Mengasah Literasi Menulis: Peran Guru dalam Membangun Karakter dan Keterampilan Siswa

Mengasah Literasi Menulis: Peran Guru dalam Membangun Karakter dan Keterampilan Siswa

 

                                           Sumber: Pixabay 


Oleh: Mukhlis, S.Pd.,M.Pd.

"Kalau Guru Kencing Berdiri, Anak Pasti  Kencing Berlari"

Peribahasa ini menggambarkan bahwa guru merupakan sosok yang harus dicontoh dalam proses pembentukan karakter. Dalam konteks ini, penulis ingin menghubungkan fenomena literasi menulis yang ada dalam dunia pendidikan saat ini. 

Berdasarkan analisis  ditemukan bahwa banyak siswa yang kesulitan dalam menjawab soal yang berkaitan dengan kalimat prediksi, penjelasan yang tidak konsisten, dan kalimat resensi. Masih banyak masalah lain yang berhubungan dengan kemampuan menulis.

Penulis berpendapat bahwa masalah ini disebabkan oleh berbagai faktor, dengan faktor utama adalah peran guru. Guru sering kali tidak mengajarkan keterampilan menulis secara efektif, khususnya pada materi yang sudah disebutkan sebelumnya. 

Baca Juga: Seni Mengonversi Cerpen ke Puisi: Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA

Jika guru tidak mampu mengaplikasikan keterampilan menulis dalam proses pembelajaran, maka siswa akan cenderung gagal dalam menguasainya.

Masalah ini sudah berlangsung lama, khususnya dalam pengajaran bahasa Indonesia. Bagaimana mungkin siswa dapat menyusun informasi dengan tepat dalam sebuah teks, jika mereka tidak terbiasa menulis dan membagikan informasi tersebut, baik dalam bentuk tulisan sederhana maupun kompleks?

Pembelajaran Menulis Lebih Berfokus pada Teori

Sebagian besar pengajaran lebih menekankan pada ciri-ciri, bentuk, dan pengertian dari  konsep menulis. akan  tetapi kurang memberikan pembiasaan pada praktik menulis. 

Sebagai contoh, siswa sering kali dapat menyebutkan ide pokok dalam teks dengan jelas, tetapi kesulitan dalam menemukan ide tersebut dalam teks itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman mereka terhadap konsep ide pokok tidak sejalan dengan keterampilan menulis yang mereka miliki.

Sistem pendidikan Indonesia saat ini menunjukkan bahwa guru bukan satu-satunya sumber belajar, melainkan hanya salah satunya. Oleh karena itu, guru juga memiliki peran sebagai fasilitator dan mediator dalam proses belajar. 

Baca Juga: Alur Cerpen: Jantungnya Narasi yang Memikat Pembaca

Peran ini membantu siswa dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam menulis. Sebagai fasilitator dan mediator yang baik, guru harus memberikan contoh nyata melalui pengalaman, bukan hanya menjelaskan teori.

Peran Guru dalam Meningkatkan Literasi Menulis

Mengenai keterampilan menulis, guru memegang peranan penting dalam meningkatkan literasi di kalangan siswa. Keterampilan ini tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus diasah melalui latihan dan dorongan dari guru. 

Meskipun tidak mudah, membiasakan siswa untuk menulis harus dimulai dengan memberikan mereka ruang untuk berlatih, walaupun  mereka sering kali merasa takut untuk melakukannya. Dengan  bahasa lain mereka  takut salah, diejek, atau dikritik.

Penulis menyadari bahwa masih banyak guru di Indonesia  belum mampu menulis dengan baik, dan rendahnya budaya baca turut berperan dalam hal ini. Namun, dengan berkembangnya teknologi dan media sosial, kegiatan menulis di kalangan guru dan siswa mulai menunjukkan tanda-tanda positif. 

Menulis status di media sosial dan membagikannya dengan teman-teman dapat menjadi langkah awal yang baik untuk memotivasi siswa untuk menulis, yang kemudian berkembang menjadi tulisan yang lebih sistematis dan terstruktur.

Namun, di balik kemajuan ini, ada dampak negatif yang perlu diwaspadai. Beberapa guru masih lebih sering menggunakan media sosial untuk kegiatan pribadi, seperti berbagi foto atau video pribadi, daripada memanfaatkannya untuk berbagi informasi pembelajaran.

Tugas kita sebagai agen perubahan dalam dunia pendidikan adalah memastikan bahwa media sosial digunakan secara lebih bijak untuk tujuan pendidikan.

Penulis berpandangan bahwa sebaiknya guru memberikan informasi pengetahuan kepada siswa melalui tulisan. Hal ini penting mengingat kebijakan terbaru tentang sistem penilaian yang berlaku di semua jenjang pendidikan. 

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri No. 43 Tahun 2019, yang membuka peluang besar bagi penggunaan penulisan sebagai bentuk penilaian. Sistem penilaian yang lebih beragam, yang mencakup karya tulis dan portofolio, mengharuskan guru untuk meningkatkan kemampuan menulisnya.

Baca Juga: Teknik Menulis Puisi Berdasarkan Objek

Karya tulis, yang berbicara tentang penulisan ilmiah, membutuhkan pemahaman mendalam tentang sistematika penulisan, objektivitas, dan validitas data. Guru harus dapat memilih masalah, cara penyajian, dan teknik penulisan yang tepat agar dapat memberikan contoh yang baik kepada siswa.

Selain karya tulis, portofolio juga menjadi instrumen penting dalam penilaian. Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya yang tersusun rapi, yang digunakan untuk mendokumentasikan perkembangan seseorang dalam mencapai tujuan tertentu. Tanpa keterampilan menulis yang memadai, sulit bagi guru untuk mengelola dan menilai portofolio dengan baik.

Simpulan:

Dengan adanya berbagai tantangan ini, diharapkan para guru di Indonesia dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk menjadi teladan dalam literasi menulis, bukan hanya di ruang kelas tetapi juga melalui media sosial dan platform lainnya. 

Guru harus siap untuk menjadi agen perubahan yang memajukan literasi menulis di Indonesia. Sebagai guru, kita harus menjadi contoh yang baik dan mengajak siswa untuk menjadi lebih baik dalam menulis, serta menjadikan kegiatan menulis sebagai bagian dari kehidupan mereka.


Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan  Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe.

Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar