Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Menulis adalah sebuah proses yang memerlukan disiplin dan dedikasi tinggi. Tidak jarang penulis merasa terhalang oleh berbagai tantangan, terutama di bulan Ramadan, di mana kondisi fisik dan mental bisa menjadi kendala.
Untuk itu, motivasi menulis sangat penting, dan salah satu cara untuk membangunnya adalah dengan menerapkan prinsip 3K: Konsistensi, Komitmen, dan Kerjakan.
Baca Juga; Study Tour Antara Pembelajaran Bermakna dan Sekadar Liburan
Ketiga elemen ini menjadi pondasi utama dalam menjaga semangat dan produktivitas menulis, terutama di tengah rutinitas yang padat dan kondisi tubuh yang sedang berpuasa. Dengan komitmen yang teguh, penulis bisa menjaga fokus pada tujuan tulisan mereka.
Sementara konsistensi akan memastikan bahwa ide dan gaya menulis tetap terjaga. Langkah terakhir adalah "kerjakan," yang mengingatkan penulis untuk tidak menunda dan segera menulis ketika ide muncul.
Bulan Ramadan seringkali dianggap sebagai waktu yang penuh tantangan untuk menulis, karena pengaruh puasa pada fisik dan mental. Namun, jika penulis dapat mengelola waktu dan menulis dengan memperhatikan kondisi tubuh, menulis di bulan puasa bisa menjadi sebuah kesempatan untuk berkarya.
Dalam hal ini, prinsip 3K sangat relevan, di mana konsistensi dalam tema dan gaya tulisan tetap dijaga, komitmen terhadap tujuan tulisan dipertahankan, dan penulis segera mengerjakannya begitu ide muncul. Dengan cara ini, meski di bulan penuh berkah ini, penulis tetap dapat menghasilkan karya yang bernilai dan bermanfaat.
Baca Juga: Mengungkap Fakta-Fakta Tersembunyi: Bagaimana Artikel Membentuk Opini Publik
1.Bangun Motivasi Menulis dengan 3K: Konsistensi, Komitmen, dan Kerjakan
Setiap pekerjaan dalam kehidupan ini, apa pun jenisnya, termasuk menulis, membutuhkan konsistensi konsistensi. Konsistensi berarti teguh dan taat pada visi dan misi yang telah ditetapkan dalam setiap tulisan.
Koonsitensi dalam menulis terfokus pada tujuan yang ingin dicapai dari setiap tulisan yang dihasilkan. Dengan kata lain, komitmen adalah sikap yang tetap dan terfokus pada tujuan yang ingin dicapai.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsistensi diartikan sebagai sifat atau kondisi di mana sesuatu tetap sama, tidak berubah, atau sesuai dengan pola atau standar tertentu sepanjang waktu, baik dalam tindakan, perkataan, maupun perilaku.
Berkaitan dengan konsistensi dalam menulis, hal ini bisa mencakup bidang atau tema yang akan ditulis, jenis tulisan yang dipilih, dan bahkan gaya tulisan yang digunakan.
Tema tulisan yang dipilih harus sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki. Misalnya, seorang guru bahasa Indonesia yang menguasai seluk-beluk ilmu tersebut. Ia dapat menuangkan gagasannya yang berkaitan dengan bahasa Indonesia, baik dalam bidang sastra maupun kebahasaan lainnya.
Baca Juga: Mengembangkan Bahasa Melalui Sastra: Peran Penulis dalam Standardisasi Bahasa
Selain menulis di bidang ilmu yang dikuasai secara spesifik, seorang guru juga bisa menulis di bidang pendidikan. Hal ini dapat dilakukan, karena seorang guru juga dituntut menguasai ilmu pedagogik dan profesional.
Ada banyak bidang yang bisa ditulis dalam dengan bidang tersebut, yaitu disiplin ilmu yang dikuasai, pedagogik, dan profesional. Namun, agar setiap penulis dapat mewujudkan tulisan setiap hari, apalagi menulis di bulan Ramadan, dibutuhkan konsistensi yang kuat.
Dalam kehidupan menulis, konsistensi sering kali terpengaruh oleh hal-hal lain. Dalam konteks ini, penulis mengambil dirinya sebagai contoh agar pemahaman pembaca lebih terfokus pada maksud tulisan ini.
"Hampir setiap hari, penulis membaca tulisan orang lain di media internet melalui mesin pencari (Google). Penulis sering menemukan tulisan orang lain yang viral atau mendapatkan status FYP (muncul di layar utama Google), sedangkan tulisan penulis sendiri hanya beberapa kali dalam satu bulan."
Menanggapi hal di atas, penulis merasa ada yang salah dengan tema yang dipilih. Untuk mendapatkan viewer yang banyak, penulis lepas kontrol dan mencoba lari dari konsistensi yang sudah diterapkan di awal menulis.
Ketika penulis mencoba menuangkan gagasan dalam ranah lain, penulis kembali menjalani proses menulis dari awal lagi. Inilah dampak yang muncul dari tidak adanya komitmen seseorang dalam memilih tema tulisan.
Selanjutnya, sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komitmen adalah perjanjian atau keterikatan untuk melakukan sesuatu. Makna lainnya, komitmen bisa diartikan sebagai kontrak atau tanggung jawab.
Apabila dikaitkan dengan menulis, komitmen berfungsi sebagai fondasi awal niat dalam menulis. Ada tanggung jawab yang harus diemban oleh seorang penulis.
Sebagaimana sudah menjadi rahasia umum bahwa penulis adalah corong atau media dalam menyalurkan segala keresahan dan kekisruhan masyarakat terhadap masalah yang dihadapi, baik yang berkaitan dengan ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak tertentu.
Sebagai penulis yang sudah mewakafkan dirinya untuk menyampaikan segala informasi dalam bentuk tulisan demi kemaslahatan manusia, komitmen yang sudah ditetapkan harus dipegang dan dilaksanakan.
Cukup banyak ide dan permasalahan yang harus dituangkan dalam bentuk tulisan demi menyebarkan ilmu pengetahuan, menyuarakan ketidakadilan, dan segala informasi penting dalam kehidupan sosial ini.
Oleh karena itu, komitmen harus dijadikan sebagai kontrak gagasan yang harus disampaikan kepada pembaca, apa pun jenis informasi yang ingin disampaikan.
Terakhir dari 3K yang disampaikan pada subjudul tulisan ini adalah "Kerjakan". Ketika komitmen dan konsistensi sudah dimiliki, maka langkah ketiga sebagai tips menulis di bulan puasa adalah Kerjakan.
Menulis di bulan puasa bukanlah hal yang mudah untuk dilalui oleh seorang penulis. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh faktor fisik yang tidak mendapatkan asupan makanan secara utuh sebagaimana yang terjadi pada bulan-bulan biasa.
Ketika fisik tidak dapat menyerap asupan makan secara utuh, maka akan berdampak pada kondisi pikiran yang labil. Kemudian, ketika ide menulis muncul, terutama pada bulan Ramadan yang dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental, penulis sebaiknya jangan menunda untuk menulis.
Hal ini mengingat kemunculan ide sangat tergantung pada tingkat kesegaran pikiran dan kesehatan tubuh. Alangkah baiknya jika ide tersebut langsung dituangkan dalam bentuk tulisan sehingga menghasilkan karya yang cemerlang di bulan Ramadan.
2. Melakukan Eksplorasi Ide yang Terintegrasi dengan Bulan Puasa
Bulan Ramadan merupakan bulan berkah, bulan pengampunan, dan bulan ibadah fisik kepada Allah SWT. Di bulan ini, sangat banyak pahala yang diberikan sesuai dengan janji Allah dalam Al-Qur'an.
Sebagian orang, terutama yang mempunyai bakat dan minat menulis, menganggap bulan ini sebagai hambatan untuk menulis.
Ada satu dialog kecil antara penulis dengan sesama penulis di minggu pertama melaksanakan ibadah puasa: "Kenapa belum satupun saya baca tulisan Anda minggu ini? Sudah tidak lagi menulis?" Kemudian, dengan santainya dia menjawab, "Tidak sanggup menulis bulan puasa, Bang.
"Penulis hanya menjawab singkat, "Oh, begitukah?" sambil melanjutkan merapikan tulisan yang akan diposting di web pribadi.
Dialog kecil di atas menggambarkan bahwa sebagian orang, terutama penulis, menganggap bahwa bulan puasa sebagai penghambat dalam menuangkan gagasan dalam menulis.
Namun, apabila merujuk pada perjuangan Nabi Muhammad SAW, beliau banyak sekali melakukan dan mengalami peristiwa besar selama bulan puasa. Bahkan, perang terbesar yang dimenangkan oleh Rasulullah adalah pada bulan puasa.
Pada masa perang tersebut, nyawa menjadi taruhan dan pikiran pun harus berfungsi secara tepat sama dengan bulan-bulan lain. Kemudian, bagaimana korelasi dengan kegiatan menulis di bulan Ramadan?
Baca Juga: Mengungkap Pesan dalam Pantun: Sastra yang Menghubungkan Antar Generasi
Untuk menghindari kekosongan tulisan selama bulan Ramadan, penulis memberikan solusi dengan melakukan eksplorasi gagasan atau ide yang terintegrasi dengan bulan Ramadan.
Misalnya, membagikan tips dan trik mengisi kekosongan waktu menunggu buka puasa (ngabuburit) atau menulis keistimewaan dan pahala orang-orang yang berpuasa.
Namun, bisa juga memilih tulisan-tulisan ringan seperti menulis puisi tentang keberkahan bulan Ramadan serta momentum penting yang terjadi di bulan Ramadan.
3. Pilih Waktu yang Tepat untuk Menulis
Menulis adalah menyampaikan pikiran secara apik dan sistematis dalam bentuk tulisan. Agar ide yang disampaikan dapat terkirim secara efektif kepada pembaca, dibutuhkan waktu-waktu tertentu untuk menunaikan hal tersebut.
Sebagaimana sudah dipaparkan di atas bahwa menulis pada bulan puasa banyak menyita adrenalin, tenaga, dan pikiran, hendaklah para penulis memperhatikan waktu-waktu yang tepat untuk menulis.
Waktu yang dipilih sesuai dengan keinginan dan pertimbangan kondisi fisik serta gagasan yang ingin ditulis. Menulis pada pagi hari setelah makan sahur sambil menunggu imsak dan shalat subuh sangat efektif dilakukan.
Waktu seperti itu masih termasuk dalam sepertiga malam. Dengan kondisi malam yang tenang, otak semakin cepat berselancar menyeberangi lautan ide yang begitu cepat mengalir menembus selat-selat paragraf sehingga membentuk sebuah lautan tulisan yang bergemuruh menyampaikan pesan kepada pembaca.
Menulis pada waktu ini sangat banyak dilakukan oleh penulis-penulis hebat dunia. Mereka menganggap waktu ini adalah waktu yang sakral untuk mewujudkan sebuah ide yang memanjang dan mengular dalam sebuah tulisan.
Selanjutnya, menulislah pada waktu pagi hari ketika matahari sudah mulai membasuh bumi dengan sinarnya yang masih hangat. Di balik sinarnya yang hangat, sungguh Allah telah mengantarkan penulis untuk lebih segar dalam menyampaikan gagasan segar dalam bentuk bacaan yang utuh.
Pada waktu-waktu ini, kondisi fisik penulis masih sangat segar dan sehat karena baru satu atau dua jam melakukan makan pagi dalam bentuk sahur. Ketika suasana fisik segar, pikiran pun menjadi lebih mudah dalam mengaktualisasi diri dalam bentuk tulisan yang sudah dibuat rancangan buram terlebih dahulu
Simpulan;
Menulis di bulan Ramadan memang penuh tantangan karena pengaruh puasa terhadap kondisi fisik dan mental, namun dengan penerapan prinsip 3K (Konsistensi, Komitmen, dan Kerjakan), penulis dapat menjaga semangat dan produktivitas mereka.
Konsistensi membantu penulis untuk tetap menjaga tema dan gaya tulisan, sementara komitmen memastikan mereka tetap fokus pada tujuan.
Terakhir, kerjakan mengingatkan penulis untuk segera menuangkan ide yang muncul tanpa menunda-nunda, apalagi di bulan puasa yang membawa tantangan fisik. Dengan begitu, meskipun di tengah keterbatasan waktu dan tenaga, penulis dapat terus berkarya.
Selain itu, bulan Ramadan dapat menjadi kesempatan untuk eksplorasi ide yang terintegrasi dengan suasana bulan suci ini. Penulis bisa menulis tentang tips mengisi waktu ngabuburit, keistimewaan bulan Ramadan, atau bahkan menulis puisi tentang keberkahan bulan ini.
Pemilihan waktu yang tepat untuk menulis juga sangat penting, seperti menulis setelah sahur atau di pagi hari ketika tubuh masih segar. Dengan memperhatikan waktu dan kondisi tubuh, penulis dapat menghasilkan karya yang bernilai meski di tengah tantangan puasa.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1Lhokseumawe
0 Komentar