Cerpen:Rencana Tuhan di Balik Langkah yang Tertunda

 


Fato Dokumen Pribadi

Oleh: Syifa Sabrina 

Masa SMA adalah awal dari banyak cerita. Begitu pula bagi Syifa Shabrina, siswi SMA Negeri 1 Lhokseumawe yang baru saja melewati Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Minggu pertamanya hangat dengan perkenalan teman-teman sekelas dan tawaran beragam ekstrakurikuler dari kakak-kakak OSIS.

Awalnya, Syifa tertarik pada OSN Biologi karena ingin fokus pada akademis. Ia takut terlalu banyak kegiatan akan mengganggu pelajaran. Namun, takdir rupanya menyiapkan kejutan. Suatu siang, matanya tertumbuk pada sebuah brosur di dekat tangga: “Open Rekrutmen Paskibra SMANSA.”

Hatinya bergetar. Ia berhenti, menatap brosur itu lama, lalu tanpa sadar memotretnya dengan ponsel. Di rumah, dengan ragu ia bertanya pada orang tuanya, “Boleh tidak aku ikut Paskibra?” Ayah dan ibunya saling pandang, lalu tersenyum. “Selama itu positif dan baik untuk perkembanganmu, coba saja, Nak.”

Restu itu menguatkan langkah Syifa. Ia mendaftar, ikut seleksi, dan beberapa hari kemudian kabar gembira datang: Syifa lolos.

Awal Perjuangan

Hari pertama latihan terasa berat. Push-up membuat lengannya gemetar, sit-up terasa kaku, dan gerakan baris-berbarisnya belum sempurna. Teman-temannya banyak yang sudah berpengalaman sejak SMP. Syifa sempat minder, tapi tak menyerah.

Semangatnya tumbuh saat ia bertemu sosok inspiratif:  Kak Rere, Paskibraka Nasional 2023. Pertemuan singkat itu menyalakan ambisi besar: “Aku juga ingin sampai sana.” Sejak itu, hidup Syifa berubah. Ia rutin berlari sore, melatih push-up dan sit-up, serta mempelajari materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan Tes Intelegensi Umum (TIU). Ia juga bergabung dengan grup WhatsApp Capaska se-Indonesia untuk berbagi semangat dengan teman-teman baru.

Pikirannya jelas: “Selagi aku berusaha dan berdoa, aku pasti bisa.”

 

Seleksi Demi Seleksi

Hari-hari seleksi datang silih berganti, mulai dari administrasi, TWK-TIU, kesehatan, parade, hingga samapta. Meskipun sempat kurang sehat, Syifa tetap menampilkan yang terbaik. Gerakan PBB-nya sempurna, wawancaranya pun lancar hingga dipuji.

Syifa terpilih mewakili Kota Lhokseumawe ke tingkat provinsi. Dari puluhan peserta, hanya empat orang yaitu dua putra dan dua putri yang melaju. Syifa adalah salah satunya. Di Banda Aceh, seleksi semakin ketat. Malam pantukhir, hanya dua pasang yang lolos ke Jakarta. Syifa akan terbang untuk pertama kalinya, gratis berkat prestasinya.

Setiap perlengkapan keberangkatan disiapkan orang tuanya dengan doa. Ibunya menyelipkan sebuah tasbih ke dalam koper sambil berpesan, “Zikir ya, Kak… berdoa sama Allah.

Jakarta:  Dari Sabang Sampai Merauke

Di Jakarta, Syifa bertemu anak-anak hebat dari seluruh Indonesia. Ras, bahasa, dan budaya mereka berbeda, namun semua bersatu dengan tujuan yang sama yaitu mengibarkan Sang Merah Putih.

Suatu malam, ia berdiri di depan jendela hotel bersama Bintang, teman sekamarnya dari Papua. Lampu-lampu kota Jakarta berkilauan, kontras dengan cerita Bintang tentang kampung halamannya yang tenang. “Seru ya, bisa lihat dua dunia yang berbeda,” ucap Syifa. “Iya,” jawab Bintang, “inilah Sabang sampai Merauke yang sebenarnya.”


