Siapkah Guru di Tengah Derasnya Arus Kecerdasan Artifisial Intelegensi

 

Oleh Mukhlis, S.Pd., M.Pd . 

Hidup di zaman serba canggih membutuhkan berbagai kesiapan untuk mempertahankan diri. Pertahanan itu tidak datang dengan sendirinya, akan tetapi membutuhkan kesiapan yang matang. Hal ini tidak luput dari kehidupan seorang guru. Menjadi guru adalah sebuah tugas mulia yang diinginkan oleh semua orang. Walaupun dinginkan semua orang , akan tetapi tidak semua hal itu dapat terwujud. Menjadi seorang guru harus siap dalam segala hal terutama dalam bersikap, bertidak dan mengambil kebijakan. 

Zaman dahulu siapa saja yang mampu mengirimkan informasi dalam bentuk konsep dan ketrampilan kepada peserta didi sudah dianggap guru. Diksi guru pada zaman tersebut memiliki makna yang sangat luas. Sesuai  dengan perkembangan zaman hal tersebut mengalami penyempitan makna. Dengan kata lain makna guru mengalami perubahan nilai rasa dalam kehidupan masyarakat. 

Baca Juga:Lomba Mendongeng Wadah Literasi Unik

Mengingat hal di atas telah mengalami pergeseran makna, maka istilah guru diberikan kepada orang yang telah menempuh pendidikan keguruan. Lama masa belajar sangat ditentukan oleh bidang disiplin ilmu yang diambil atau tergantung pada predikat yang ingin dicapai di  perguruan tinggi. Intinya guru yang telah menempuh masa pendidikan sesuai dengan aturan yang berlaku tentunya sudah memiliki izin untuk mengajar setiap jenjang yang telah diatur. 

Setiap guru yang diproduksi oleh perguruan tinggi atau sekolah tinggi tentunya sudah layak dianggap untuk mengampu mata pelajaran sesuai dengan bidang yang telah dipelajari di perguruan tinggi atau sekolah tinggi tersebut.

Pertanyaan yang muncul adalah mampukah guru-guru sekarang mengajar di tengah generasi Z  yang penuh dengan kecerdasan Artifisial  Inteligensi ( AI) . Kecerdasan Buatan, seperti kepanjangan  Artificial Intelligence ( AI), merupakan teknologi yang dirancang untuk membuat sistem komputer mampu meniru kemampuan intelektual manusia. AI memungkinkan komputer untuk belajar dari pengalaman, mengidentifikasi pola, membuat keputusan, dan menyelesaikan tugas-tugas kompleks dengan cepat dan efisien. (stekom.ac.id diakses 2 November 2023)

Kutipan di atas menunjukan  bahwa Kecerdasan Artificial Intelligence ( AI) adalah sebuah produk teknologi yang dihasilkan dari kecerdasan yang dimiliki oleh manusia. Teknologi dilahirkan  dengan mengadopsi  sistem kemampuan berpikir manusia dalam aplikasi komputer. Tentunya hal ini akan memunculkan minimalisasi tingkat kehadiran manusia dalam segala bidang terutama dalam bidang pembelajaran. 

Dalam bidang pembelajaran, teknologi mampu menghasilkan segala produk pembelajaran yang dulu dilakukan oleh manusia terutama guru dalam waktu yang lama. Berkat Kecerdasan Artificial Intelligence ( AI) Hal tersebut lebih mudah dilaksanakan dan dapat menghemat waku untuk contoh-contoh produk pembelajaran sudah banyak beredar dalam kehidupan belajar, baik guru maupun peserta didik.


Kesiapan Guru dalam Bidang Teknologi

Adapun fungsi- fungsi yang harus dimiliki oleh guru adalah sebagai mediator , fasilitator, administrator, pendidik , pembina dan pelatih. Sebagai mediator guru harus mampu menyiapkan diri dengan pengetahuan yang mumpuni tentang tatacara melakukan mediasi dalam proses pembelajaran. mediasi yang dimaksud adalah sebuah jembatan yang dibangun oleh guru untuk membantu peserta didik dalam memahami konsep+ konsep informasi yang berhubungan dengan disiplin ilmu yang dikuasi.  

Selanjutnya yang paling berperan dari guru adalah fungsi fasilitator dalam pembelajaran. Artinya guru bukan hanya sebagai satu -satunya media pembelajaran namum merupakan salah satu dari media yang ada. Sebagai fasilitator tentunya guru menggunakan media informasi sebagai penghubung yang tepat. Media informasi yang ada saat ini sudah diramu sedemikian rupa dalam bentuk teknologi yang canggih. 

Selanjutnya, setiap guru diwajibkan menguasai teknologi terutama berhubungan dengan aplikasi pembelajaran. Untuk memahami aplikasi tersebut guru dituntut harus menyiapkan diri sejak dini. Artinya, guru harus maju selangkah daripada peserta didik dalam penguasaan aplikasi pembelajaran yang kian hari kian berubah. 

Mengingat faktor usia dan tingkat melek informasi yang berlaku selama ini peserta didik lebih maju selangkah dalam memahami aplikasi. Jikapun demikian sebaiknya antara guru dan peserta dik ada keseimbangan dalam penguasaan teknologi dan informatika   agar kecerdasan Kecerdasan Artificial Intelligence ( AI) Bisa berlaku  secara  seimbang. 

Sebagai fasilitator guru dituntut harus memahami fitur --fitur teknologi yang berhubungan dengan kecerdasan Kecerdasan Artificial Intelligence ( AI). Fitur fitur tersebut semakin hari semakin berkembang sehingga membutuhkan suatu sikap perubahan dari para guru. Hal ini berlaku pada semua guru dan yang mengajar pada semua jenjang pendidikan. Penguasaan teknologi dan informasi khususnya pada fungsi fasilitator menjadikan guru lebih berdaya guna dalam menghadapi perubahan zaman. 


Kesiapan Guru dalam Bersikap  

Sebagai pembina dalam ruang pembelajaran, guru harus menyiapkan diri lebih fleksibel dalam mengelola dan menghadapi peserta didik. Fleksibel artinya tidak kaku serta mau menerima perubahan yang ada. 

Perubahan tersebut   berupa perubahan sikap dari peserta didik dan perubahan informasi. Berkaitan dengan perubahan sikap peserta didik, guru harus memahami bahwa peserta didik pada generasi Z telah dipengaruhi oleh arus informasi yang begitu deras, sehingga akan tampak sikap --sikap    di luar kebiasaan . Untuk menghadapi perubahan tersebut guru harus betul -betul siap dan bisa beradaptasi serta memberikan pengarahan, sehingga memunculkan sikap --sikap positif dalam konteks kehidupan siswa. 

Sikap-sikap positif dari guru sebagai fasilitator, mediator, dan administrator dalam pembelajaran harus dapat dijadikan sebagai referensi peserta diki dalam bersikap dan bertindak. 

Hal ini dapat dilihat dari cara berbicara, berpakaian dan menjalin hubungan sosial baik sesama guru, maupun dengan peserta didik. Sikap yang dimunculkan oleh guru tersebut tidak boleh kontraproduktif dengan kondisi normatif dalam kehidupan masyarakat. 

Misalanya di sekolah ada aturan yang menghendaki para guru tidak boleh merokok di lingkungan sekolah.  Namun sebagai renungan  masih terdapat guru yang melakukan hal tersebut. Hal ini memunculkan kontroversi di antara peserta didik dan para pengambil kebijakan aturan sekolah. 

Selanjutnya, jika sekolah menghendaki tidak boleh ada sikap bullying di sekolah , maka seorang guru harus menjadikan diri sebagai contoh baik dalam hal ini. Selama ini  hal tersebut  luput dari perhatian para guru. 

Buktinya masih banyak guru yang melakukan tindakan bullying kepada peserta didik dengan menggunakan bahasa verbal sebagai media. Ada kelucuan yang luar biasa muncul pada saat kampanye agar tidak adanya sikap bullying , akan tetapi   pada saat sosialisasi sikap sikap tersebut muncul melalui penggunaan bahasa verbal. 


Kesiapan dalam Pengambilan Putusan 

Dalam pengambilan sebuah keputusan seorang guru yang baik selalu melakukan  melalui musyawarah. Hal ini dilakukan agar tidak memunculkan perihal lain yang mengarah kepada tidak adil dan menzalimi peserta didik. Keputusan yang diambil dapat berupa kesepakatan atau kontrak belajar dengan siswa. 

Kontrak belajar dapat dilakukan secara transparan di awal pembelajaran. Kontrak ini berisi resiko dan ganjaran terhadap ke dua belah pihak dalam menjalan proses pembelajaran. Sebagai guru yang baik akan selalu menjadikan diri sebagai contoh, namun bukan menunjuk pada contoh. 

Keputusan yang telah diambil bersama mengenai proses pembelajaran harus dijalankan secara konsisten dan komitmen antara peserta dididik dan guru. Pelaksanaan keputusan tersebut merupakan sebuah hubungan partner antara guru dan peserta didik. Sama-sama menerima kebaikan dan sama sama juga menerima risiko apabila terjadi pelanggaran. 



Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar