Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Sebuah komunikasi yang dilakukan oleh manusia baik secara lisan, maupun tulisan pasti melewati untaian-untaian kalimat yang padu. Untaian kalimat tersebut dibentuk berdasarkan satuan kata dan kelompok kata yang menyampaikan satu pokok pikiran secara utuh. Hal ini, karena kalimat merupakan satuan ujaran yang langsung digunakan dalam berbahasa. Dalam tataran lingusitik, ilmu yang mengkaji tentang makna dan jenis kalimat disebut dengan sintaksis.
Selanjutnya, batasan tentang kalimat banyak dikemukakan oleh para ahli menurut pemahaman dan pandangannya masing-masing. Chaer, (2003:240) mengemukakan tentang pengertian kalimat adalah ”Susunan kata-kata yang teratur yang berisi pemikiran yang lengkap.” Selain itu, sudah menjadi pengertian umum bahwa konsep kalimat dapat diberikan berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh kalimat tersebut, yaitu dimulai dengan huruf kapital dan ditandai dengan adanya tanda titik(.) pada akhir kalimat. Hal ini, sesuai dengan pendapat Arifin dan Junaiyah (2009: 54) mereka memberi pengertian kalimat ”satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri mempunyai intonasi final (kalimat lisan) dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa. Dapat dikatakan, bahwa kalimat membicarakan antara satu klausa dengan klausa yang lain.”
Baca Juga: Membaca dan Segala Permasalahannya
Kedua batasan di atas, memberikan batasan baru terhadap kalimat bahwa satuan bahasa yang terdiri dari susunan kata dan berdiri sendiri atau bebas dalam menyampaikan gagasan atau pokok-pokok informasi secara utuh, baik secara lisan maupun melalui tulisan. Susunan kata-kata dalam kalimat tidak terbentuk dengan sendirinya, tetapi harus melalui proses sintaksis yang tepat sehingga kalimat tersebut baru dapat dipahami oleh mitra tutur apabila berbentuk lisan dan pembaca apabila berwujud tulisan.
Berbeda dengan Ramlan, (2005:27) memberikan batasan tentang kalimat adalah ” satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.” Satuan gramatik yang dimaksud dalam batasan di atas adalah satuan yang memiliki fungsi untuk membentuk sebuah kalimat. Dari batasan ini dalam sintaksis telah melahirkan jenis-jenis kalimat berdasarkan intonasi yang digunakan. Kalau intonasi yang digunakan menurun pada akhir kalimat, maka kalimat tersebut adalah kalimat tanya. Sedangkan kalimat perintah adalah intonasi yang digunakan pada akhir kalimat tinggi. Jika intonasi mendatar yang digunakan dalam sebuah kalimat maka disebut kalimat berita.
Batasan yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah satuan gramatikal yang dapat berdiri sendiri dan menyampaikan satu pokok pikiran secara utuh. Oleh karena itu, kalimat dalam ragam lisan diberikan berbagai intonasi atau jeda. Sedangkan dalam ragam tulisan kalimat ditandai dengan huruf kapital pada awal dan diakhiri dengan tanda titik.
Ciri- Ciri Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai intonasi (ragam lisan), dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa. Ditinjau dari klausa dapat dikatakan bahwa kalimat membicarakan hubungan antara sebuah klausa dan klausa lainnya. Jika dikaitkan dengan hubungan klausa yang ada dalam kalimat, maka kalimat dalam tataran linguistik mempunyai ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh Arifin dan Junaiyah (2008:5) ”
Baca juga: Yuk Kenali Kalimat Efektif Lebih Dekat! Agar Bisa Menulis dengan Benar
Hubungan sintaksis dan hubungan paradigmatis” Hubungan sintaksis adalah hubungan linear antara unsur bahasa yang satu dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini dapat diuji dengan perubahan-perubahan urutan satuan unsur bahasa. Misalnya pada kalimat Saya bekerja keras dengan penuh disiplin dan tanggung jawab. Kalimat ini sudah memiliki bentuk yang tetap dan tidak boleh diubah lagi. Seandainya kalimat tersebut diubah, maknanya akan berubah dan tidak dapat dipahami lagi sebagai kalimat yang utuh. Akan tetapi, kalimat tersebut hanya berfungsi sebagai kumpulan kata yang tidak jelas apa yang dibicarakan.
