Foto : Dokumen Pribadi
Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Ketika berbicara tentang sumber daya manusia, pendidikan adalah hal pertama yang terlintas di benak kita. Pendidikan itu abstrak, tidak tampak. Namun, daya ledaknya mampu melahirkan manusia-manusia hebat dengan intelektual luar biasa.
Meski abstrak atau konseptual, pendidikan yang diterapkan dalam kehidupan dapat membawa perubahan besar. Pendidikan identik dengan ilmu pengetahuan, karakter, dan sikap luhur yang diajarkan di setiap lembaga.
Pendidikan adalah instrumen utama untuk mengukur kemajuan suatu bangsa. Dalam teori ilmu, pendidikan berhubungan langsung dengan tingkat sumber daya manusia yang dimiliki suatu bangsa.
Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingginya kualitas sumber daya manusianya. Selanjutnya, sumber daya manusia ini akan berdampak pada kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Harus diakui, biaya yang dikeluarkan negara untuk mewujudkan hal ini tidak sedikit. Pemerintah sudah bertahun-tahun mengucurkan dana yang luar biasa untuk membiayai pendidikan di negeri ini. Namun, pendidikan masih terasa stagnan, jalan di tempat.
Pertanyaannya, apakah ada yang salah dengan pendidikan kita selama ini? Dalam hukum ekonomi, ada istilah yang berkembang bahwa setiap pebisnis menggunakan istilah "modal sekecil-kecilnya dan untung sebesar-besarnya." Jika dikorelasikan dengan kondisi pendidikan Indonesia hari ini, tentu ini sangat miris dan menyedihkan.
Hampir setiap hari, bulan, dan tahun, baik lembaga formal maupun nonformal, semua mengangkat isu pendidikan sebagai topik diskusi, bahkan sampai ke warung kopi. Dalam konteks diskusi, kata pendidikan semakin seksi dan menarik untuk diulik dan dikupas, seringkali berujung pada proposal yang menghasilkan keuntungan finansial luar biasa.
Bedah Kisi-Kisi TKA 2026, Siapkan Dirimu dengan Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris! "
Penulis dalam suatu artikel pernah menyimpulkan prahara pendidikan di negeri ini dengan ilustrasi berikut: "Pendidikan di negeri ini seperti kentut, baunya menyeruak ke mana-mana. Orang-orang menutup hidung dan telinga tentang bau napas dari kunyahan pendidikan yang dilakukan lewat diskusi panjang. Sangat disayangkan, hasil yang didapat adalah nol besar."
Hal ini dapat dilihat pada perbedaan intelektualitas generasi muda Indonesia hari ini jika dibandingkan dengan generasi bangsa yang lebih maju di dunia.
Perbedaan Generasi Muda Indonesia dengan Bangsa Lain
Secara konseptual, generasi muda adalah tunas bangsa masa depan. Mereka adalah representasi kemajuan bangsa hari ini dan cerminan bangsa. Sebagai tunas bangsa masa depan, keberadaan mereka hari ini perlu dipapah, dibimbing, dibina, dan diarahkan ke arah yang lebih baik. Pendidikan adalah faktor penentu bagi keberhasilan mereka dalam menjalani hidup di masa mendatang.
Kondisi generasi muda Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Kecerdasan intelektual mereka berada pada titik terendah jika dibandingkan dengan bangsa lain di dunia. Ada banyak contoh yang berseliweran di luar sana, seperti di media sosial. Kebodohan dan ketidakmampuan mereka menjawab soal-soal remeh-temeh yang seharusnya tidak begitu penting.
Seharusnya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada generasi muda seperti di media TikTok berada pada level 1, yaitu pada tahap hafalan. Misalnya, untuk menanyakan nama ibu kota salah satu kota di Indonesia yang seharusnya bisa dijawab secepat kilat tanpa berpikir panjang, malah sering memunculkan jawaban yang beragam.
Ada hal menarik yang terjadi pada generasi muda kita, khususnya siswa yang sedang menempuh pendidikan pada tahap menengah atas (SMA/SMK). Penulis, sebagai salah satu pemerhati pendidikan yang selama ini bergelut langsung dengan para generasi muda di tingkat sekolah, merasa terpanggil untuk menggugah rasa pembaca agar ikut nimbrung dalam masalah ini.
Sebagai ilustrasi agar pemahaman pembaca mengerucut pada perbedaan yang mencolok antara generasi muda Indonesia hari ini dengan negara lain:
Di Pakistan, yang mayoritas penduduknya beragama Islam sama dengan bangsa ini, mereka memiliki generasi yang tangguh, kuat, telaten, dan inovatif. Ketika terjadi perang dengan India, banyak pesawat India jatuh dirudal pasukan Pakistan.
Nah, pada saat itu, persepsi bodi pesawat yang menjadi rongsokan akan dipandang berbeda oleh anak-anak Pakistan yang masih belajar pada tingkat SMA/SMK.
Puing-puing pesawat tempur tersebut, dalam bentuk bodi atau sayap, mereka ambil dan dipelajari dengan teliti mulai dari bahan apa dan bagaimana proses membuatnya. Hasil pengamatan tersebut, mereka ciptakan produk baru dalam bentuk apa saja yang menggunakan materi dari pesawat tersebut.
Langkah inovatif dan pengetahuan mereka lebih berdaya guna daripada generasi muda Indonesia hari ini. Hal ini seperti sudah dipasak pada awal tulisan ini.
