Oleh LK Ara
Puisi Esai Sejarah Ulama Aceh Abad ke-12 Hijriah
Di tahun 1178 Hijriah,
tercatatlah sebuah cap,
sebagaimana tertoreh juga angka 1173
pada salinan tangan yang menyimpan rahasia masa.
Baca Juga:
Dari keduanya,
teranglah satu nama bangkit dari debu sejarah:
Al-‘Allamah Al-Hajj ‘Abdur Rahim Al-Asyi,
yang menisbahkan dirinya kepada tanah
yang mengalirkan ilmu seperti sungai ke laut,
Peusangan,
dan kampung kecil berhias rotan jernang: Awe Geutah[^1].
Bukan sembarang nama yang terukir,
tapi ranting dari silsilah ilmu panjang
yang tumbuh dari akar Zabid,
dan bermuara pada gurunya: ‘Ali bin Az-Zain Al-Mizjajiy,
murid dari Syaikh Mulla Ibrahim Al-Kuraniy
yang ilmunya telah melintasi
kubah Haramain dan jantung dunia Islam.
Baca Juga:
Di Aceh, nama kampung
sering terbit dari akar yang tumbuh
dan rotan besar Calamus didymophyllus,
adalah saksi bagaimana ilmu merambat
dari tanah basah ke langit petunjuk.
Awe Geutah bukan hanya hutan dan rimbun,
tapi madrasah yang diasuh waktu,
dibangun dengan shalat, dengan kitab,
dan dengan wakaf yang tak lekang oleh musim[^2].
‘Abdur Rahim Al-Fasanganiy,
begitulah ia menandai dirinya
sebuah isyarat cinta kepada Peusangan,
di mana Krueng mengalir sebagai urat nadi,
mengantarkan semangat dari desa ke dunia.
Dari tempat itu,
datang murid-murid dengan dada kosong
dan pulang dengan ilmu yang menghidupkan akal dan jiwa.
Ia bukan hanya faqih,
tapi pewaris hikmah dan warisan Nabi.
Tangan-tangannya menyalin ilmu,
lisan-lisannya merangkai fatwa,
sementara rotan jernang dan pohon kampung
merekam setiap kalimat dalam diamnya.
Awe Geutah pun menjadi semai
tanah yang diwakafkan bukan hanya untuk ladang,
tetapi untuk memanen cahaya:
anak-anak yang kelak tumbuh menjadi ulama
dan penjaga iman masyarakat.
Hingga kini,
nama itu masih hidup dalam diam:
di mushalla tua, di manuskrip yang nyaris lapuk,
dan pada darah para cucu ilmu
yang tak pernah lupa pada akar.
⸻
Catatan Kaki:
[^1]: Awe Geutah adalah nama kampung tempat tinggal Syaikh ‘Abdur Rahim, yang diambil dari nama lokal pohon rotan besar, simbol keterhubungan antara alam dan tradisi lokal Aceh dalam penyebutan toponim.
[^2]: Tanah wakaf di bawah pengelolaan keluarga ulama Awe Geutah menjadi fondasi sosial dan spiritual, tempat pendidikan Islam berlangsung lintas generasi, menjadikannya pusat keilmuan di wilayah Peusangan.
0 Komentar