Oleh : Marzuki Umar
Kata
"mendongeng" termasuk salah satu aktivitas yang dijalankan oleh para
kakek- nenek atau indatu kita tempo dulu. Tujuannya, di samping untuk menghibur
sang cucu dan cicitnya, sambil becerita dapat menunjuki beberapa petuah yang
terkandung dalam cerita yang disampaikannya. Kegiatan penglipur lara ini hampir
setiap hari dilakukan, terutama menjelang mereka tidur. Bahkan, prosesi
pendongengan ini terus saja bergulir hampir setiap daerah dan tempat
tinggalnya. Dengan begitu, para cucu dan cicitnya bukan saja mendapat hiburan
tetapi juga memperoleh sedikit wejangan yang berharga demi masa depannya.
Dewasa
ini mendongeng kedengarannya kian tabu. Bahkan, hal dimaksud sudah sirna sama
sekali. Hal ini bukan saja di perkotaan tetapi juga di pedesaan yang begitu
kelam. Para orang tua sepertinya tidak mewarisi atau kian enggan mengungkapkan
"petuah kuno" tersebut kepada sang buah hatinya itu. Dalam
firasatnya, bila hal ini dilakukan seolah-olah kiat kampungan yang disemat
kepada anak-anaknya. Lantas ..., mengapa perasaan itu terbungkam sehingga
mendongeng tidak lagi dijadikan salah satu solusi mengubah karakter sang
generasi? Setidaknya ada dua latar yang membuat kondisi mendongeng tidak
berlanjut. Pertama, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah dapat mengubah peradaban dan cara pandang pada
diri orang tua. Hal tersebut dianggap tidak relevan lagi dengan perkembangan
masa kini. Kedua, para regenerasi
tidak lagi mengonsumsi cerita dari mulut ke mulut itu, yang membuat telinganya
mendengung. Mereka lebih suka melahap apa saja yang terdapat di dalam ponsel
yang begitu menggodanya walau kadang kala dapat membuat matanya lelah atau
rusak. Apalagi beragam film anak-anak dan permainan yang menyentuh jiwa mereka.
Konon, tayangan layar androit pun dengan sengaja dan terbuka lebar dipertontonkan
orang tuanya kepada sang generasi sejak masih bayi.
Rasanya,
upaya mengubah tata laksana kehidupan anak selama ini begitu sulit. Hal itu
bukan saja bagi mereka yang belum di antar ke lembaga pendidikan. Namun,
kesulitan membahana juga sungguh payah dilakukan bagi mereka yang sedang di
bangku pelajaran. Beragam polah-tingkah dapat kita temukan pada diri mereka.
Hal tersebut dapat kita perhatikan di dalam keseharian, kondisi memprihatinkan
ini bukan saja meresahkan guru di sekolah tetapi juga orang tuanya.
Baca Juga:Kepribadian Guru dan Kecerdasan Artifisial Intelegensi (AI)
Muchlas
Samani dan Hariyanto di dalam bukunya "Konsep dan Model Pendidikan
Karakter" (2011) melalui mukaddimahnya menandaskan bahwa: "...andai
pendidikan kita secara konsisten mengajarkan karakter kepada seluruh anak-anak
penerus bangsa ini sejak Indonesia merdeka sampai sekarang, mungkin istilah
korupsi dan kerusakan moral akan menjadi istilah asing di Bumi Pertiwi ini.
Andai secara konsisten pendidikan karakter diimplementasikan secara formal,
secara nonformal, maupun secara informal dalam lingkup keluarga, sepanjang
kehidupan anak, sejak kecil sampai dewasa, mungkin tidak perlu ibu-ibu yang
merasa malu karena anaknya menjadi koruptor besar, pembohong rakyat, penjahat
besar, pengkhianat bangsa, dan sejenisnya".
Begitu
besar dan krusial peranan pendidikan bagi anak sejak kecil sebagaimana
dipaparkan oleh kedua tokoh penulis tersebut. Adapun pendidikan pertama dan
utama yang dapat membawa sang generasi ini ke arah yang lebih bermartabat menurut
tokoh agama ini adalah pendidikan informal di rumah tangga yang dilakoni oleh
orang tuanya. Berarti, salah satu kiat yang dapat dilakukan sesuai dengan
falsafah hidup kedua tokoh di atas adalah melalui mendongeng seperti usaha para
leluhur tempo dulu.
Menindaklanjuti
keadaban yang pernah ditumbuhkembangkan para nenek moyang dahulu, langkah apa
yang dapat ditempuh untuk membangkitkan kembali inisiasi tersebut? Mungkinkah
dengan mendongeng akan dapat mendongkrak semangat juang sang generasi mengambil
nilai-nilai di dalamnya? Manfaat apa sajakah yang dapat ditimbulkan melalui
mendongeng itu? Nah ..., jika ditilik lebih lanjut, mungkin masih banyak
pertanyaan lainnya yang muncul terkait dengan mendongeng ini. Jawaban demi
jawaban atas pertanyaan di atas dapat disimak dalam sajian berikut ini.
Mendongeng
yang dalam bahasa asing disebut "Telling Story" adalah menceritakan
dongeng kepada orang lain. Misalnya dari ibu kepada anaknya, dari kakak kepada
adiknya, (KBBI). Tujuannya adalah selain menghibur juga dapat memberi nasihat
yang menyentuh kepada yang mendengarnya. Sekalipun isinya adalah kisah yang
tidak pernah terjadi atau hanya bersifat khayalan belaka, tetapi dengannya dapat
berguna bagi kehidupan. Untuk itu, pelestariannya sangat layak dilaksanakan,
terutama bagi jalur pendidikan rendah.
Menyikapi
tujuan sebagaimana dijelaskan di atas, maka salah satu strategi pelestarian
mendongeng adalah dengan mengadakan lomba bercerita (mendongeng). Untuk itu,
pihak lembaga "Perpustakaan" Kabupaten Bireuen, yang saat ini
dinakhodai oleh sosok ahli bidang mesin, Bapak Drs. M. Nasir, M.Pd. kembali
merajut kreasi melalui Kabag. Perpustakaan. Adapun kreasi dimaksud adalah lomba
mendongeng tingkat SD/MI se-Kabupaten Bireuen. Ajang kreasi ini dilaksanakan di
Aula Setdakab Bireuen, Selasa 31 Oktober 2023.
Ketua
panitia pelaksana lomba, Ibu Dra. Hanifah, Kepala Bidang Perpustakaan, dalam
laporannya menyampaikan bahwa pelaksanaan lomba telling story merupakan sub-kegiatan "Pemberian Penghargaan Gerakan
Budaya Membaca Tahun Anggaran 2023". Lomba mendongeng ini mengasung tema:
"Membangun anak Indonesia gemar membaca serta menumbuhkan karakter bangsa
melalui kecintaan terhadap budaya lokal". Tujuannya adalah: a.
Menumbuhkembangkan kegemaran membaca sejak usia dini melalui berbagai bacaan
dan media. b. Menumbuhkembangkan kecintaan akan budaya nusantara, khususnya
budaya lokal melalui minat baca buku-buku cerita budaya lokal. 3) Menjadikan
perpustakaan sebagai wahana hiburan literasi bagi anak-anak sejak usia dini. Ajang
bergengsi ini pada pendaftarannya diikuti oleh 23 orang peserta tapi karena
satu dan lain hal, lomba ini hanya dilakoni oleh 19 peserta saja. Adapun
peserta dimaksud adalah : 1) Faizul Mubarak UPTD SD Negeri 10 Juli, 2) Nyak
Putro Saloom UPTD SD Negeri 7 Juli, 3) Tsamara Jannatu Saugiya UPTD SD Negeri 3
Percontohan, 4) Nurul Najwa UPTD SD Negeri 8 Bireuen, 5) Putri Nabila UPTD SD Negeri
5 Peusangan, 6) Asyifatul Haifa MIN 44 Bireuen (Jeumpa), 7) Syifaul Muna MIN 2
Bireuen (Jangka), 8) Muhammad Ihsan MIN 52 Bireuen (Peusangan), 9) Afika Zahira
MIN 21 Bireuen (Jeumpa) 10) Alifa Ilhamna MIN 1 Bireuen (Peusangan), 11) Putri
Inayatillah MIN 35 Bireuen (Jangka), 12) Mecya Mahira UPTD SD Negeri 11 Juli, 13) Kamila
Ulfa MIN 50 Bireuen, 14) Yusuf Febriansyah UPTD SD Negeri 21 Bireuen, 15) Kanza
Raihana Ys. SD Azkia Bireuen, 16) Syadza Ifra Sobia SD 17 Al Fatih Peusangan, 17)
Muhammad Arkan Azmir SD Sabir Bireuen, 18) Afiqatul Mahira MIN 26 Bireuen, dan 19) Tsaurayya Khayyirah SD Sukma Bangsa
Bireuen.
Selanjutnya, orang nomor satu Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Bireuen ini, Bapak Drs. M. Nasir, M.Pd.
dalam orasinya menyatakan bahwa "Kemampuan membaca merupakan faktor
penting dalam mengembangkan wawasan, pola pikir, dan pemahaman terhadap konteks
kehidupan masyarakat. Upaya pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui
tiga jalur, yaitu keluarga, satuan pendidikabn, dan masyarakat sebagaimana
tertuang dalam UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab XIII pasal 48 ayat
1". Lebih lanjut beliau menandaskan akibat banyaknya permainan dan hiburan
melalui media elektronik maka kegemaran membaca anak terkendala. Oleh karenaa
itu, beliau meminta seluruh pihak agat terlibat langsung memotivasi anak untuk
gemar membaca, yang nantinya akan menjadi aset dalam membangun Kabupaten
Bireuen di masa mendatang.
Selain
itu, sosok yang telah melanglang buana ke berbagai daerah melalui jalur
pendidikan ini menggarisbawahi bahwa melalui lomba bercerita ini akan dapat
membantu pembentukan pribadi dan moral anak. Bahkan, dengannya akan dapat
mengasah imajinasi anak, mengembangkan kemampuan berbahasa, memotivasi minat
baca, serta mengembangkan kesadaran beragama bagi anak-anak. Sehingga, ke depan
ada di antara paeserta lomba yang mampu menulis cerita tentang asal-muasal nama
Bireuen misalnya, dan lain-lain. Cerita-cerita tersebut dapat berbentuk fabel,
legenda, mite, sage, parabel, dan penggeli hati.
Keunikan
Mendongeng
Mendongeng merupakan bagian
daripada literasi. Mengapa demikian?
Dapat kita pahami bersama bahwa dongeng itu termasuk salah satu jenis sastra
dalam lingkup prosa lama. Kalaulah dahulu dongeng ini hanya disampaikan dari mulut
ke.mulut, saat ini cerita tersebut kian diawetkan oleh para penulis, sehingga
dapat kita temukan dalam bentuk buku
yang dibakukan dalam kumpulan atau antologi cerita. Henry Guntur Tarigan (1985)
dalam bukunya "Dasar-dasar Psikosastra" mengungkapkan bahwa "Perlu
disadari benar pengalaman sastra itu selalu berdimensi ganda, karena melibatkan
buku dan pembaca (dalam sastra tulis) atau pencerita dan penyimak (dalam sastra
lisan)". Jelasnya, tidak mungkin seseorang (sang pelajar) dapat mendongeng
apabila tidak diawali dengan membaca cerita dongeng tersebut. Inilah yang
dimaksudkan kegiatan mendongeng termasuk dalam lingkup literasi. Mendongeng dapat dikategorikan dalam
aktivitas yang khas, yang berbeda dengan aktivitas-aktivitas lainnya. Hal itu
dikarenakan dalam menyampaikannya harus mengikuti performa sang tokoh, alur,
dan sisi cerita yang terdapat di dalam cerita yang didongengkan. Tentu,
pendongeng (para pelajar) perlu menjalani proses yang panjang, sehingga dia
mampu melakonkan isi cerita persis yang terdapat di dalam cerita tersebut. Pertama, mereka musti menggiatkan diri
dalam literasi, yang diawali dengan membaca secara totalitas cerita-cerita yang
diinginkannya. Kedua, para pecinta
dongeng ini sejatinya memperhatikan vokal sesuai langgam atau dialek sang tokoh cerita,
mimik, dan pantomimik yang wajib dijalani saat mendongeng yang sejalan dengan
performa sang tokohnya. Ketiga, sang pendongeng
(para pelajar) sedianya dia lebih teliti terhadap properti sebagai alat bantu
relevan yang digunakan sang tokoh cerita, sehingga ceritanya lebih hidup. Keempat, latihan yang kontinu. Latihan
ini tidak hanya satu dua kali, tetapi prosesnya perlu dilakoni berulang kali,
bahkan berhari dan tidak tertutp kemungkinan sampai berbulan lamanya. Oleh
karena itu, ketekunan, ketelitian, kesabaran, kesempatan, dan keseriusan mutlak
harus dikolaborasikan di dalam jiwa murid atau pelajar yang akan mendongeng.
Itulah beberapa keunikan yang musti dipelajari dan didramatisasikan oleh
peserta mendongeng sehingga dongeng apa pun yang dipersembahkan akan merasuk
dan bermakna bagi jiwa publik/pendengarnya.
Saat
mendongeng, para peserta lomba merujuk kepada beberapa cerita daerah yang kian
diawetkan oleh penulis. Judul cerita-cerita tersebut antara lain adalah : 1)
Asal Mula Burung Kuweut-Kuweut, 2) Purnama Terakhir di Batee Raya, 3) Ahmad
Rhang Manyang, 4) Tgk. Chiek Awe Geutah, 5) Pangeran Amat Mude, 6) Legenda Paya
Nie, 7) Legenda Paya Kareung, dan 8) Raket Bak Pisang. Itulah judul cerita yang
dimanfaatkan oleh 19 peserta lomba di dalam menyampaikan kreativitasnya itu.
Guna
menentukan peserta terbaik, melalui persiapan dan kesiapan para juri, panitia
menetapkan beberapa kriteria yang musti diacu dengan efektif dan efisien oleh
peserta. Kriteria dimaksud di antaranya ialah : 1) penampilan, 2) teknik
bercerita, 3) penguasaan materi, 4) kemampuan/skill, 5) kemampuan menggunakan
properti, dan 6) pakaian yang serasi serta nyaman. Semuanya ini telah dipaparkan
secara lugas melalui technical meeting
dengan para peserta dan guru pendamping masing-masing utusan, 27 Oktober 2023
di Aula Perpustakaan Daerah Kabupaten Bireuen, yang dipandu oleh ketua panitia,
Buk Teti bersama dewan juri.
Dengan
mengacu pada kriteria tersebut, dewan juri yang terdiri dari Marzuki Umar,
S.Pd., M.Pd., bapak Zawazir, S.E. dan Ibu Fatimah selaku staf Perpustakaan
tersebut, akhirnya menetapkan para pemenangnya. Para jawaranya adalah: Juara I,
Nyak Putro Saloom utusan UPTD SD Negeri 7 Juli Bireuen. Juara II, Afika Zahira utusan
MIN 21 Jeumpa Bireuen. Juara III, Kanza Raihanna Ys. utusan SD IT Azkia
Bireuen. Juara Harapan I, Tsamara Jannatu Saugiya dari UPTD SD Negeri
Percontohan. Juara Harapan II, Putri Inayatillah dari MIN 35 Jangka Bireuen. Juara Harapan III,
Tsaurayya Khayyirah dari SD Sukma Bangsa Bireuen.
Manfaat
Mendongeng
Seperti yang telah digambarkan di
atas bahwa mendongeng adalah mengungkapkan sesuatu cerita yang tidak terjadi.
Hanya sanya dengan kepiawaian sang pencetus cerita telah mampu membuat orang
lain terkesima karenanya. Lalu, awalnya cerita demi cerita senantiasa
disampaikan dari mulut ke mulut oleh para pitarah atau nenek moyang. Untuk
menjaga keawetan cerita, saat ini umumnya telah dibukukan secara apik dan menarik.
Lewat kejenakaan, kepintaran, kebaikan, keshalihan, dan berbagai sikap lainnya,
akhirnya ukiran dongeng mendapat sambutan yang baik dalam hati masyarakat,
terutama masyarakat masa lampau. Lalu ..., sejauh mana manfaat yang dapat
digugu melalui mendongeng itu untuk masa kini?
Dapat
kita maklumi bahwa konsep dongeng tidak sebatas hura-hura yang membuat orang
ketawa atau terenyuh. Akan tetapi, melalui tokoh protagonis dan antagonis di
dalamnya, isi yang terkandung dapat berwujud informasi, dedukasi,
karakterisasi, religi, dan sebagainya. Di samping itu, yang perlu kita garisbawahi
adalah di dalam cerita tersebut mengandung dua unsur yang melekat, yaitu unsur
intrinsik dan ekstrinsik, yang di dalamnya penuh dengan pesan-pesan moral yang
dapat ditiru atau tidak. Henry Guntur Tarigan, juga menyebutkan instrinsik
antara lain: 1) memberi kesenangan dan kegembiraan, 2) memumupuk dan
mengembangkan imajinasi, 3) memberi pengalaman baru, dan 4) mengembangkan
wawasan menjadi pelaku insani. Sementara unsur ekstrinsiknya antara lain: 1)
terjadinya perkembangan bahasa bagi anak/pendengar, 2) perkembangan sosial, 3)
perkembangan kepribadian, dan 4) perkembangan pengetahuan.
Dengan
demikian, manfaat mendongeng tidak dapat diragukan lagi, di antaranya adalah :
1) Mendongeng akan dapat memberikan pendidikan dan pengajaran. 2) Mendongeng
dapat memberikan keteladanan. 3) Mendongeng dapat mengajak orang lain terutama
para kaula muda untuk senantiasa berbakti kepada orang tuanya. 4) Mendongeng
juga akan dapat mengukuhkan hubungan sosial yang selama ini retak. 5)
Mendongeng akan dapat mengingatkan seseorang untuk selalu berevaluasi diri guna
membawa jiwanya ke arah yang lebih bermartabat. 6) Mendongeng juga bisa memberi
solusi bagi orang lain yang sedang carut-marut. 7) Bahkan, mendongeng dapat
memberi hiburan dsanb kesenangan bagi penikmatnya. Tentu masih banyak manfaat
lainnya yang belum dapat disebutkan di laman ini.
Kesimpulan
Wadah literasi unik (mendongeng) ini juga dapat diibaratkan bagaikan sejenis payung bagi kehidupan, baik saat diterpa mentari maupun saat diguyur hujan deras. Mengingat kontribusinya yang begitu hebat, terlebih cerita-cerita yang mengandung makna emotif, mendongeng ke depan tidak saja sekadar dalam lomba. Namun, konsep dan kasad ini perlu diasah dan diasuh sebagai metode atau model pembelajaran, baik bagi pendidikan SD/MIN maupun SMP. Dengan begitu, dampak positif (mengubah etika) dari mendongeng itu akan terwujud dengan baik.
Penulis adalah Pemerhati dan Pakar Pendidikan
0 Komentar