Seperti tergambar pada contoh berikut:
(1b) Saya bekerja // keras dengan// penuh disiplin dan// tanggung jawab
Kalau dianalisis kalimat (1a) tidak memiliki makna karena urutannya tidak koheren atau kacau. Sedangkan kalimat (1b) tidak dapat dipahami karena proses pemenggalan tidak menurut pada frasa pembentukannya. Jadi, bentuk yang benar adalah seperti kalimat berikut ini,
(2b) Saya // bekerja keras // dengan penuh disiplin // dan tanggung jawab
Ciri kedua, yang dimiliki oleh sebuah kalimat adalah adanya hubungan paradigmatis. Hubungan ini berkaitan dengan unsur-unsur bahasa pada tingkat tertentu dengan unsur bahasa lainnya. Lebih lanjut, sehubungan dengan ini Arifin dan Junaiyah (2008:6) ”hubungan paradigmatis menunjukkan unsur-unsur bahasa yang dapat disubtitusikan itu berada pada katagori yang sama untuk setiap tataran, yaitu tataran fonemis, morfologis, dan sintaksis.”
Bagian-Bagian Kalimat
Pada dasarnya setiap pembicaraan selalu berada dalam rangkaian kalimat. Kalimat yang ada dalam pembicaraan, baik ragam tulis maupun ragam lisan selalu dibangun dengan cara yang sistematik. Walaupun kalimat-kalimat yang berada dalam ujaran manusia sadar atau tidak sadar selalu mengikuti aturan yang berlaku dalam tata bahasa.
Sebuah kalimat dibentuk bertolak dari satu titik, yaitu bagian-bagian yang membentuk kalimat. Bagian-bagian yang membentuk sebuah kalimat berada dalam satu kesatuan, keserasaian antara satu bagian dan bagian lainya. Sejalan dengan ini, Hasan dkk. (1998:312) membagi bagian–bagian kalimat yaitu ” klausa, konstituen kalimat, dan unsur wajib dalam sebuah kalimat.”
1) Klausa
Secara umum, kalimat selalu dibentuk oleh gabungan klausa. Hubungan antara satu kalusa dengan klausa lainya dapat menentukan jenis kalimat dalam tataran tatabahasa Indonesia. Setiap kalimat yang dihasilkan oleh gabungan klausa mempunyai jenisnya masing-masing. Jika hubungan klausa yang membentuk kalimat tersebut setara maka kalimat yang lahir adalah kalimat majemuk setara. Sedangkan klausa satu lebih tinggi dari klausa lain dalam sebuah kalimat, kalimat tersebut disebut dengan kalimat majemuk bertingkat Semua klausa tersebut jika disatukan berada dalam kalimat yang lengkap. Bentuk klausa tersebut ada yang berbentuk induk dan anak kalimat. Tataran yang dibentuk oleh kelompok klausa dan tingkatannya masing-masing adalah kalimat majemuk.
Klausa merupakan kelompok kata yang mempunyai ciri-ciri sebuah kalimat. Dalam hal ini, Arifin dan Junaiyah (2008: 4) mengemukakan tentang klausa adalah ”satuan gramatikal yang setidak-tidaknya terdiri atas subjek dan predikat. Klausa berpotensi untuk menjadi kalimat.” Pengertian ini memberi gambaran bahwa klausa termasuk satuan tata bahasa yang sudah memiliki unsur-unsur dan fungsi yang membangun sebuah kalimat seperti subjek dan predikat. Keberadaan subjek dan predikat dalam klausa membuat klausa tersebut berpeluang untuk menjadi sebuah kalimat. Oleh karena itu, klausa sering disebut dengan kalimat tunggal.
Selanjutnya, Klausa adalah “ kalimat yang terdiri dari satuan yang berupa klausa. Klausa dijelaskan sebagai satuan gramatikal yang terdiri atas subjek dan predikat, disertai objek, pelengkap, dan keterangan atau tidak,” (Ramlan, (1987: 27). unsur objek, pelengkap, dan unsur keterangan dalam pengertian di atas bersifat manasuka. Artinya, kelompok kata yang berbentuk objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (K) boleh hadir boleh tidak dalam sebuah kalimat tunggal atau sering disebut dengan klausa. Hadir tidaknya kelompok tersebut tidak akan mengubah status klausa menjadi bentuk lain dalam tatataran sintaksis. Senada dengan itu, Chaer, (2003:231) memberikan pengertian tentang klausa adalah sebagai berikut.
Klausa adalah satuan sintaksis yang berupa runtutan kata-kata berkonstruktif predikatif. Artinya, dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikatif, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Selain fungsi predikatif yang harus ada dalam konstruksi klausa ini, fungsi subjek boleh dikatakan bersifat wajib sedangkan yang lainnya bersifat tidak wajib.
Berdasarkan ketiga batasan yang dikemukakan oleh para ahli di atas, menekankan bahwa setiap klausa harus diisi oleh fungsi-fungsi utama yang membangun sebuah kalimat. Fungsi -fungsi tersebut sering dilambangkan dengan (S) untuk subjek dan (P) untuk predikat. Apabila kedua unsur tersebut tidak hadir dalam sebuah konstruksi, maka konstruksi tersebut tidak dapat disebut sebagai bentuk klausa. Dalam hal ini, di antara kedua unsur tersebut yang wajib hadir adalah klausa dengan fungsi predikat (P).
2) Keserasian Unsur-Unsur Kalimat
Setiap kalimat dalam tataran linguistik selalu dibangun oleh unsur-unsur pembentuk kalimat. Dalam ilmu sintatksis unsur-unsur yang membangun kalimat adalah unsur subjek, predikat, objek, dan pelengkap. Unsur-unsur tersebut diisi oleh kelas kata tertentu sesuai dengan fungsinya dalam kalimat. ”Setiap penggabungan dua kata atau lebih dalam suatu kalimat dituntut adanya keserasian di antara unsur-unsur tersebut, baik dari segi makna maupun dari segi bentuk” Hasan dkk, (1998:317)
3) Keserasian Makna
Keserasian kalimat ditinjau dari segi makna yang ditimbulkan sangat ditentukan oleh pengetahuan seseorang tentang ilmu kebahasaan khususnya mengenai kalimat.
Contoh:
(3b) Kuda kami merokok lima butir jeruk
Pada contoh (3a) muncul keanehan, karena verba memukul menuntut nomina orang sebagai pelakunya. Kenyataan bahwa batu itu bukan orang, yang menyebabkan kalimat itu memunculkan makna yang aneh. Sedangkan pada contoh (3b) verba merokok menuntut nomina orang, karena kegiatan tersebut biasa dilakukan manusia, serta nomina bentuk batangan sebagai objeknya. Kenyataan menunujukan bahwa kuda kami bukan orang atau jeruk tidak berwujud batangan mengakibatkan susunan kalimat (3b) memunculkan makna yang aneh.
4) Keserasian Bentuk
Selain adanya tuntutan keserasian makna, setiap kalimat dalam bahasa Indonesia juga dituntut adanya keserasian bentuk antara unsur-unsur kalimat. Kerserasian yang dimaksud adalah keserasian nomina dan pronomina dalam batas tertentu serta keserasian antara nomina dan verba. Penggunaan pronomina sebagai pengganti nomina atau frasa nomina menyatakan orang pada permasalahan jumlah seperti tampak pada contoh berikut ini.
(4b) Pelamar banyak tetapi dia tidak memenuhi syarat.
(4c) Pelamar ada, tetapi mereka tidak memenuhi syarat
(4d) Pelamar ada tetapi, dia tidak memenuhi syarat.
Kata ganti orang pada kalimat (4a) adalah frasa banyak pelamar, oleh karena itu kata ganti ia tidak dapat digantikan dengan mereka. Karena dalam kalimat tersebut ada pelamar tidak jelas bermakna jamak atau tunggal. Sedangkan pada konteks kalimat (4d) pemakaian pronomina dia atau mereka sangat bergantung pada konteks wacana. Dalam konstruksi kalimat yang unsur-unsurnya terdiri atas nomina dan pronomina milik yang berupa nomina jamak perlu diperhatikan, apakah nomina itu milik bersama atau perorangan? Apabila pemilikan itu bersifat perseorangan, maka pronomina yang digunakan adalah pronomina persona ketiga jamak yang harus diikuti partikel masing-masing.
Hal ini dapat diperhatikan pada contoh berikut.
(5b) Murid-murid itu menyelesaikan tugas mereka pada waktuya.
0 Komentar