Saat Dunia Seakan Runtuh

Usai verifikasi pusat, Syifa kembali ke Aceh. Hari pengumuman tiba. Jantungnya berdegup kencang ketika nama Aceh disebut pertama. Dengan tasbih di tangan, ia berzikir. Lalu terdengar, “Syifa Shabrina, cadangan putri.”

Dunia seakan runtuh. Air matanya jatuh tanpa suara. “Aku sudah sejauh ini, kenapa harus berhenti di sini?” Namun, seorang teman memberinya semangat. Syifa mencoba tersenyum, meski hatinya masih perih.

 

Ditempa di Pusdiklat

Latihan di Pusdiklat Provinsi Aceh sangat keras. Fisik ditempa, mental diuji. Malam-malam di asrama terasa berat, rindu pada orang tua membuatnya menangis diam-diam. Tapi teman seperjuangan selalu menguatkan. “Di sini bukan lagi aku atau dia, tapi kita,” kata Aisyah sambil menepuk bahunya.

Semangat itu membuat Syifa bertahan. Hingga akhirnya, sebuah kehormatan besar datang: ia dipercaya menjadi pembawa baki pada Upacara 17 Agustus 2025 di Blang Padang, Banda Aceh.

Puncak Perjalanan

Hari itu tiba. Syifa berdiri tegak. Baki berlapis kain kuning di tangannya, di atasnya terlipat rapi Sang Merah Putih. Cahaya mentari pagi memantul di baki, membuatnya terlihat keemasan dan sakral. Setiap langkah terasa berat sekaligus mulia. Suara genderang, detak jantung, dan doa orang tua seakan menyatu dalam satu irama,

Ia berbisik lirih, “Inilah kehormatan terbesar dalam hidupku.” Saat menyerahkan bendera, seluruh perjuangan dari brosur di sekolah, latihan keras, air mata rindu di asrama, hingga tasbih ibunya berkumpul dalam detik itu. Kalimat yang menjadi pegangan hidupnya terngiang: “Aku pasti bisa, selagi aku mau berusaha dan berdoa.. atas izin Allah.


Quotes yang menyadarkan syifa,bahwasanya sebagai hamba allah kita hanya bisa berdoa dan berusaha, tapi yang menentukan adalah Allah SWT.

“Kalau didekatkan berarti itu baik, jika dijauhkan berarti ada yang lebih baik, karena Filosofi berdoa itu meminta, bukan memaksa”

Ustadz Adi Hidayah

Syifa tetap memegang cita-citanya menjadi Paskibraka Nasional, bertemu idolanya sejak SD, dan meraih beasiswa Unhan untuk jurusan Kedokteran. Ia yakin, suatu hari pintu itu akan terbuka. Di usia 16 tahun, Syifa menorehkan sejarah kecil untuk dirinya sendiri. Sebuah perjalanan penuh peluh, air mata, doa orang tua, dan kebanggaan.

Paskibraka bukan sekadar baris-berbaris, melainkan tentang perjuangan, persaudaraan, pengorbanan, dan takdir Tuhan yang selalu lebih indah dari rencana manusia. Perjalanan Syifa adalah jejak langkah yang penuh doa dan harap. Setiap tantangan dan setiap rezeki datang bagai kejutan dari Tuhan yang tak terduga.

Meski kadang harus menghadapi kegagalan, rencana Tuhan tetap seindah pantulan cahaya kain emas pada baki yang menyinari wajah sang pembawa baki yang tersenyum anggun.

Allah's plans are better than your dreams, and in every situation, just say Alhamdulillah

“Terimakasih tuhan telah membawaku kepada paskibraka dan melewati semua perjuangan ini, menjadikan kisah ini pengalaman berharga dalam hidupku

 

Penulis adalah Siswa XI-2 Program Unggulan SMA 1 Lhokseumawe



Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar