Hari ini adalah hari yang akan terasa panjang bagiku bersama ayahku. Kami memutuskan untuk pergi ke puncak Burni Telong yang berada di Kabupaten Bener Meriah, sebagai perayaan ulang tahunku yang ke-15. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai post 3 adalah 4-5 jam, bahkan bias memakan waktu 8 jam kalau sedang musim hujan. Hari sebelum pendakian, aku sudah mempersiapkan barang-barang yang diperlukan selama pendakian.
Di basecamp Burni Telong, kami mengecek kembali barang-barang untuk memastikan apakah sudah lengkap atau belum. Sebelum memulai pendakian, ayah memberikan informasi mengenai aturan yang harus kami patuhi, seperti tidak membuang sampah sembarangan, menjaga kebersihan, dan tidak berkata yang tidak baik. Kemudian, ayah mulai memimpin doa. "Sebelum mendaki, agar kita diberi kelancaran, mari kita berdoa dulu," kami khusyuk dalam memanjatkan doa agar diberi keselamatan, dan setelah selesai, kami pun berjalan beriringan.
Langkah demi langkah kami susuri melintasi perkebunan kopi warga memasuki jalur pintu rimba, dimana ini adalah awal kami memasuki hutan belantara yang masih asri dengan pepohonan yang menyelimuti bumi. Tak terasa sudah sampai di post satu, kami memutuskan untuk istirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Di sana banyak pendaki yang sedang beristirahat. Aku berkenalan dengan salah satu pendaki yang ternyata berasal dari kota yang sama denganku, namanya Fatih, dan dia adalah porter gunung Burni Telong. Kami berbincang-bincang sambil memakan nasi bungkus yang dibeli di basecamp. Setelah siap makan, kami pun melanjuti perjalanan.
Trek menuju post dua lebih menantang dari jalur yang kami lalui sebelumnya dan terasa sangat menguras tenaga, sebab jalan yang dilewati sudah dipenuhi akar-akar pohon dan mulai menanjak. Kami memutuskan untuk istirahat lagi karena jika dipaksa jalan, tenaga akan cepat habis, dan kami tak sanggup melanjuti perjalanan.
Setelah istirahat sejenak di antara post satu dan post dua, kami merasa lebih bugar dan siap melanjutkan perjalanan ke titik post dua. Langit di atas kami tampak begitu luas, dipenuhi awan putih yang bergerak perlahan. Aku memandang sekeliling, hamparan pepohonan hijau membentang sejauh mata memandang, dan udara segar gunung membuat perjalanan ini semakin menyenangkan.
Kami melanjutkan pendakian dengan langkah hati-hati, menyusuri jalur yang semakin menanjak. Ayah selalu ada di depan, memimpin jalannya dengan penuh kehati-hatian. Aku, yang mengikuti di belakangnya, mencoba untuk tetap berada dalam irama langkahnya. Selama perjalanan, kami berdua terus berkomunikasi dan berbagi cerita.
Ketika kami mendekati post dua, kelelahan mulai terasa. Rasanya seperti semua otot tubuhku telah bekerja keras untuk mencapai titik ini. Kami mencari tempat yang nyaman untuk duduk, melepaskan beban ransel, dan meresapi keindahan alam di sekitar. Post dua memberikan pemandangan yang luar biasa, gunung-gunung menjulang tinggi, dan lembah yang terhampar di bawahnya.
Bersama Fatih, porter gunung yang kami temui
di post satu, kami kembali berbincang-bincang. Dia menceritakan pengalamannya
sebagai porter dan bagaimana kehidupan di gunung membentuk kepribadian dan
ketangguhannya. Kami belajar banyak dari cerita-ceritanya, dan hubungan di
antara kami menjadi semakin erat.
Baca Juga:Aku, Juara, dan Semangatku
Setelah istirahat yang cukup, kami melanjutkan pendakian menuju post tiga. Jalur semakin sulit dan menantang, tetapi semangat untuk mencapai puncak membakar semangat kami. Ayah terus memberikan dorongan dan motivasi, mengingatkan bahwa setiap langkah yang diambil membawa kita lebih dekat kepada impian kita.
Perjalanan ini bukan hanya tentang mencapai puncak Burni Telong, tetapi juga tentang perjalanan bersama ayah, tentang kebersamaan, kekuatan, dan semangat untuk menghadapi tantangan. Kami yakin bahwa setiap langkah yang kami ambil membawa makna dan pelajaran berharga dalam perjalanan hidup kami.
Dengan semangat yang membara, kami melanjutkan perjalanan menuju post tiga. Setiap langkah terasa berat, namun keindahan alam di sekitar dan tekad untuk mencapai puncak terus mendorong kami maju. Angin gunung yang sejuk menyegarkan wajah kami, memberikan semangat baru untuk terus melangkah.
Di perjalanan menuju post tiga, kami melewati rintangan-rintangan alam yang menuntut ketangguhan dan kehati-hatian. Ayah terus memberikan petunjuk dan bimbingan, memastikan kami selalu aman dalam setiap langkah. Pemandangan semakin dramatis, dan kami dapat merasakan kebesaran alam yang mengelilingi kami.
Ketika akhirnya kami tiba di post tiga, perasaan kemenangan dan kebahagiaan menyelimuti hati kami. Puncak Burni Telong terlihat begitu dekat, dan itu memberikan semangat baru untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak tertinggi. Kami menemukan tempat yang nyaman untuk berkumpul, berbagi cerita, dan menikmati makanan yang kami bawa.
Fatih, sang porter, kembali menjadi bagian dari percakapan kami. Dia memberikan tips dan saran berharga untuk menghadapi jalur sulit yang akan kami hadapi di perjalanan selanjutnya. Rasa persaudaraan di antara kami semakin kuat, dan kami merasa beruntung dapat berbagi momen indah ini bersama-sama.
Baca Juga: Aku, Temanku, dan Keluarga Idamanku
Malam pun tiba, dan kami memutuskan untuk bermalam di post tiga. Api unggun kecil kami nyalakan untuk menghangatkan malam yang dingin. Di bawah langit penuh bintang, kami berbagi cerita, tertawa, dan merenungkan perjalanan yang telah kami lalui. Suara angin yang berbisik dan gemuruh gunung di kejauhan menambah kesakralan momen ini
Keesokan harinya, kami melanjutkan pendakian menuju puncak Burni Telong. Setiap langkah yang diambil membawa kami lebih dekat kepada pencapaian tujuan. Dengan semangat yang tak kenal lelah, kami menaklukkan setiap rintangan dan akhirnya tiba di puncak. Pemandangan dari atas sana begitu memukau, menggambarkan kebesaran alam dan kekuatan yang ada dalam diri kami.
Perjalanan pulang pun dimulai, namun hati ini
penuh dengan kenangan indah. Pendakian ini bukan hanya meninggalkan jejak di
puncak Burni Telong, tetapi juga meninggalkan jejak dalam perjalanan hidup
kami. Saling percaya, kebersamaan, dan semangat untuk menghadapi tantangan
menjadi bekal berharga yang kami bawa pulang.
Penulis adalah Siswa Kelas XI- 1 Unggul SMA Negeri 1 Lhokseumawe
0 Komentar