Kerikil Hempasan Langit

 

Oleh: Muklis Puna 

Aku adalah kerikil di pucuk gelombang menerjang pantai 
Berlarian  kemana  pasang mengambang di belantara mata angin
Kerdil  bagai anai dikulum samudera  melanglang dalam gulita 
Penjaga kandil mengawal di bawah pohon kematian

Baca Juga:  Kerikil Hempasan Langit

 


Aku adalah kerikil  hempasan   langit dalam rentang melintang  
Butiran  kecemasan meredam dalam dada disesaki rasa murka
Nafsu   terkudeta oleh saudara tiri  berbeda wujud 
Menebar dalam aliran darah merasuk  ke saraf  mengumpal jadi serakah  


Aku adalah kerikil  hempasan   langit dalam rentang tak berbilang  
Menopang langit dengan kelingking  berisi tulang dari tanah kuburan masa lalu 
Menumpang kereta malam menuju pagi di atas telaga waktu  tersisa


Ketika kereta malam  diusung  menuju kubur,
Penyesalan menghadang jiwa, 
sedang kerangka membujur dalam balutan 
Di bawah gundukan mengayuh sepi , 
meronta dalam jeratan panjang 
Tembikar kelam  mengeram jasad 
dalam erangan menembus aras  pemilik  alam 


Aku adalah kerikil  hempasan  langit 
Menyungsap lewat tarian hujan di musim dingin  
Mulut menganga laksana  paus ditelan bulan 
 
Rotasi  masa dilalui tanpa sasaran
Panggilan suci dari toa  menua  
kau anggap  tanda waktu  berputar


lihatlah...
 Rumput di lahan tandus...
 Walau pucuk  dipanggang hari, 
 Tetap merunduk ketika angin  menghela
Walau  serabut mencekram bumi, 
tetap sujud saat panggilan mendayu merdu


Walau gesekan ranting berderit, 
tetap  katupan bibir memuja  Asma- Nya


Wahai kerikil di pucuk gelombang pasang 
Masih adakah  tempat kau mendiami pantai, 
jika kakimu  patah  menghantam tebing 
Mari bercermin pada bulan di muka samudera,
melihat  perbedaan antara bayang dengan jasad


Lhokseumawe,  Oktober 2023

Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar