Puisi: Doa Diantara Lumpur dan Longsor

 
















Foto: Dokumen Pribadi

Karya  Reihana Altafunnisa 

Siswa SMAN 1 Lhokseumawe

Sumatera menangis
dari ujung barat yang retak
Tangis itu bermula di Aceh
tanah yang terlalu sering diuji
oleh kehilangan
namun tak pernah benar-benar runtuh

Aceh Tamiang menjadi
titik paling gelap dalam kabar duka
Banjir bandang datang
seperti pintu yang dirusak paksa
Desa-desa hilang dari peta
jalan putus

dan nama-nama terhenti
di bibir orang-orang yang mencari
tubuh-tubuh diseret arus
sementara yang selamat
menggendong kehilangan
di dada mereka


Aceh Tengah tercekik sunyi
Akses terputus
tanah longsor menutup jalan
menuju harapan
Dari arah Takengon
hingga Blangkejeren
bukit runtuh membawa
pohon, batu,
dan lumpur berlumuran
Kabut turun lebih cepat dari bantuan
meninggalkan desa-desa
dalam kesendirian yang panjang

Gayo Lues kembali diuji
Banjir bandang dan longsor
turun tanpa peringatan
Jembatan patah
tanah membuka rahangnya
Jerit manusia kalah cepat dari arus
dan pagi datang
dengan lumpur setinggi lutut
serta kehilangan
yang tak sempat dihitung



Di Nagan Raya
Beutong Ateuh Banggalang
terbelah oleh bencana
Jalan utama rusak,
jembatan ambruk,
dan malam menjadi lebih gelap
karena komunikasi terputus


Di sana
waktu berjalan lambat
bagi mereka yang menunggu
pertolongan
dengan doa yang tak putus

Aceh tak sendiri
menanggung luka ini
Desa-desa terisolasi
luka-luka belum sembuh
jaringan suara dan cahaya terhenti
Namun di meunasah
di tenda-tenda pengungsian
di tanah terbuka yang basah
orang-orang tetap bersujud, 
menjahit harapan
dari sisa-sisa yang ada


Air mata Sumatera
mengalir ke utara
Di Langkat,
banjir dan longsor
merusak rumah serta ladang
Tanah bergerak,
air naik,
dan hidup kembali diuji
oleh kehilangan yang sama


Sibolga mencatat duka
dari lereng yang runtuh
Rumah-rumah tak sempat menghindar,
atap roboh,
dan malam dipenuhi suara
yang memanggil pertolongan
ke arah gelap


Tapanuli Selatan menyusul
dalam daftar luka
Banjir dan tanah longsor
menghambat jalan,
memutus aktivitas,
dan menyisakan trauma
pada mereka
yang selamat


Sumatera Barat pun
tak luput dari tangis ini
Di beberapa kabupaten dan kota,
banjir dan longsor
menyentuh wilayah padat penduduk
dan perbukitan
Air masuk ke rumah,
tanah runtuh di lereng,
dan orang-orang kembali belajar
cara bertahan
di hadapan alam
yang tak pernah sepenuhnya jinak


Inilah Air Mata Sumatera
Tangis yang jatuh
di banyak titik luka
Bencana datang tanpa salam
namun manusia memilih
untuk tetap saling menggenggam
Dari Aceh hingga Sumatera Barat,
dari desa terisolasi
hingga kota yang basah,
harapan dirawat perlahan


Air mata ini
bukan tanda menyerah
Ia adalah ingatan
agar alam dijaga,
agar manusia lebih waspada,
dan agar kehilangan
tak datang sia-sia

Sumatera akan bangkit
dengan doa yang panjang
dengan luka yang diingat
dan dengan keyakinan
bahwa dari tanah yang basah air mata
kehidupan
akan tumbuh kembali


Lhokseumawe, 15 Desember 2025
Editor : Hamdani Mulya



Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar