Oleh : Aiza Fitriana, S.Si.,M.Pd.
Seperti biasa hari Jum’at setelah jam istirahat, sekolah kami melaksanakan pembelajaran Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau dikenal dengan istilah P5. Guru tampak mulai beranjak memasuki ruang kelas, namun ada sebagian masih berbincang-bincang dengan sesamanya. Penulis perhatikan ke dalam ruang guru tampak sudah kosong. pertanda guru sudah sudah bergerak untuk menjalankan kewajibannya.
Lalu penulis mulai menatap ke arah CCTV yang terpajang di dalam ruang, tampak ada ruang kelas ada yang tidak ada aktivitas sehingga siswa hanya duduk sambil menggunakan android. Penulis beranjak keluar dari ruang untuk melihat kondisi yang sebenarnya di dalam kelas. Setelah melakukan wawancara dengan guru fasilitator di kelas, kendalanya yang dirasakan oleh guru adalah kurang faham dengan modul.
Baca Juga: Kekerasan Verbal Masih Dianggap Sepele
Sebagai sekolah yang baru tahun ke dua melaksanakan Kurikulum Merdeka, kami belum menyusun modul projek sendiri, namun mengadaptasikan modul yang tersedia di PMM. Ketika penulis berjalan ke halaman sekolah, tampak siswa secara berkelompok berada di pekarangan sekolah. Penulis mencoba mendekati siswa tersebut dan menegurnya. “Mengapa abang kakak berada di luar kelas?” Tanya penulis. Lalu di jawab oleh siswa, kami sudah selesai mengerjakan projek dan tidak tahu harus mengerjakan apa lagi di kelas. Lalu penulis bertanya lagi, “sudah sampai dimana projek yang diangkat oleh kelasnya dilakukan?” Siswa menjawab kembali , “Kami sudah selesai membuat video” Saya tertegun dan bertanya pada diri sendiri, bukankah ini baru pertemuan minggu ke 3, mengapa produk sudah selesai? Dari uraian di atas menggambarkan pelaksanaan P5 di sekolah kami belumlah berjalan secara efektif.
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dalam Kurikulum Merdeka. Dimana P5 merupakan upaya untuk mewujudkan Pelajar Pancasila yang mampu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ber Kebhinekaan Global, Gotong royong, Mandiri, Bernalar Kritis, dan Kreatif. Penerapannya tidak terintegrasi dalam pembelajaran setiap mata pelajaran melainkan mempunyai porsi khusus dalam setiap alokasi jam mata pelajaran, yang membuat peserta didik memiliki kesempatan untuk dapat mengembangkan kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka dengan belajar dari teman sejawat, guru, bahkan sampai pada “guest teacher” yang diundang karena memiliki kompetensi, pengalaman berkaitan dengan isu yang diangkat dalam tema yang dipilih
Dengan demikian P5 merupakan pembelajaran lintas disiplin ilmu untuk mengamati dan memikirkan solusi terhadap permasalahan di lingkungan sekitarnya. P5 menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis projek (project-based learning) yang berbeda dengan pembelajaran berbasis projek dalam program intrakurikuler.
Pelaksanaan P5 sejauh ini sepertinya berjalan belum sesuai dengan harapan. Seperti kegiatan projek ini hanya fokus pada hasil atau produk akhir bukan pada proses. Selain itu, kreativitas guru dalam memfasilitasi siswa juga belum terlihat. Guru sebagai fasilitator, terkadang masuk ke kelas hanya untuk memenuhi kewajiban masuk ke dalam kelas agar siswa tetap berada di dalam kelas. Sementara itu dilihat dari keaktifan siswa, sejauh ini penulis melihat siswa sangat kreatif dan sangat peka terhadap kondisi sekitarnya.
Menoleh kembali pada tema yang diusung oleh satuan pendidikan, sangatlah menarik, karena membahas isu-isu yang kini sedang berkembang di masyarakat dan kalangan pelajar, yakni “Suara Demokrasi” dan “Bangunlah Jiwa dan Raganya”. Tema “Suara Demokrasi “, sangat sesuai dengan kondisi saat ini,dimana Indonesia akan menggelar pesta demokrasi sehingga banyaklah hal yang dapat dipelajari. Siswa mempelajari, memahami tentang demokrasi dan mencoba melakukan simulasi terlibat didalamnya. Apalagi sekolah kami saat ini juga telah menggelar kegiatan demorasi yakni Pemilihan Pengurus Osis periode 2023-2024.
Pada tema” Bangunlah Jiwa Raganya”, isu yang sedang menjadi perbincangan hangat adalah bullying di satuan pendidikan dan kasus begal di kalangan pelajar. Melalui tema ini siswa diajak untuk mensosialisasi dampak bullying secara fisik dan mental, hal-hal apa saja yang dapat dianggap merupakan bentuk tindakan bullying.
Berdasarkan praktik baik pelaksanaan P5 di sekolah penulis, paling tidak ada tiga hal pokok yang harus dipahami dan tentu saja dipraktikkan oleh guru sebagai fasilitator projek. Tiga hal pokok tersebut yaitu: tahapan Projek, pelibatan Siswa, refleksi https://kspstendik.kemdikbud.go.id/read-news/projek-penguatan-profil-pelajar-pancasila-berbasis-cara-berpikir-tumbuh-growth-mindset diakses senin tanggal 16 Oktober 2023 Pukul 15.20 Wib.
Tahapan projek dalam P5 meliputi serangkaian kegiatan yakni pengenalan, kontekstual, aksi dan refleksi. Selama ini yang terjadi di sekolah penulis, guru sudah diarahkan untuk mengikuti alur tersebut namun masih ada sebagian guru yang belum melaksanakan. Berdasarkan hasil evaluasi penulis, guru merasa bukan mata pelajaran yang diampunya sehingga tidak maksimal dalam menfasilitasi projek.
Untuk mengatasi hal di atas, maka tim Kurikulum melaksanakan kegiatan briefing untuk membantu mengarahkan guru sebagai fasilitator projek agar lebih terarah. Kegiatan ini dilakukan setiap minggu sebelum kegiatan P5 berjalan. Dari pengamatan penulis, guru yang mengikuti kegiatan briefing lebih terarah dalam memfasilitasi P5 di kelas, sementara guru yang belum pernah mengikuti cenderung belum mengerti pelaksanaan P5 tersebut.
Selanjutnya pelibatan siswa sebagai subjek utama pelaku projek, sangatlah penting untuk memberikan kebebasan pada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Agar mendapatkan informasi atas kegiatan yang telah berlangsung, maka pemberian umpan balik dan refleksi merupakan hal penting yang perlu dilakukan oleh setiap guru dan siswa.
Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan perbaikan agar pelaksanaan P5 berjalan efektif, yakni:
Kurangnya Panduan yang Efektif
Guru yang tidak memahami modul proyek mungkin gagal memberikan panduan yang jelas dan efektif kepada siswa. Ini dapat menyebabkan siswa merasa bingung tentang apa yang diharapkan dari mereka dalam proyek, langkah-langkah yang harus diambil, dan tujuan akhir yang ingin dicapai. Ketidakjelasan ini dapat memengaruhi motivasi siswa dan menyebabkan ketidakpastian dalam pembelajaran mereka.
Hal ini disebabkan modul yang digunakan bukan dibuat sendiri oleh guru yang bersangkutan ataupun dalam hal ini modul projek yang digunakan diambil dari Platform Merdeka Mengajar (PMM). Sehingga alur, materi dan alokasi waktu yang dibutuhkan tidak dipahami yang mengakibatkan timbulnya kebingungan pada guru. Idealnya bila disusun sendiri oleh guru itu sendiri, seperti RPP atau Modul Ajar, maka guru itu sudah mengetahui apa saja langkah-langkah yang harus dilakukan.
Menyikapi hal tersebut maka sekolah perlu memprogramkan penyusunan Modul Projek dalam kegiatan In House Training (IHT). Sehingga dihasilkan Modul Projek yang bisa dilaksanakan oleh guru yang telah menyusunnya. Untuk memudahkan dapat menggunakan metode Amati, Tiru, Modifikasi (ATM) dari modul yang telah ada di Platform Merdeka Mengajar (PMM)
Kurangnya Dukungan Selama Proses
Ketika guru tidak memahami modul proyek dengan baik, mereka mungkin juga kesulitan memberikan dukungan yang diperlukan kepada siswa selama proses proyek. Siswa mungkin mengalami kesulitan atau hambatan dalam proyek mereka, dan jika guru tidak dapat memberikan bimbingan yang memadai, siswa dapat merasa terhambat dalam kemajuan mereka.
Penilaian yang Tidak Konsisten
Ketidakpahaman guru terhadap modul projek dapat mengakibatkan penilaian yang tidak konsisten. Penilaian yang adil dan konsisten dalam modul proyek penting untuk memberikan umpan balik yang konstruktif kepada siswa. Jika guru tidak memahami kriteria penilaian dengan baik, siswa mungkin dinilai secara tidak adil, yang dapat memengaruhi motivasi dan persepsi siswa terhadap keadilan.
Simpulan:
Menyikapi paparan diatas maka sangatlah penting untuk melakukan perbaikan dalam pelaksanaan P5 tersebut, mengingat pembelajaran tersebut adalah bagian dari Implementasi Kurikulum Merdeka. Sehingga tujuan yang diharapkan dalam kurikulum dapat tercapai untuk mewujudkan visi pendidikan Indonesia mewujudkan masyarakat yang berkarakter melalui Profil Pelajar Pancasila.
Penulis adalah Guru Pengajar Praktik , Narasumber Berbagi Praktik Baik, dan Wakil Kurikulum pada SMA N 1 Lhokseumawe
0 Komentar