Oleh: Arkan Muyatsir
Manusia terus berkembang dari masa ke masa. Hingga saat ini populasi manusia telah menyentuh lebih
dari delapan miliar jiwa. Setiap manusia memiliki masalah dalam kehidupannya
dan setiap masalah membutuhkan solusi yang sesuai dengan karakteristik
permasalahan tersebut. Hal inilah yang menginspirasi manusia untuk menemukan
terobosan baru dengan ide-ide inovatif yang dimilikinya. Namun, seiring
perkembangan zaman, permasalahan yang dijumpai semakin kompleks dan mempunyai tantangannya masing-masing. Misalnya,
dulu ketika ingin pergi ke suatu
tempat seseorang harus naik delman,
tetapi hal tersebut dianggap lebih melelahkan dan memakan waktu yang lama untuk sampai ke tempat tujuan. Manusia mulai berpikir dan mencoba untuk menciptakan alat
transportasi yang praktis digunakan, sehingga terciptalah
mobil tenaga uap yang jauh lebih cepat dari delman. Namun, ada satu masalah
yang luput dari perhatian pemerintah Kota Lhokseumawe, yaitu kurangnya fasilitas belajar yang
ramah bagi siswa difabel.
Saat ini, Indonesia sedang menggalakkan literasi digital secara masif pada setiap jenjang pendidikan, termasuk SLB (Sekolah Luar Biasa). Dengan adanya literasi digital, setiap masyarakat Indonesia diharapkan dapat berpikir kritis pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga dibutuhkan oleh penyandang disabilitas yang ada di Aceh khususnya di Kota Lhokseumawe, sebab penyandang tersebut juga berhak untuk memiliki kecapakapan literasi digital. Namun, hambatan yang dialami oleh siswa dan guru di SLB lebih besar dari sekolah umum, karena adaptasi setiap penyandang disabilitas terhadap alat-alat teknologi memiliki perbedaan sesuai keterbatasanya . Oleh karena itu, demi tercapainya keefektifan literasi digital bagi siswa penyandang disabilitas di Kota Lhokseumawe, pemerintah harus berkomitmen dan memberikan perhatian terhadap masalah ini.
Baca Juga: Pemilihan Pasangan Ketua dan Wakil Ketua OSIS Sebaiknya Independen
Mengingat Indonesia memiliki dasar negara berupa Pancasila yang sila kelimanya berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia“ tentu masalah ini lebih serius karena belum sepenuhnya mecerminkan sila tersebut. Selain itu, siswa Indonesia, khususnya di Kota Lhokseumawe. Di dalamnya termasuk siswa difabel yang membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah dan orang-orang sekitarnya sehingga mereka dapat memiliki akses yang sama dalam berkarya seperti anak normal pada umumnya
Badan dunia, UNESCO mendefinisikan literasi digital sebagai kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat, dan mengkomunikasikan konten atau informasi dengan kecakapan kognitif, etika, sosial emosional, https://palopokota.go.id/post/literasi-digital-upaya-cerdas-gunakan-teknologi-informasi-dan-komunikasi. Setiap manusia yang hidup di era modern wajib memiliki kecakapan literasi digital yang baik, termasuk para penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas itu sendiri merupakan orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Dalam meningkatkan literasi digital bagi siswa penyandang disabilitas di Kota Lhokseumawe, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi. Berikut adalah tantangan yang dihadapi Kota Lhokseumawe dalam meningkatkan lierasi digital bagi siswa penyandang disabilitas :
1. Kurangnya Kesadaran dan Dukungan
Tantangan yang dialami para siswa disabilitas atau difabel adalah kesadaran dan dukungan dari seluruh pihak yang ada di Kota Lhokseumawe. Kesadaran bahwa siswa disabilitas juga kesulitan dalam metode pembelajaran yang berbasis literasi digital. Seharusnya pemerintah sadar dan melihat perkembangan literasi digital bagi siswa disabilitas. Dukungan ini juga menjadi faktor mengapa kesadaran ini tidak tampak di kota Lhokseumawe.
2. Keterbatasan Sumber Daya dan Kolaborasi
Sumber daya dan kolaborasi juga salah satu faktor penghambat bagi siswa disabilitas dalam penerapan literasi digital, misalnya terbatasnya sarana internet yang memadai bagi siswa disabilitas dan kurangnya jumlah guru yang menguasai teknologi sehingga kegiatan belajar mengajar di sekolah masih terpaku pada buku paket. Oleh karena itu, sumber daya yang tidak mencukupi ini membuat penerapan literasi digital tidak berjalan dengan efektif. Pemerintah juga kurang berkolaborasi dengan pihak swasta, contohnya Telkom dalam memberikan pelatihan dan kegiatan yang mendukung literasi digital bagi siswa penyandang disabilitas di Lhokseumawe. Hingga saat ini masih jarang ditemukan adanya kegiatan seperti pelatihan maupun perlombaan yang melibatkan siswa disabilitas di Kota Lhokseumawe.
3. Pelatihan dan Pendidikan
Poin selanjutnya adalah minimnya pelatihan dan pendidikan tentang kecakapan literasi digital yang dimana sebenarnya hal ini sangat dibutuhkan bagi siswa difabel karena mereka memiliki keterbatasan dalam kegiatan pembelajaran. Keterbatasan itupun sangatlah beragam, sehingga siswa-siswa difabel harus diberi perhatian dan perlakuan khusus sesuai dengan kondisinya masing-masing.
Tantangan diatas tentunya menuntut solusi yang efektif demi kelancaran penerapan literasi digital bagi siswa penderita disabilitas di Kota Lhokseumawe. Untuk itu, solusi terbaik yang dapat dilakukan adalah :
1. Dukungan Penuh dari Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah harus mendukung setiap elemen yang ingin membantu dan memberi dukungan bagi siswa disabilitas menerapakan literasi digital. Setelah itu, kolaborasi dapat menutupi sumber daya yang kurang. Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat apabila dilakukan dengan baik tentu akan memperbaiki masalah ini.
2. Memaksimalkan Pendidikan Inklusif
Dalam bidang pelatihan dan pendidikan, solusi yang tepat bagi pemerintah Kota Lhokseumawe untuk memaksimalkan pendidikan inklusif adalah mengadakan berbagai bentuk pelatihan bagi siswa-siswa difabel. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengadakan kelas literasi digital yang diselenggarakan oleh Kominfo dan Siberkasi. Selanjutnya meminta bantuan relawan teknologi informasi komunikasi dan organisasi penyandang disabilitas untuk membantu dalam penggunaan media komputer dan HP.
3. Sistem Pendidikan yang Menyesuaikan Kebutuhan Siswa
Bagi siswa difabel, sistem pendidikan
tentu sangat berpengaruh bagi kemampuan siswa difabel dalam belajar. Sistem pendidikan yang baik bagi para siswa
penyandang difabel adalah sistem pendidikan yang ramah dan sistem pendidikan
yang menghindari pendekatan “satu solusi
untuk semua masalah”. Hal ini tidak
sesuai dengan siswa difabel, karena
kondisinya bervariasi, terutama dalam bidang literasi digital. Kebutuhan siswa
yang beragam juga harus diperhatikan pemerintah, misalnya pada siswa penyandang
disabilitas intelektual, dapat dimanfaatkan media pembelajaran yang mudah
dipahami seperti infografis dan poster
yang isinya mudah dipahami.
Bagi siswa disabilitas fisik, dapat disediakan perangkat keras seperti mouse dan keyboard alternatif yang dibuat sesuai dengan keperluan masing-masing individu. Kemudian bagi siswa disabilitas mental disediakan media dan perangkat lunak yang ramah bagi mereka dengan fitur-fitur dan tampilan yang disederhanakan agar mudah dipakai. Selanjutnya, bagi siswa disabilitas sensorik disediakan alat-alat bantu yang sesuai dengan kondisi mereka, misalnya bagi siswa tunanetra dapat menggunakan media aksesibel. Media ini memfokuskan pada perangkat lunak berbasis suara, seperti alat pembantu berbasis perintah suara, dan bagi siswa tunarungu disediakan media aksesibel yang berbasis visual. Pembelajaran daring juga sangat membantu bagi siswa difabel, maka perangkat lunak yang ramah bagi siswa difabel perlu dikembangkan dan diuji agar akses literasi digital bagi siswa difabel semakin maksimal.
Dengan mengimplementasikan solusi-solusi tersebut, diharapkan literasi digital bagi siswa penyandang disabilitas di Kota Lhokseumawe dapat meningkat secara efektif. Hal ini akan membantu siswa difabel untuk memilki akses yang sama dalam berkarya dan berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan prinsip–prinsip pancasila yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia.
0 Komentar