menjadi "diserahkan"). Demikian
pula pada contoh kedua, "mereka" menggantikan fungsi imbuhan pasif
pada "ikuti" (dari dasar "ikut", yang jika dipasifkan
dengan di-i menjadi "diikuti").
Secara ringkas, jika subjek suatu
kalimat tidak berperan sebagai pelaku, melainkan sebagai sasaran perbuatan yang
dinyatakan oleh predikat, kalimat tersebut terkategori sebagai kalimat pasif.
Kalimat pasif pada dasarnya merupakan transformasi dari kalimat aktif, yang
melibatkan pengubahan unsur objek kalimat aktif menjadi subjek kalimat pasif.
Perubahan ini secara otomatis memicu perubahan bentuk verbal pengisi predikat,
dari verba aktif menjadi verba pasif.
Mengenali Kalimat Pasif:
Tanda-Tanda Khas yang Perlu Diketahui
Identifikasi kalimat pasif dapat
dilakukan dengan memperhatikan ciri-ciri penting berikut:
- Subjek sebagai Penderita atau Sasaran:
Berbeda dengan kalimat aktif, subjek dalam kalimat pasif adalah pihak yang
dikenai tindakan.
- Predikat Berawalan di-, ter-,
atau ter-kan: Ini adalah penanda morfologis yang paling umum.
- Predikat Berupa Persona (Kata Ganti Orang)
diikuti Kata Kerja yang Kehilangan Awalan: Bentuk pasif ini khas dan
sering digunakan.
Perhatikan contoh-contoh berikut:
- Surat itu sudah kubaca dua kali.
(Predikat berupa persona "ku-" dari "aku" +
"baca" yang kehilangan awalan "di-")
- Semua tembok akan dicat lagi.
(Predikat berawalan di-)
- Sepatunya disemir sampai
mengkilat. (Predikat berawalan di-)
- Bajunya diseterika sampai rapi.
(Predikat berawalan di-)
- Rambutnya disisir sampai rapi.
(Predikat berawalan di-)
Pada contoh (1),
"kubaca" menunjukkan bentuk pasif persona. Kata "ku-"
adalah representasi kata ganti orang pertama, diikuti oleh kata kerja
"baca" yang sejatinya kehilangan imbuhan pasif di- (menjadi
"dibaca" dalam bentuk pasif umum). Contoh (2) hingga (5) jelas
menunjukkan penggunaan awalan di- pada predikatnya.
Seni Mengubah Kalimat Aktif Menuju Pasif
Kemampuan mengubah kalimat aktif
menjadi kalimat pasif (dan sebaliknya) adalah keterampilan linguistik yang
penting. Proses transformasi ini mengikuti beberapa kaidah dasar:
1. Penukaran
Posisi: Unsur subjek dalam kalimat aktif akan bertransformasi menjadi objek
(atau agen/pelaku) dalam kalimat pasif, dan sebaliknya, objek dalam kalimat
aktif akan menjadi subjek dalam kalimat pasif.
2. Perubahan
Imbuhan Predikat: Imbuhan me-(N) pada predikat kalimat aktif
umumnya berubah menjadi di- pada kalimat pasif.
3. Perlakuan
Khusus untuk Subjek Kata Ganti Orang: Jika subjek pada kalimat aktif berupa
kata ganti orang (misalnya, saya, kamu, dia, mereka), maka pada kalimat
pasifnya, predikat tidak menggunakan awalan di-. Sebaliknya, kata ganti
orang tersebut diletakkan tepat sebelum bentuk dasar kata kerja (yang
kehilangan awalan aktifnya).
Simak contoh transformasi
berikut:
(1) Andi (S) membaca (P) novel (O) di kamar (K). (Kalimat Aktif)
Novel (S) dibaca (P) Andi (O/Pelaku) di kamar (K). (Kalimat
Pasif)
(2) Saya (S) menulis (P) cerita
(O) di teras rumah (K). (Kalimat Aktif)
Cerita (S) saya tulis (P) di teras rumah (K). (Kalimat Pasif)
Pada contoh (1),
"membaca" (aktif dengan me-(N)) berubah menjadi
"dibaca" (pasif dengan di-). Pada contoh (2),
"menulis" (aktif dengan me-(N)) berubah menjadi "saya
tulis" (pasif persona, tanpa di-, karena subjek aktifnya adalah
"saya").
Contoh lain untuk subjek kata
ganti orang:
(1) Saya sudah membeli buku. (Kalimat Aktif)
(2) Buku itu sudah kubeli. (Kalimat Pasif)
Di sini, "membeli" (aktif) menjadi "kubeli" (pasif persona,
"ku-" dari "aku" + "beli").
Secara lebih terstruktur, kaidah
mengubah kalimat aktif menjadi pasif dapat dirinci sebagai berikut:
Kaidah 1 (Umum):
- Pertukarkan pengisi subjek (S) dengan pengisi objek
(O).
- Gantilah awalan me(N)- pada predikat (P)
dengan awalan di-.
- Tambahkan kata "oleh" di belakang
predikat (sebelum pelaku), sifatnya manasuka (opsional, namun sering
memperjelas).
Contoh:
(1) Narapidana itu (S) sudah mencuri (P) televisi milik Pak Lurah (O). (Aktif)
(2) Televisi milik Pak Lurah (S) sudah dicuri (P) oleh narapidana itu (Pelaku). (Pasif)
Kaidah 2 (Jika Subjek Aktif
Berupa Kata Ganti Orang):
Berlaku jika subjek pada kalimat aktif adalah kata ganti seperti aku,
saya, kami, kita, engkau, kamu, Anda, dia, beliau, atau mereka.
- Ubahlah struktur S-P-O kalimat aktif menjadi O-S-P
dalam kalimat pasif (Objek aktif menjadi Subjek pasif, Subjek aktif
menjadi Pelaku yang diletakkan setelah Objek dan sebelum Predikat pasif).
- Hapuskan awalan me(N)- dari predikat.
- Rapatkan subjek (yang kini berperan sebagai pelaku)
dengan kata kerja (predikat pasif) tanpa ada kata pemisah. Jika predikat
aktifnya memiliki kata bantu (seperti akan, dapat) atau kata
ingkar (tidak), maka kata tersebut diletakkan sebelum pelaku (bekas
subjek aktif) dalam kalimat pasif.
- Gantikan aku dengan bentuk
klitik ku- dan engkau dengan kau- (sifatnya
manasuka, namun umum untuk efisiensi).
Contoh:
(1) Saya (S) sedang membaca (P) buku baru pembelian ayah (O). (Aktif)
(2) Buku baru pembelian ayah (S pasif) saya baca (Pelaku + P pasif). (Pasif)
Menjelajahi Tipe-Tipe Kalimat
Pasif: Variasi dalam Perspektif
Kalimat pasif tidaklah monoton;
ia hadir dalam beberapa tipe yang memiliki karakteristiknya masing-masing:
1. Kalimat
Pasif Tipe Pertama (Pasif Umum / Pasif di-):
Ini adalah bentuk pasif yang paling umum, dibentuk dengan mengubah unsur objek
dalam kalimat aktif menjadi subjek dalam kalimat pasif. Predikatnya ditandai
dengan awalan di-.
Contoh:
(1) Nita menulis surat di kamar depan. (Aktif)
(2) Surat ditulis Nita di kamar depan. (Pasif)
Unsur "surat" yang berfungsi sebagai objek pada kalimat (1)
bertransformasi menjadi subjek pada kalimat (2).
Penafsiran atau pembentukan kalimat pasif tipe ini dapat dilakukan dengan
langkah:
a. Pertukarkan Objek aktif menjadi Subjek pasif.
b. Gantilah prefiks me(N)- (atau variannya seperti meng-)
dengan di- pada predikat.
c. Tambahkan kata "oleh" di muka unsur yang tadinya Subjek aktif
(opsional).
2. Kalimat
Pasif Tipe Kedua (Pasif Persona):
Tipe ini berasal dari kalimat aktif yang unsur pelakunya berupa pronomina
persona (kata ganti orang pertama, kedua, atau ketiga: saya, kita,
kami, engkau, kamu, dia, mereka). Perbedaannya dengan tipe pertama, menurut
Rostina (2007:20), adalah "tipe pertama predikat kalimat pasif berupa
verba pasif yang ditandai oleh awalan di-, sedangkan pada tipe kedua ini
predikat kalimat pasif tidak berawalan di- dan tidak pula berawalan meng-,
verba pengisi predikat kalimat pasif tipe ini adalah verba yang diperoleh dari
verba aktif dengan menanggalkan awalan meng-."
Sebagai pengganti
awalan di-, digunakan pronomina persona (atau nomina pelaku) dari kalimat
asalnya.
Contoh:
(1) Pelatihan ini saya ikuti dengan penuh semangat.
(2) Soal UN sedang kami bahas di kelas.
Kalimat (1) dan (2) di atas berasal dari kalimat aktif berikut:
(3) Saya mengikuti pelatihan ini dengan penuh semangat.
(4) Kami sedang membahas soal UN di kelas.
Kaidah pembentukan pasif persona ini adalah:
a. Pindahkan Objek kalimat aktif ke awal kalimat pasif (menjadi Subjek pasif).
b. Tanggalkan prefiks me(N)- pada predikat aktif.
c. Pindahkan Subjek aktif (pronomina persona) ke posisi tepat sebelum verba
(predikat pasif).
Jika dalam kalimat aktif terdapat keterangan aspek (misalnya sedang,
akan, sudah) atau modalitas (harus, mungkin), pada kalimat pasif
persona, keterangan tersebut ditempatkan sebelum pronomina persona. Contohnya
pada kalimat (2): "Soal UN sedang kami bahas",
bukan "Soal UN kami sedang bahas".
3. Kalimat
Pasif Tipe Ketiga (Pasif ter-):
Disebut juga pasif berawalan ter-. Kalimat pasif ini ditandai dengan
pemakaian awalan ter- pada predikatnya. Uniknya, pasif tipe ini
seringkali tidak memiliki bentuk aktif yang langsung dapat diturunkan atau
tidak lazim diaktifkan. Ia seringkali menyatakan keadaan atau tindakan yang
tidak disengaja atau terjadi begitu saja.
Contoh:
(1) Lelaki bertopi kuning di depan kios itu tersandung batu.
(2) Telapak kaki ibuku tertusuk duri.
4. Kalimat
Pasif Tipe Keempat (Pasif kena):
Tipe ini secara eksplisit ditandai dengan adanya kata "kena" sebelum
predikat (yang biasanya berupa kata dasar atau kata kerja). Makna yang
terkandung umumnya adalah "mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan"
atau "tertimpa sesuatu secara tidak sengaja".
Contoh:
(1) Ani kena tipu orang tidak dikenal.
(2) Di perjalanan ayah kena hujan sore kemarin.
(3) Tangan adik kena pisau ketika mengupas mangga.
Simpulan
Memahami dan menguasai penggunaan
kalimat aktif dan pasif adalah kunci untuk merajut komunikasi yang tidak hanya
gramatikal, tetapi juga efektif dan bernuansa. Kalimat aktif memberikan
penekanan pada pelaku dan tindakan yang dinamis, sementara kalimat pasif
memungkinkan kita untuk menyoroti objek atau hasil dari suatu tindakan, atau
ketika pelaku tidak diketahui atau tidak penting untuk disebutkan.
Kemampuan untuk bertransformasi
antara kedua bentuk ini, serta memilih jenis yang paling sesuai dengan konteks
dan tujuan komunikasi, akan memperkaya gaya bahasa dan meningkatkan kejelasan
pesan yang ingin disampaikan. Teruslah berlatih dan mengamati penggunaan kedua
jenis kalimat ini dalam berbagai wacana, niscaya kepekaan berbahasa kita akan
semakin terasah. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi pengguna bahasa yang
baik, tetapi juga penyampai gagasan yang ulung.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal "Aceh Edukasi " IGI Wilayah Aceh dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe
0 Komentar