Oleh: Anna Fazila
Cahaya mentari mulai menembus celah pepohonan. Namun titik embun masih enggan beranjak dari daun pucuk merah yang menghiasi taman sekolah . Jalan setapak menuju kantor guru pun masih basah karena gerimis semalam. Dari kejauhan terlihat Kakek Min, lelaki tua renta berkulit gelap dan beruban dengan sigap membuka pintu kantor guru.
Kemudian bergegas menyiapkan gerobak berisi sapu dan perlengkapan kebersihan lalu menuju rangkang yang biasanya dijadikan tempat baca oleh siswa. Rangkang yang berada di antara perpustakaan dan kantor kepala sekolah. Rangkang ini juga selalu dijadikan tempat istirahat guru sejenak sambil memantau keadaan siswa setelah bertugas sebagai piket keliling.
Kakek Min mulai membuka bungkus nasi gurih yang ia beli di penjual langganan depan masjid sepulang sholat subuh. Sambil meneguk kopi pahit yang setia menemani sarapannya, mata Kakek Min menjalar ke seluruh sudut sekolah, barangkali ada yang harus segera dibersihkan setelah ia selesai sarapan.
Baca Juga: Setelah Ayah Menikah Lagi
Kakek Min sudah tujuh tahun
menduda. Istrinya telah lama tiada karena digerogoti penyakit diabetes. Kakek
Min hanya tinggal bersama Aisyah. Aisyah adalah cucu semata wayangnya yang
yatim piatu sejak orangtuanya meninggal akibat kecelakaan fatal saat Aisyah
berusia setahun.
Kini Aisyah telah beranjak remaja. Gadis cantik berkulit putih ini sedang bersiap baru saja keluar dari kamar.
"Assalamualaikum,
Kek," sapanya lembut sambil mencium tangan Kakeknya.
"Waalaikumsalam," jawab Kakek Min pelan, suaranya serak karena usia.
"Aisyah sudah siap berangkat sekolah?"
Aisyah mengangguk. Kehidupan mereka memang sederhana. Kakek Min hanya seorang pesuruh di sekolah Aisyah. Sekolah itu megah, berdiri dengan bangunan bertingkat dan lapangan yang luas, namun tak akan pernah bersih dan nyaman tanpa sentuhan tangan Kakek Min.
Ia tak pernah mengeluh, tiap
jengkal sekolah itu ia bersihkan dengan penuh kesabaran dan telaten. Aisyah tak
pernah malu dengan pekerjaan Kakeknya. Ia justru bangga dengan kakeknya. Tanpa
Kakek Min mungkin sekolah hanya seonggok bangunan yang membosankan tanpa
kenyamanan.
Aisyah merupakan murid berprestasi yang masih mengenyam bangku kelas XI SMA. Ia juga aktif di OSIS. Sifatnya yang ramah, rendah hati serta suka menolong membuat Aisyah disukai teman-temannya.
Aisyah berjalan menuju kelasnya melewati koridor yang lengang. Ia belum berpapasan dengan teman-temannya. Tiba-tiba, suara ribut-ribut dan tawa terbahak-bahak memecah kesunyian. Aisyah mengerutkan dahi. Ia tahu persis itu suara siapa. Dara, ketua geng yang terkenal nakal dan suka membuat gaduh di kelas.
Dara dan gengnya sedang mengerumuni kantin yang belum buka, tertawa terbahak-bahak sambil menunjuk ke arah gerobak Kakek Min yang didorong pelan melintasi lapangan sekolah. Matahari mulai meninggi, memantulkan cahayanya yang hampir melewati puncak atap sekolah itu. Meskipun sudah terasa hangat namun belum sampai ke sudut tempat Kakek Min bekerja.
"Lihat tuh, si tua renta itu," cibir Dara, suaranya melengking. "Sudah tua, kerjanya masih ngurusin kebersihan. Emang nggak ada kerjaan lain apa?" Teman-temannya ikut menimpali dengan tawa mengejek. Aisyah mengepalkan tangan, menahan geram. Ia ingin membela kakeknya, tapi takut. Ia tahu Dara dan gengnya tak segan-segan mencari masalah.
Baca Juga: Arti dari Namanya
Bel berbunyi, pertanda pelajaran akan segera dimulai. Aisyah berjalan pelan menuju meja belajarnya. Sepanjang hari, bayang-bayang ucapan Dara terus mengganggu pikirannya. Saat istirahat, ia duduk termenung di kantin, tak bersemangat melahap bekalnya. Tiba-tiba, Dinda, teman sekelasnya yang periang, menghampiri Aisyah.
"Aisyah, kenapa murung?" tanya Dinda dengan nada khawatir. Aisyah ragu-ragu, tapi akhirnya ia menceritakan apa yang terjadi tadi pagi. Dinda mengerutkan kening. "Dara memang menyebalkan. Tapi, Kakekmu itu orang baik. Tanpa kakekmu sekolah ini pasti akan terlihat kumuh. Jarang sekali ada pesuruh sekolah yang bekerja telaten, rajin dan iklas seperti kakekmu. Dia layak sebagai pahlawan kebersihan sekolah kita, lho!"
"Pahlawan kebersihan?"
Aisyah tertegun. Dinda mengangguk. "Iya! Coba bayangkan kalau sekolah kita
kotor. Pasti penuh kuman dan penyakit. Kakekmu setiap hari menjaga kesehatan
kita semua."
Perkataan Dinda membuat Aisyah tersadar. Ia merasa bangga terhadap Kakeknya. Betapa selama ini ia hanya fokus pada kekurangan mereka, hidup sederhana, tanpa menyadari betapa pentingnya pekerjaan Kakeknya.
Sepulang sekolah, Aisyah langsung berlari memeluk Kakek Min yang sedang membersihkan koridor sekolah.
"Kek, Dinda bilang Kakek pahlawan kebersihan," bisik Aisyah dengan suara lembut. kakek Min tersenyum, guratan di wajahnya semakin dalam. "Pahlawan atau bukan, Kakek cuma ingin sekolah ini bersih dan nyaman untuk semua," ujarnya lirih.
Dari kejauhan Nampak Kepala Sekolah dan guru BK berjalan ke arah mereka. "Kakek Min," sapa Kepala Sekolah ramah. "Terima kasih atas kerja keras Kakek selama ini. Sekolah kita baru saja mendapat penghargaan sebagai sekolah terbersih!".
Baca Juga:Jejak Semangat di Puncak Burni Telong
Kakek Min terkesima, seakan tak percaya apa yang disampaikan oleh kepala sekolah. Matanya berkaca-kaca. Ia tak pernah menyangka ketulusannya begitu berharga. Ia selama ini bekerja tanpa pamrih, tak pernah mengharapkan imbalan apaun apalagi penghargaan. Namun, melihat senyum bangga Aisyah dan apresiasi dari Kepala Sekolah, ia merasa terharu, lalu memeluk cucu semata wayangnya.
Keesokan harinya, saat upacara bendera, Kakek Min berdiri tegak di depan seluruh siswa. Dara dan gengnya mulai berbisik-bisik penasaran kenapa Kakek itu berdiri diantara mereka. Suara kepala sekolah lantang terdengar dari mikrofon yang menghadap ke lapangan.
Dengan berapi-api dan penuh bangga mengumumkan dan mempersilakan Kakek Min untuk menerima penghargaan dari Dinas Pendidikan atas kerja keras dedikasinya untuk sekolah selama ini, Dara terdiam, tak berani lagi mengeluarkan suara. Aisyah berdiri tegak dengan senyum mengembang. Ia bangga menjadi cucu dari pahlawan kebersihan sekolahnya.
Hari-hari berikutnya terasa
berbeda bagi Kakek Min dan Aisyah. Sekolah mereka menjadi lebih bersih dan
nyaman, dan Kakek Min tak lagi mendengar cibiran dari Dara dan gengnya. Aisyah
merasa lega dan senang, namun ia tak ingin lengah. Ia tahu bahwa Dara bukanlah
orang yang mudah menyerah.
Suatu hari, Aisyah melihat Dara dan gengnya sedang berkumpul di taman sekolah. Wajah mereka tegang dan tampak sedang merencanakan sesuatu. Aisyah penasaran dan diam-diam menguping pembicaraan mereka.
"Kita harus balas dendam ke Aisyah!" bisik Dara. "Dia kan yang membuat Kakek Min terkenal dan membuat kita malu!"
Aisyah tercengang. Ia tak
menyangka Dara masih menyimpan dendam. Rasa takut dan khawatir menyelimuti
hatinya. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan.
Aisyah tak bisa tidur nyenyak malam itu. Kata-kata Dara masih terus melintas di pikirannya. Ia takut
Dara dan gengnya akan menyakitinya. Ia tak ingin Kakeknya khawatir, ia memutuskan untuk merahasiakannya.
Keesokan harinya, Aisyah
berangkat sekolah dengan perasaan gelisah. Ia terus melihat ke sekelilingnya,
takut Dara dan gengnya akan menyerangnya. Sepanjang hari, ia tak bisa fokus
belajar. Ia hanya bisa memikirkan keselamatannya.
Saat pulang sekolah, Aisyah dikejutkan oleh Dara dan gengnya yang mencegatnya di lorong sekolah.
Aisyah berusaha tetap tenang
dan berusaha berani menghadapi mereka.
"Apa yang kalian
mau?" tanya Aisyah dengan suara tegas.
Dara maju selangkah,
mengarahkan telunjuknya ke dahi Aisyah dengan penuh amarah. "Aku ingin
kamu dan Kakekmu minta maaf kepada kami !" bentaknya.
Aisyah menepis telunjuk Dara
yang masih menempel di dahinya. "Aku tidak akan minta maaf atas sesuatu
yang tidak kulakukan," jawabnya lantang.
Tiba-tiba, Kakek Min muncul di
ujung lorong. "Ada apa ini?" tanya Kakek Min dengan suara tegas.
Dara dan gengnya terdiam,
ketakutan. kakek Min mendekati Aisyah dan menepuk pundaknya dengan penuh kasih
sayang.
"Jangan takut, Nak,"
kata Kakek Min. "Kebenaran akan selalu melindungimu."
Kakek
Min kemudian berbicara kepada Dara dan gengnya dengan tenang. "Kalian
boleh tidak menyukai saya, tapi jangan pernah ganggu Aisyah atau siapapun.
Kalian juga harus belajar untuk menghargai orang lain," kata Kakek Min
dengan penuh wibawa.
Dara tertunduk malu. Ia mulai menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepada Aisyah dan Kakek Min.
Sejak hari itu, Dara dan gengnya berubah menjadi lebih baik. Mereka tidak lagi membully orang lain dan mulai membantu menjaga kebersihan sekolah. Aisyah dan kakek Min pun kembali hidup dengan tenang dan bahagia.
Cerita sukses Kakek Min dan
Aisyah menjadi viral di media sosial. Banyak orang yang terinspirasi oleh
perjuangan mereka. Beberapa sekolah di kota lain mulai mengikuti jejak mereka
dengan membuat program untuk menjaga kebersihan dan keindahan taman sekolah.
Aisyah dan kakeknya diundang untuk menjadi pembicara di berbagai seminar dan konferensi tentang lingkungan hidup. Mereka berbagi pengalaman dan tips tentang bagaimana menjaga lingkungan dan alam sekitar.
Kakek Min dan Aisyah adalah contoh nyata bahwa setiap orang memiliki potensi untuk membuat perubahan positif di dunia. Dengan tekad, kerja sama, kegigihan kita dapat mencapai apa pun yang kita inginkan.
Di taman sekolah, di bawah
naungan pohon kelor yang rindang, kakek Min dan Aisyah duduk bersama menikmati
sepoi angin. Daun kelor yang rimbun berayun kesana-kemari seolah membawa pesan
"Teruslah berjuang, Nak. Kebaikan akan selalu menang."
"Terima kasih, Daun Kelor," bisik Aisyah. "Kau telah mengajari kami arti sebuah perjuangan.
Seiring berjalannya waktu,
Aisyah tumbuh menjadi gadis yang cerdas dan berprestasi. Ia tak hanya fokus
pada pelajaran di sekolah, tapi juga aktif dalam kegiatan sosial dan lingkungan
hidup. Ia terinspirasi oleh kakeknya yang tulus dalam bekerja dan melakukan
perubahan positif untuk sekitar.
Suatu hari, Aisyah mendapat
kesempatan untuk mengikuti program pertukaran pelajar ke luar negeri. Ia senang
dan antusias, tapi ia juga sedih karena harus meninggalkan kakeknya.
"Kek,
Aisyah diterima di program pertukaran pelajar," kata Aisyah dengan mata
berkaca-kaca.
Kakek Min tersenyum. "Itu
berita bagus, Nak. Kakek bangga padamu."
"Tapi, Aisyah sedih harus
meninggalkan Kakek," kata Aisyah lirih.
Kakek Min mengusap rambut
Aisyah dengan penuh kasih sayang. "Kakek akan selalu ada di sini. Jangan
lupakan mimpimu, Nak. Teruslah berjuang dan buatlah dunia menjadi lebih
baik."
Aisyah mengangguk. Ia berjanji pada kakek Min bahwa ia akan terus belajar dan berkarya untuk membuat dunia menjadi lebih baik.
Aisyah berangkat ke luar negeri
dengan semangat tinggi. Ia belajar banyak hal baru di sana, bertemu dengan
orang-orang dari berbagai negara, dan menjalin persahabatan yang erat.
Aisyah tak lupa dengan pesan Kakek Min. Ia selalu berusaha untuk menyebarkan kebaikan dan ketulusan dimanapun ia berada. Ia terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan lingkungan hidup, dan tak segan-segan untuk membantu orang lain yang membutuhkan.
Setelah beberapa tahun, Aisyah
kembali ke Indonesia. Ia membawa banyak pengalaman dan pengetahuan baru. Ia tak
sabar untuk bertemu dengan kakeknya dan berbagi cerita tentang petualangannya.
Aisyah bergegas
ke rumah kakek Min. Sesampainya di sana, ia melihat kakek Min sedang duduk di
teras dengan senyum sumringah.
"Kek!"
teriak Aisyah dengan bahagia.s
Kakek Min
menyambut Aisyah dengan pelukan hangat. "Aisyah, kau sudah kembali,"
kata kakek Min dengan suara bergetar.
Aisyah
menceritakan semua pengalamannya kepada kakek Min. Kakek Min mendengarkan
dengan penuh perhatian. Ia bangga dengan Aisyah yang telah tumbuh menjadi
perempuan yang mandiri dan penuh
semangat.
Aisyah tak ingin berhenti di situ. Ia ingin menularkan semangat kebaikan dan ketulusan kepada generasi muda. Ia mendirikan sebuah yayasan yang fokus pada pendidikan dan pengembangan karakter anak-anak.
Yayasan Aisyah memberikan pelatihan kepada anak-anak tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan hidup. Anak-anak diajarkan untuk menjadi pahlawan kebersihan di lingkungan mereka.
Di taman sekolah, di bawah
naungan pohon kelor yang rindang, bisikan daun kelor terus terdengar. Bisikan
itu membawa pesan tentang kebaikan, ketulusan, dan keberanian yang tak
terhingga.
Kehidupan Aisyah dan kakek Min berjalan damai. Aisyah rutin mengunjungi sekolah lamanya, memberikan pelatihan dan seminar kepada para siswa tentang kebersihan lingkungan. Suatu hari, saat berkunjung, Aisyah mendengar kabar yang kurang menyenangkan.
"Ada rencana pembangunan
pusat perbelanjaan di sebelah sekolah," ujar Bu Ratna, guru Aisyah dulu.
"Taman sekolah terancam digusur."
Aisyah terkejut. Taman sekolah
itu bukanlah sekadar tempat bermain. Di sana, kakek Min selama bertahun-tahun
menanam berbagai tanaman obat dan sayur yang bermanfaat bagi siswa dan warga
sekitar. Taman itu juga menjadi ruang terbuka hijau yang langka di tengah kota
yang padat.
Aisyah langsung menemui kakek Min.
Mereka berdiskusi dan
memikirkan cara untuk menyelamatkan taman sekolah. Aisyah teringat
pengalamannya di luar negeri, di mana masyarakat berjuang mempertahankan ruang
terbuka hijau di kawasan pemukiman.
"Kek, kita harus
mengumpulkan dukungan masyarakat," kata Aisyah. "Kita perlu berjuang
agar taman sekolah tetap ada."
Kakek Min mengangguk setuju.
"Tapi bagaimana caranya, Nak? Kakek tak pandai bicara di depan banyak
orang."
Aisyah tersenyum. "Kakek
tak perlu khawatir. Aisyah akan membantu kakek."
Aisyah berinisiatif membuat petisi online untuk menyelamatkan taman sekolah. Ia bekerja sama dengan teman-temannya dan para alumni untuk menyebarkan petisi tersebut. Mereka juga mengadakan pengumpulan tanda tangan di depan sekolah, serta menggelar pameran tanaman obat dan sayur yang ditanam di taman.
Media massa pun tertarik dengan
gerakan Aisyah dan para siswa. Mereka meliput aksi tersebut dan mengangkat
pentingnya ruang terbuka hijau bagi kesehatan dan pendidikan.
Gerakan penyelamatan taman sekolah Aisyah mendapat dukungan luas dari masyarakat. Para orang tua siswa, warga sekitar, dan pegiat lingkungan hidup ikut bersuara. Mereka berpendapat bahwa taman sekolah lebih bermanfaat daripada pusat perbelanjaan.
Menanggapi masifnya dukungan
masyarakat, pihak developer pembangunan pun mulai goyah. Mereka khawatir citra
perusahaan akan tercoreng jika tetap memaksakan pembangunan.
Setelah melalui serangkaian diskusi dan negosiasi, akhirnya tercapailah kesepakatan. Pihak developer mengubah rencana pembangunan. Pusat perbelanjaan akan dibangun di lokasi lain, sedangkan taman sekolah akan diperluas dan dipercantik.
Aisyah dan para siswa bersorak
sorai mendengar kabar tersebut. Kakek Min tersenyum lega dan bangga melihat
cucunya berhasil menyelamatkan taman sekolah.
Berita kemenangan Aisyah dan para siswa tersebar luas. Mereka diundang ke berbagai acara untuk berbagi pengalaman tentang gerakan penyelamatan taman.
Aisyah tak hanya fokus kampanye di sekolahnya. Ia dan yayasannya mulai merambah ke sekolah-sekolah lain. Aisyah dan teman-temannya menjadi duta lingkungan yang menginspirasi banyak orang. Berkat gerakan yang dilakukan Aisyah, semakin banyak sekolah yang peduli terhadap lingkungan hidup. Para siswa berinisiatif mendirikan bank sampah, membuat kebun sekolah, dan mengadakan kampanye kebersihan lingkungan.
Dari
kejauhan daun kelor yang rimbun berhembus seolah ikut bahagia melihat semangat
para generasi muda yang bercita-cita menjaga bumi.
Penulis adalah Siswa SMA N 1 Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara
0 Komentar