Menakar Indikator Belajar Siswa Saat Ini
Oleh:
Muklis Puna
Sastrapuna.com-"Seandainya ada orang mau mengajariku satu kata saja, maka Aku rela jadi pembantunya" Ali Bin Abi Thalib"
Indah dan sederhana sekali kutipan Saidina Ali yang merupakan ahli surga . Beliau sudah mendapatkan tiket resmi menuju Janantul Naim. Kata kunci utama yang membuat kutipan itu punya roh yang maha dahsyat adalah belajar. Belajar identik dengan ilmu. Ilmu harus dituntut. Dalam sejarah manusia hanya dua hal yang diturunkan dari langit, yaitu wahyu Ilahi dan hujan sebagai sumber kehidupan, Selebihnya semua berproses dengan mengikuti siklus sesuai dengan sunanatullah.
Berbagai konsep sudah diramu dan diracik oleh para pakar dan pendahulunya tentang kata" belajar'. Jika konsep belajar dikupas dalam bangunan tulisan ini, mungkin pembaca tidak akan sampai pada tema yang telah ditetapkan di atas. Penulis dapat menduga, sebentar saja bola mata pembaca mejalar dalam tabulasi kata pada tulisan ini, maka secepat kilat pula beranda ini ditutup.
Bertapa pentingnya kata belajar bagi setiap individu yang sudah balig. Dalam Islam, belajar diwajibkan mulai dari alam kandungan sampai akhir hayat. Bahkan Nabi Muhammad sebagai penghulunya Nabi, jauh sebelum dunia mengenal negeri China beliau sudah memberi amaran tuntutlah ilmu sampai ke negeri China.
Kutipan dan uraian di atas, bukanlah pepesan kosong belaka. Buktinya dunia sehebat dan semodren ini hanya terjadi karena belajar. Inti dari belajar secara sederhana adalah terjadinya perubahan. Perubahan adalah sebuah proses berpindahnya pola pikir, sikap, dan tingkah laku dari tidak bagus menuju hal - hal yang bersifat positif.
Baca juga: Meneroka Penyakit Membaca pada diri Pembelajar
Pada zaman baheula, saat manusia baru mengenal tulisan, mereka sudah membekali dirinya dengan belajar. Hanya saja media pembelajaran yang digunakan saat itu berbeda dengan masa kini.Orang- orang yang menjadi publik figur di dunia ini telah melewati proses ini yang begitu panjang dan penuh tantangan.
Fenomena belajar pada saat ini sudah menjadi lips service pada semua kalangan. Akan tetapi, realisasi dan aplikasi kata belajar dalam diri setiap individu jauh sekali, bagai panggang dengan apinya, bagai langit dengan buminya,dan bagai matahari dengan bulannya. Begitu jauh hingga sulit menguraikan lebih detail.
Dalam kajian filsafat ilmu, disebutkan bahwa ilmu itu didapat dari rasa penasaran dan ragu -ragu, sedangkan agama berangkat dari keyakinan, dan cinta berangkat dari rasa kagum. Bumi ini dipastikan bulat setelah Galilie- Galie Leo dipenggal dan dilanjutkan oleh rasa penasaran Colombus untuk mengelilingi dunia.
Rasa penasaran Thomas Alfa Edison , ketika berada di hamparan malam, Ia berpikir seandainya kilatan petir dimasukkan dalam sebuah wadah transparan, maka akan bermanfaat bagi manusia sebagai penerang. Ide dari lamunan tersebut diaplikasikan dalam treatment nyata, munculah lampu pijar yang mampu menerangi pembaca mengulik tulisan ini.
Lain lubuk lain ikan, dan lain padang lain juga belalangnya. Lain penemu lain pula jalan ceritanya. Perlu dipahami bersama bahwa semua temuan dan produk yang digunakan sekarang adalah hasil usaha gigih yang maksimal dari para pembelajar.
Bagaimana dengan Kita Hari Ini?
Wah...! Ini pertanyaan yang menggelitik jiwa. Media belajar begitu bertaburan saat ini. Buku buku terus mencurahkan segala pengetahuan, kini bersemanyan pada setiap genggaman individu informasi begitu padat, tidak mengenal ruang dan waktu. Tempat belajar berpindah dari yang kolektif ke individual. Sangat disayangkan sebagian besar dari pemilik buku elektronik diasyikan dengan bayangan semu tak punya roh dan mengabdi pada animasi yang tidak menjanjikan.
Peran guru hampir dipastikan perlahan digiring dari pesatnya ilmu dan teknologi . Apalagi jika para guru tidak mau mengupdate diri. Dengan rasa menyesal mereka akan ditinggal oleh peserta didik yang kepo akan pengetahuan terbaru. Guru yang baik adalah guru yang mampu memahami, mengarahkan,melatih dan mengajar dengan mengabadikan dirinya sebagai tokoh yang dapat diteladani.
Sebagai penutup dari tulisan ini penulis mengajak merenungkan kutipan di awal tulisan ini. Para Imam Mazhab dalam Islam sengaja berguru dan menuntut ilmu pada imam sebelumnya. Hal ini dilakukan bahwa belajar itu bukan hanya mengetahui informasi tentang pengetahuan keagamaan, akan tetapi sikap dan nilai yang telah diaplikasikan dalam diri sang guru menjadi teladan dalam bersikap.
Begitu hebat penghormatan yang diberikan oleh figur teladan,Saidina Ali, sehingga beliau mau menjadi pelayan bagi orang yang mengajarinya satu kata saja. Mari kita bandingkan dengan peserta didik hari ini. Berjuta- juta konsep diberikan oleh gurunya, namun untuk mencium tangan gurunya saja seperti dipaksakan dan banyak yang tidak serius.
Wallahualam bissawab...
0 Komentar