Oleh Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Berangkat dari kutipan di atas penulis mencoba mengajak pembaca tentang kritik sastra ditinjau dari ilmu sastra itu sendiri. Dari segi etimologi bahwa kata kritik berasal dari bahasa Yunani (Krities) dalam konteks aslinya kata tesebut berati penghakiman atau hukuman.
Nah ketika sudah masuk ke dalam bahasa Indonesia yang dilalui lewat proses adaptasi dengan menyesuaikan bentuk penulisan dan pelafalan dengan tetap mepertahankan makna, maka berwujudlah kata kritik seperti yang digunakan saat ini.
Ditinjau dari aspek perubahan makna sebuah kata
(
peyorasi) artinya makna sekarang lebih mulia dari makna y,,ang dulu, kata kritik tidak dimaknai sebagai hukuman atau penghakiman terhadap sebuah karya, akan tetapi digantikan dengan tanggapan terhadap karya sastra.
Tanggapan tersebut meliputi kapan karya itu diciptakan, bagaimana keadaan sosial pada saat diciptakan, bagaimana biografi penyairnya serta apa dampak karya tesebut terhadap masyarakat. Menurut
Graham Hough (1966: 3), kritik sastra tidak hanya terbatas pada penyuntingan, penetapan teks, interpretasi, serta pertimbangan nilai. Menurutnya, kritik sastra meliputi masalah yang lebih luas tentang apakah kesusastraan itu sendiri, apa tujuannya, dan bagaimana hubungannya dengan masalah-masalah kemanusiaan yang lain.
Baca Juga
Konsep di atas dapat diasumsikan bahwa menaggapi sebuah karya sastra apakah itu puisi novel dan cerpen tidak bisa hanya mengandalkan kumpulan aksara semata. Menurut hemat penulis mengacu pada kutipan di atas bahwa apa yang kita baca dalam teks tidak selamanya berlangsung seperti teks tersebut.
Selanjutnya, nilai yang dikandung oleh setiap karya sastra merupakan hal yang hidden ( tersembunyi). Hal ini akan ditemukan jika sang kritikus mau menyelami dengan oksigen buatan dalm lautan aksara milik sang penyair.
Sebuah karya sastra tidak lahir dengan sendirinya.
Peran bidan dalm membantu proses lahirnya sebuah karya sangat ditentukan. Bidan yang dimaksud dalm konteks ini adalah peristiwa alam, peristiwa batin atau mungkin pemberontakan penyair terhadap keadaan yang ada.
Dalam hal ini pendekatan mimesis adalah sebuah kreativitas yang dilakukan penyair melalui proses tiruan. Ini dapt dilihat pada karya sastra yang isinya, alur, penokohan seolah olah hampir sama dengan keadaan sebenarnya.
Menurut
Pradopo (2009) fungsi kritik sastra yang dilakukan oleh pengkaji karya sastra adalah membantu memhami sebuah karya sastra., menunjukakeindahan dalam karya sastra, menentukan parameter dalam mengkaji karya sastra serta mengungkapkan nilai yang dikandung oleh karya sastra itu sendiri.
Mengkritik karya sastra bukan berarti menghukum penyair atau pengarang dari hasil karyanya. Mengkritik sastra berarti membongkar segala tanda dan penanda dan maksud dari tujuan penyair. Bahkan jika perlu bagaimana psikologi seorang penyair pada saat karya itu diciptakan.
Baiklah penulis akan memaparkan beberapa jenis kritik sastra yang penulis pahami secara awam.
Rene Welllek dan Abram (1981) mengelompokkan beberapa pendekatan yang digunakan dalm kritik sastra meliputi,'
kritik mimesis, pragmatik, objektif, ekpresif, sosiologi, psikologi dan struktural. Mengingat ruang terlalu pendek penulis mencoba mengupas hanya beberapa jenis saja, ini pun masih jauh dari sempurna.
Baca Juga
Kritik mimesis adalah sebuah kajian yang menanggapi bahwa karya sastra itu dilahirkan akibat adanya peniruan terhadap gejala yang terjadi. Secara morfologi memesis artinya tiruan, jadi kritik.memesis adalh bentuk kreativitas penyair dalm menghasilkan karya seolah olah sesuai dengan keaadan yang ada.
Padahal ditinjau dari maknanya karya sastra adalah karya yang bersifat imajinatif. Selanjutnya, kritik sastra yang bersifat objektif adalah sebuah kritik yang membebaskan penyair, pengarang dari unsur yang membangun karya itu sendiri.
Lalu.. Bagaimana dengan kritik pargmatik adalah sebuah kritik sastra yang memaparkan sejauh mana manfaat yang dihasilkan terhadap penikmat karya sastra. Kritik sastra yang mengunakan sosiologi sastra adalah sebuah karya sastra yang hanya bersandar pada keadaan sosial. Artinya.bagaimana sosiologi pembaca,sosiologi pencipta dalam karya sastra.
Dari berbagai kritik yang telah diuraikan di atas walaupun tidak secara komprehensif dapat ditarik benang merah, pertama kritik sastra membutuhkan pengetahuan yang cukup bagi si pengktrtik meliputi kehidupan penyairnya, status sosial penyair keadan masyarakat ketika karya itu ditulis, psikologisnya selain dari kajian utama yaitu kajian struktural.
Sebuah karya sastra tidak lahir dengan sendirinya. Peran "bidan" dalam membantu proses kelahirannya sangat menentukan. Bidan yang dimaksud dalam konteks ini bisa berupa peristiwa alam, gejolak batin pengarang, atau bahkan pemberontakan penyair terhadap kondisi yang ada.
Dalam hal ini, pendekatan mimesis menjadi relevan, yaitu kreativitas yang dilakukan penyair melalui proses peniruan. Hal ini dapat diamati pada karya sastra yang alur, penokohan, dan isinya seolah-olah menyerupai keadaan sebenarnya.
Menurut Pradopo (2009), fungsi kritik sastra bagi para pengkaji adalah membantu memahami sebuah karya sastra, menunjuk keindahan yang tersembunyi, menentukan parameter dalam pengkajian, serta mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Mengkritik karya sastra bukanlah berarti menghukum penyair atau pengarang, melainkan membongkar segala tanda dan penanda, serta maksud dan tujuan penyair. Bahkan, jika perlu, bagaimana kondisi psikologi seorang penyair pada saat karya itu diciptakan.
Berbagai Pendekatan Kritik Sastra Menjelajahi Sudut Pandang
Rene Wellek dan Austin Warren (1981) mengelompokkan beberapa pendekatan yang lazim digunakan dalam kritik sastra, meliputi kritik mimesis, pragmatik, objektif, ekspresif, sosiologi, psikologi, dan struktural. Mengingat keterbatasan ruang, penulis akan mengupas beberapa jenis saja secara ringkas.
Kritik Mimesis adalah kajian yang berpandangan bahwa karya sastra lahir sebagai peniruan terhadap gejala yang terjadi di dunia nyata. Secara morfologis, mimesis berarti tiruan, sehingga kritik mimesis menyoroti bagaimana kreativitas penyair dalam menghasilkan karya seolah-olah sesuai dengan keadaan yang ada, meskipun ditinjau dari maknanya, karya sastra pada dasarnya bersifat imajinatif.
Selanjutnya, Kritik Sastra Objektif adalah sebuah kritik yang membebaskan penyair atau pengarang dari unsur-unsur di luar karya itu sendiri, memfokuskan pada aspek intrinsik karya. Lalu, bagaimana dengan
Kritik Pragmatik? Pendekatan ini memaparkan sejauh mana manfaat yang dihasilkan sebuah karya sastra bagi para penikmatnya.
Terakhir, Kritik Sastra yang Menggunakan Sosiologi Sastra adalah pendekatan yang bersandar pada keadaan sosial, meneliti bagaimana sosiologi pembaca dan sosiologi pencipta memengaruhi atau tercermin dalam karya sastra.
Menuju Kritik Sastra yang Membangun
Dari berbagai jenis kritik yang telah diuraikan di atas, walaupun tidak secara komprehensif, dapat ditarik benang merah yang penting. Pertama, kritik sastra membutuhkan pengetahuan yang cukup bagi sang kritikus, meliputi kehidupan penyair, status sosial, kondisi masyarakat saat karya ditulis, dan psikologisnya, selain dari kajian utama yaitu kajian struktural.
Agar kritik sastra lebih berkualitas dan bermanfaat, baik bagi masyarakat maupun penyair, khususnya di media sosial, seorang kritikus harus berusaha menjauhkan sikap emosional dan mengedepankan profesionalisme. Sekalipun ada penyair kesayangan karena karyanya bagus, kaidah-kaidah kritik yang sesuai dengan ilmu kesusastraan Indonesia tetap harus diutamakan.
Simpulan
Kritik sastra, pada hakikatnya, adalah upaya dialogis yang mendalam antara pembaca dan karya. Ia bukan sekadar penghakiman, melainkan jembatan untuk menyingkap makna tersembunyi, memahami konteks penciptaan, dan mengapresiasi keindahan yang ditawarkan sastra.
Dengan pendekatan yang holistik, kritis, dan profesional, kritik sastra memiliki peran vital dalam memajukan peradaban literasi dan menginspirasi karya-karya anak bangsa yang mampu menggetarkan dunia. Mari bersama menanggapi dan menyempurnakan tulisan ini demi kemajuan sastra Indonesia.
Penulis adalah Mahasiswa Program Doktoral Studi Islam UINSUNA dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe
0 Komentar