Sebagai perbandingan, mari lihat Generasi Z milik Indonesia hari ini yang masih belajar pada tingkat SMA/SMK. Mereka lebih sibuk memikirkan konsep-konsep tentang foto angkatan ketika nanti mereka mau tamat dari sekolah.
Lebih sibuk mencari bentuk corak, model, serta pakaian apa yang digunakan pada saat sesi foto bareng bersama angkatan. Karena itu, pertemuan terakhir dalam angan dan alam pikir mereka.
Tak jarang, uang dan waktu yang dihabiskan untuk kegiatan tersebut sangat luar biasa, sehingga mengganggu perekonomian keluarga, terutama siswa kurang mampu. Intinya, kegiatan-kegiatan tersebut tidak mencerminkan esensi substantif dari pengalaman belajar selama tiga tahun. Ini menyedihkan.
Selanjutnya, mereka yang digadang-gadang sebagai generasi emas tahun 2045 sepertinya hanya pepesan kosong belaka. Seharusnya, persiapan menuju tahun 2045, mereka sedang ditempa dengan berbagai model dan bentuk pembelajaran.
Alangkah mengerikan sekali mereka hari ini berada di kafe-kafe secara bergerombolan, duduk satu meja dengan gadget canggih dengan spesifikasi yang luar biasa.
Mereka berteriak tanpa malu dan tak punya etika, mengikuti arus game Mobile Legends atau apa pun namanya yang tidak bermanfaat sama sekali.
Pendidikan itu Menyalakan Bara Api, Bukan Mengisi Bejana
Untuk menjamin kelanjutan generasi yang lebih bermartabat dan mempunyai kompetensi yang mampu menjawab tantangan zaman, dibutuhkan pendidikan yang mumpuni. Dalam konteks ini, pendidikan merupakan pilar penentu masa depan sumber daya manusia.
Subjudul tulisan ini sangat menarik untuk diulas berkaitan dengan tema utama dalam tulisan ini. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dibutuhkan kurikulum yang sesuai.
Kesesuaian yang dimaksud adalah sesuai dengan karakteristik peserta didik dan karakter kurikulum itu sendiri. Secara etimologi, kurikulum adalah seperangkat pembelajaran yang diajarkan pada suatu pendidikan tertentu dan dalam rentang waktu yang sesuai untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Menyalakan bara api pada subjudul di atas adalah menumbuhkan motivasi untuk belajar. Belajar memahami, melakukan, dan merefleksikan pendidikan yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan.
Berkesadaran artinya kurikulum yang dirancang memiliki tujuan yang menggugah kesadaran peserta didik dalam memahami konsep-konsep pengetahuan yang dituangkan dalam bentuk mata pelajaran dengan struktur ilmu yang sistematis.
Menyalakan api menjadi bara dalam konsep di atas adalah pihak instansi pendidikan harus meramu dan meracik pembelajaran dengan tujuan menanamkan nilai-nilai kesadaran terhadap pengetahuan.
Bermakna dalam konsep tersebut adalah setiap elemen pengetahuan yang diajarkan pada peserta didik harus mampu menjawab semua kebutuhan pembelajar di masa mendatang. Bermakna juga memiliki konsekuensi yang berdampak positif bagi kelangsungan pengetahuan pendidikan di masa mendatang.
Selanjutnya, menggembirakan seperti yang ada adalah dalam pembelajaran mendalam, seperti yang berlaku dalam kurikulum Deep Learning. Menggembirakan berarti belajar itu menciptakan suasana senang, riang, dan menghasilkan hasil belajar yang maksimal.
Ketiga hal yang disampaikan di atas bertujuan menciptakan generasi muda yang berilmu dengan tingkat intelektual yang bermartabat. Selain itu, kurikulum ini bertujuan menciptakan peserta didik yang berintegritas. Peserta didik yang bersih pikirannya dan jernih hatinya. Namun perlu dipahami bahwa puncak intelektualitas tertinggi adalah spiritualitas.
Penutup
Melihat ke depan, masa depan Indonesia sangat bergantung pada revitalisasi pendidikan yang mampu menyalakan "bara api" dalam diri generasi muda, bukan sekadar mengisi bejana pengetahuan.
Jika stagnasi yang ada terus berlanjut, kita berisiko kehilangan potensi emas generasi 2045 yang seharusnya menjadi agen perubahan. Oleh karena itu, diperlukan transformasi kurikulum yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan, yang tidak hanya fokus pada pencapaian intelektual semata.
Hal ini juga menumbuhkan integritas dan spiritualitas sebagai puncak dari kecerdasan. Hanya dengan demikian, kita dapat melahirkan sumber daya manusia yang kompeten, inovatif, dan berdaya saing global.
Indonesia harus segera bergerak melampaui paradigma pendidikan yang hanya menghasilkan diskusi tanpa aksi nyata. Prediksi menunjukkan bahwa jika kita mampu menciptakan lingkungan belajar yang inspiratif dan relevan dengan tantangan zaman, seperti yang dicontohkan oleh generasi muda di negara lain.
Bangsa ini akan mampu bangkit dari keterpurukan. Investasi pada pendidikan yang benar-benar membentuk karakter dan keterampilan abad ke-21 adalah kunci untuk mencapai kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang, menjadikan pendidikan sebagai rahim pembangunan yang sebenarnya.
Penulis adalah Mahasiswa Doktoral Prodi Studi Islam UINSUNA dan Guru SMAN1 Lhokseumawe
0 Komentar