Siapa Sih Dewan Hakim Cipta Puisi dalam Event

 

Siapa Sih Dewan Hakim Cipta Puisi dalam Event

Oleh: Muklis Puna 

sastrapuna.com - Setiap event cipta puisi, baik yang diselenggarakan pihak pemerintah, swasta maupun lembaga selalu menyisakan  duka. Pendamping dan pembimbing selalu dibuat bingung dan kecewa terhadap putusan dewan hakim. Prediksi - prediksi dipatahkan sesaat. Curiga menyembur kuat sebagai refleksi kecurangan yang bersemanyam sebelum pemenang diumumkan. Dewan hakim dituduh sebagai palang pintu yang membunuh karakter dan kreativitas peserta event.

Pengalaman menjadi pendamping, pembimbing dan dewan hakim kiranya cukup mejadi bekal untuk mengulik persoalan ini sebagai renungan pembaca dan teristimewa buat penulis sendiri. Penulis mengangkat judul di atas sebenarnya tak lain dan tak bukan adalah untuk mengungkapkan bagaimana, siapa dan kriteria apa saja yang dibutuhkan seorang hakim cipta puisi.

Agar tulisan ini tidak bertumpu pada subjektivitas, penulis berusaha untuk menghindari kata, Aku, Saya dan Kita. Tulisan ini akan dibentangkan berorientasi pada gagasan yang berkembang bukan pada ketidakadilan yang dialami penulis.hal ini perlu dipertegas agar terdapat benang merah antara penulis dan isi tulisan . 

 

Berdasarkan pengetahuan teknik menilai dan menulis puisi ada tiga kreteria yang dibutuhkan oleh seorang hakim puisi.  Pertama, penulis puisi, kedua pakar di bidang puisi, praktisi atau sastrawan yang bergerak di bidang penciptaan puisi. Ketiga   penulis atau pakar yang sudah mempunyai karya puisi dalam bentuk buku   Ber-ISBN. Agar perhelatan gagasan tidak menebar luas mengotori pola pikir pembaca, langsung saja alur pikir digiring   pada tiga masalah tersebut sekaligus jadi tujuan akhir dari tulisan ini. 

1. Penulis Puisi

Secara kasat mata pembaca mengetahui siapa sih sebenarnya penulis puisi. Dengan bahasa yang sederhana penulis puisi sering disebut dengan pencipta puisi. Mereka adalah individu yang mempunyai hobi menyalurkan  perasaaan lewat untaian kata baik, larik maupun  rima. Mereka  ada yang dilahirkan sebagai penulis, namun tidak tertutup kemungkinan mereka juga  ditempah oleh alam.  Akan tetapi berkat latihan -latihan yang dilakukan secara continue mereka mampu tampil sebagai penulis hebat. Dalam hal ini mereka mengacu pada filosofis “ Penulis itu tidak dilahirkan, namun dibina dan dibimbing secara bertahap”  Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua penulis  harus berlatar belakang sastra, akan tetapi dalam kehidupan sastra banyak penulis dilahirkan dari berbagai disiplin ilmu.  Penulis puisi bekerja dengan perasaan dalam melahirkan sebuah puisi. Perasaan-perasaan itu diracik dengan gaya dan balutan diksi yang mewakili objek yang dituliskan. Objek -objek puisi bertebaran dalam konteks kehidupan manusia. Untuk mengambil objek dalam bentuk ikonik membutuhkan kepiawaian sang penulis. Sumber utama pengabdian penulis adalah gejolak batin yang meledak letup. 

Pemotretan objek ikonik dalam bentuk ide dilakukan penulis dengan penuh selidik dan sikap apik dan bernuansa, sehingga menghasilkan karya imajinatif bernilai tinggi. Selain mengabdi pada batin, penulis puisi juga mengandalkan inspirasi sebagai sumber dalam menyampaikan kritikan,  dan pesan kepada pembaca. Inspirasi dalam menulis puisi seperti ilham yang turun dari langit singgah sebentar di jiwa penulis.  Hal ini berlangsung begitu cepat laksana petir menjilat malam, setelah itu berlalu begitu saja.  Untuk menampung inspirasi yang datang, seorang penulis memerlukan ketelitian dan wadah yang tepat. Sebagai  wadah utama puisi   mempunyai bentuk dan bahasa yang rumit. 

Ketelitian penulis dalam menuangkan inspirasi dalam balutan aksara yang indah tidak hadir begitu saja. Seorang penulis profesional tidak pernah sedetikpun membiarkan inspirasi luput dari pikirannya. Mengingat inspirasi datang tidak beraturan waktu dan jarak, maka sang penulis harus sigap dan telaten. Selanjutnya, perenungan yang sering dilamunkan penulis juga dapat menghasilkan puisi. Biasanya puisi ini sering bertemakan ketuhanan. Perenungan seorang hamba (penulis) terhadap keberuntungan, takdir dan penyerahan diri kepada tuhan ditumpahkan oleh penulis dalam wujud puisi.  Kelebihan penulis dalam konteks ini adalah penulis mampu menembus ruang dan waktu, menghapus sekat antara penulis dengan  sang penggenggam  alam. 

2.  Parktisi dan Akademisi 

Seperti halnya praktisi dan akademisi ini  berbeda arti dan aplikasinya dalam kehidupan. Namun  praktisi dan akademisi adalah dua hal yang seharusnya berkorelasi dan melengkapi, kenapa disebut saling melengkapi?  Misalnya,  pekerja yang memang pada dasarnya dibekali dengan ilmu secara akademis merupakan bukti kelengkapan yang selaras antara akademisi dan praktisi. Secara ilmu, praktisi mengetahui tentang konsep  namun  secara praktik mereka dapat  mewujudkan sebuah konsep tersebut. Dengan bahasa yang sederhana, praktisi dalam puisi adalah orang atau individu yang punya perhatian ekstra terhadap perkembangan sastra.  Hampir  sebagain hidupnya didekasikan terhadap perkembangan puisi. Latar belakang pendidikan yang dimiliki bukan soal bagi parktisi dalam mengamati proses penulisan puisi.Kebanyakan dari mereka diproses secara alamiah. 

Namun ada sebagain dari mereka adalah bekerja sebagai pengajar di perguruan tinggi yang mengasuh mata kuliah sastra. Hal yang sering   terjadi pada event tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota, pihak penyelenggara atau pelaksana kegiatan hal ini sering diabaikan. Ada anggapan yang berseliweran di tengah kehidupan event bahwa siapa saja yang bergelut dengan ilmu kebahasaan khususnya Bahasa Indonesia, mereka  seenaknya dapat  ditunjuk jadi hakim dalam penciptaan puisi (ironis). Konektivitas dengan panitia pelaksana event menjadi perioritas utama dalam hal ini. Jika merunut pada pengetahuan dewan hakim puisi kadang lebih didominasi oleh ilmu linguistik. Ilmu ini lebih kepada perkembangan bahasa secara simultan yang merupakan induk dari fonemik, fonetik, morfologi, sintaksis, pragmatik dan wacana dari sebuah bahasa.

Aspek- aspek  tersebut merupakan ranah kebahasaan yang bersifat menjaga kesucian bahasa sesuai dengan kodrat yang dimiliki. Nah...! Bagaimana ilmu tersebut dapat dikaitkan dengan proses kreativitas lahirnya sebuah puisi yang dipenuhi oleh license puitika. Hal ini selalu digunakan oleh pencipta puisi untuk menghasilkan karya yang bersifat estetika. Kembali ke pokok subbagian di atas, bahwa penciptaan puisi berlangsung dalam suasana aman dan damai. Nyaman dalam berbagai kondisi pikiran dan perasaan. Selanjutnya, damai dari berbagai tekanan aspek ketatabahasaan yang begitu padat dan ketat. 

Merujuk  pada dewan hakin yang ditunjuk pada event tingkat provinsi di sebuah kota x.   Banyak  dijumpai keganjilan. Artinya dewan hakim yang ditunjuk tidak sesuai dengan kriteria yang telah disebutkan di atas. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus dalam ajang pencarian bakat penulis tak mampu membayangkan bagaimana nasib penulis pemula dalam dunia sastra Indonesia. Hampir setiap even yang dibuat  wajah dewan hakim itu-itu saja yang   mendominasi. Artinya, ada orang-orang yang spesialis  menjadi dewan hakim dalam berbagai lomba. Aneh...! Bagaimana  mereka  menjadi hakim cipta puisi yang baik sedangkan kesehariannya selalu memperbaiki ketidakefektifan kalimat, baik dari segi penulisan dan pelafalan sebuah kata dalam ranah bahasa? 

3. Penulis Puisi

Berkaitan dengan konteks penulis puisi, tulisan ini tidak hendak mensatir bahwa siapa saja yang sudah mumpuni dalam menulis bisa serta merta ditunjuk jadi hakim puisi. Akan tetapi, yang jadi fokus tulisan ini adalah penulis yang menghasilkan karya kreatif dan punya nilai estetika serta mengandung makna atau disebut dengan istilah puisi. Makna yang dikandung oleh puisi tidak dapat diacu pada sebuah larik yang ada pada untaian puisi. Secara  Semiotika tataran larik dalam susunan bait puisi dipandang sebagai tanda. Sedangkan makna yang dikandung oleh untaian tersebut merupakan pertanda atau makna yang begitu kompleks dan harus dipahami secara komprehensif. Sementara itu, berbicara estetika adalah sudah pasti berkaitan dengan keindahan bahasa yang mengandung kias dan gaya bahasa yang mampu menggugah imajinasi pembaca untuk menerawang makna semburan dari larik -larik yang begitu apik dan bernuansa. 

Seorang penulis puisi yang profesional hal itu sudah menjadi santapan sehari-hari dalam mengulik barisan larik dalam tumpukan bait. Jika diajukan pertanyaan  kritis siapa sih sebenarnya penulis puisi? Pembaca sudah pasti memahami kemana arah tulisan ini melaju. Secara sederhana dapat dipahami bahwa penulis adalah orang atau individu yang bekerja dengan perasaan dalam mengungkapkan pemberontakan jiwa, lingkungan, sosial, dan bahkan politik terhadap ketidakadilan dalam kehidupannya. Mereka selalu menggunakan bahasa sebagai medium penyampaiannya. Bagi mereka bahasa hanya berfungsi sebagai pipa dalam menyalurkan keluh kesah untuk dialirkan ke sungai- sungai pikiran pembaca. Agar perasaan yang dimiliki penulis puisi sampai pada pikiran pembaca, ia berusaha untuk menikung dari segala aspek kebakuan bahasa melalui tongkat tongkat license puitika yang dimiliki. 

Standardisasi yang dapat dijadikan referensi bagi   pelaksanaan event untuk memilih dewan hakim puisi terletak pada karya -karya puisi yang telah ditulis oleh dewan hakim tersebut. Biasanya para penulis puisi selalu mempunyai antologi puisi, baik sendiri maupun gabungan dengan penulis lainnya. Alangkah lebih bagus dan punya nilai plus jika penulis puisi mempunyai kualifikasi akademik sastra yang memadai. Jika hal ini dimiliki oleh dewan hakim  setiap puisi yang dinilai menjadi lebih berisi dan bernas. 

Simpulan

Untuk menghasilkan bibit - bibit penuis puisi pada tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi sangat ditentukan oleh kualitas dewan hakim yang ditunjuk. Pengalaman menunjukkan bahwa ketika dewan hakim puisi dicomot sembarangan tanpa memikirkan hal yang telah disebutkan di atas, sangat disyangkan kreativitas calon penulis masa depan punah sebelum berkembang. 

Kepada panitia pelaksana event kabupaten/ kota dan provinsi agar berani menggunakan dewan hakim puisi yang profesional di bidangnya dengan mengenyampingkan konektivitas sesama dan kepentingan sesaat. Perlu dipahami bahwa pada tingkat nasional dewan hakim pencipta puisi betul - betul punya kompetensi yang kokoh di bidangnya. Jika ini terus abai di tengah kehidupan event akan sulit mencari bibit yang handal dalam penciptaan puisi dan calon penulis nasional yang menjadi kebanggaan  daerah. 

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi, Pengurus IGI Wilayah Aceh Divisi Literasi dan Guru SMA N 1 Lhokseumawe


Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar