Foto: Dokumen Pribadi
Oleh: Fayyadh Arda
“Kebersihan lingkungan dimulai dengan keinginan setiap individu untuk menjadi bersih.” (Lailah Fifty Akita)
Sampah selalu menjadi masalah yang tak kunjung usai dan topik utama, khususnya di Indonesia. Peringkat ketiga di dunia berhasil diraih Indonesia sebagai bukti bahwa negara ini termasuk penghasil sampah terbanyak setelah India dan Nigeria.
Setiap langkah kaki dan sejauh mata memandang, tak lepas dari pandangan tumpukan plastik di pinggir jalan raya dan setapak.
Kesadaran masyarakat seolah berhenti untuk terus menjaga kebersihan dan pelestarian lingkungan. Dalam hal ini, pendidikan menjadi landasan utama untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dengan tujuan menciptakan kebiasaan membuang sampah pada tempatnya.
Menulis Berdakwah Melalui Media
Guru dan tenaga kependidikan di sekolah harus tegas dalam mendidik siswa untuk menerapkan kebiasaan ini. Banyak pertanyaan dilontarkan, seperti, “Apa yang membuat maraknya buang sampah sembarangan?” dan “Mengapa sistem penerapan budaya sekolah untuk membuang sampah pada tempatnya selalu gagal?”
Maraknya Buang Sampah Sembarangan di Indonesia dan Lingkungan Pendidikan
Berdasarkan penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature pada September 2024, Indonesia menghasilkan sekitar 3,4 juta ton polusi plastik per tahun. Sampah yang termasuk dalam data meliputi sampah rumah tangga, limbah pabrik, dan sejenis sampah lainnya.
Maraknya buang sampah sembarangan bukan hal sepele untuk dibahas, meskipun sudah ada berbagai peraturan dan kampanye yang bertujuan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
Namun, kenyataannya banyak masyarakat yang belum sepenuhnya mempraktikkan kebiasaan membuang sampah pada tempatnya.
Menurut Proverawati & Rahmawati (2016), sampah berdasarkan asalnya digolongkan dalam dua bagian, yaitu sampah organik (sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Tidak hanya di tempat umum dan sekitarnya, sekolah juga menjadi sarana pembuangan sampah sembarangan.
Sampah di lingkungan sekolah umumnya berwujud kertas, botol plastik, dan sampah bekas jajanan siswa. Hal ini menunjukkan kurangnya upaya pihak sekolah dalam penegakan aturan secara menyeluruh.
Sejauh pengamatan peneliti, sampah di lingkungan sekolah sangat mudah ditemui, seperti di laci meja, jalan menuju kelas, lapangan upacara, bahkan di lantai kelas.
Penelitian menunjukkan bahwa 67,6% peserta didik berperilaku membuang sampah sembarangan, dan sisanya 43,2% memiliki pengetahuan yang kurang baik mengenai cara mengelola sampah dan menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat.
Penyebab Siswa Terbiasa Membuang Sampah Sembarangan
Faktor terbesar siswa terbiasa membuang sampah sembarangan adalah kurangnya pengetahuan akan hal itu. Kurangnya kesadaran akan dampak buruk dari sampah, minimnya fasilitas dan sarana yang memadai untuk membuang sampah, serta sikap acuh dan instan siswa yang kerap kali menimbulkan masalah lain.
Semua ini berdampak besar bagi kemajuan pendidikan kita; karakter yang peduli lingkungan harus segera dibentuk.
Pengawasan seorang guru dan tenaga pendidik juga terlibat dalam hal ini, ibarat “tiada listrik tiada lampu.” Artinya, seorang guru berperan besar terhadap perkembangan siswa untuk membangun karakternya sendiri.
Ini salah satu faktor eksternal yang menyebabkan seorang pelajar terus melakukan perbuatan tercela itu. Lingkungan luar yang tidak mendukung juga bisa menjadi salah satu dari faktor eksternal tersebut, seperti pergaulan yang kurang baik dan sikap pembiasaan yang buruk.
Adapun faktor internal ada di dalam diri siswa dan pengawasan dari keluarganya sendiri: sikap malas dan ingin instan, kebebasan ekspresi yang berlebihan, serta kurangnya peran orang tua menjadi salah satu dari faktor internal.
Minimnya didikan sejak kecil dengan tahap “Play Stage”, yang berarti seorang anak akan mulai meniru perbuatan dari orang terdekatnya tanpa memahami makna sebetulnya dari perbuatan itu, berdampak besar bagi seorang siswa untuk membangun karakter yang suka menjaga lingkungan tetap bersih.
Sistem Penerapan Budaya Sekolah yang Selalu Gagal
Budaya sekolah juga menjadi acuan bagi siswa, khususnya dalam membuang sampah pada tempatnya. Kalimat yang sering didengar, seperti “No Littering”, yang artinya “jangan membuang sampah sembarangan,” dicantumkan kepada seluruh warga sekolah untuk terus menerapkannya. Patokan ini diharapkan dapat menciptakan gebrakan baru menuju generasi yang bebas sampah.
Namun, hal ini selalu gagal diterapkan bagi siswa. Kata “budaya” bukan sekadar untuk dipajang dan menjadi patokan; seharusnya dilestarikan dan dibiasakan. Karena budaya itu adalah akibat dari orang yang terdahulu yang terlebih dahulu melakukannya. Ini membuka pandangan bagi kita bahwa membuang sampah sembarangan merupakan kejadian yang telah terjadi sebelumnya.
“The habit of persistence is the habit of the victory.” Artinya, “Kebiasaan dalam kegigihan menciptakan kemenangan.” Kebiasaan membuang sampah sembarangan oleh oknum yang memiliki kekuasaan dan tidak bertanggung jawab dapat dengan mudah ditiru oleh siswa karena mereka sering juga disebut “peniru yang ulung,” apalagi jika itu dilakukan oleh orang yang biasa menasihati dan melarangnya.
Waktu yang lama dibutuhkan agar siswa terbiasa dan melestarikan budaya ini. Penyampaian materi tentang pentingnya bebas sampah dan menjaga lingkungan harus menjadi topik utama supaya hati siswa tergerak untuk menerapkannya. Adanya karakter bawaan siswa juga membuat penerapan budaya ini selalu gagal, yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Solusi Membiasakan Buang Sampah pada Tempatnya
Solusi yang tepat sasaran agar siswa mau membuang sampah pada tempatnya adalah: pendekatan internal secara mendalam, penguatan aturan dan hukum secara ketat, serta adanya contoh bagi siswa untuk terus tidak membuang sampah sembarangan. Peran guru dan orang tua sangat diperlukan supaya siswa mau menjaga lingkungan tetap bersih.
Guru menjadi contoh utama, khususnya di lingkungan pendidikan, yaitu sekolah. Tempat belajar seharusnya menjadi penopang pertama seseorang untuk membangun karakter yang berintegritas dan mempunyai disiplin tinggi.
Rasa malu dan mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang lingkungan sekitar menjadi kebutuhan pokok internal siswa.
Sebaiknya, peraturan yang diperketat, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah, juga membantu siswa tetap tertib membuang sampah pada tempatnya. Pelaku harus diberi sanksi tegas akan hal ini untuk menegaskan bahwa membuang sampah sembarangan bukanlah budaya yang baik untuk ditiru.
Selain itu, kampanye dan gerakan harus banyak dilakukan, seperti “Kegiatan Indonesia Bersih,” “Gerakan Sekolah Bebas Sampah,” dan “Pelatihan Keterampilan,” yang kerap dilakukan untuk membuat siswa termotivasi untuk terus membuang sampah pada tempatnya.
Tidak hanya itu, Gerakan 3R (“Reduce-Recycle-Reuse”) mampu membawa keefektifan bagi siswa untuk terus mengembangkan inovasi dari sampah dan barang bekas menjadi sesuatu yang berguna dan bisa dipakai sehari-hari. Dengan adanya solusi ini, diharapkan pihak yang berwenang mampu membawa generasi untuk terus menjaga lingkungan yang bebas dari sampah.\
Simpulan
Sampah akan selalu menjadi puncak masalah apabila tidak ditindak tegas dan penguatan aturan yang ketat, khususnya siswa sekolah.
Selain itu, permasalahan lain akan muncul di lingkungan pendidikan, seperti siswa memandang remeh sampah yang dibuang sembarangan, terjadinya tabiat pembuangan sampah secara sembarangan terus-menerus.
Penurunan kualitas pendidikan dalam menjaga lingkungan, dan penurunan dari kacamata pendidikan negara lain terhadap Indonesia yang memiliki citra pendidikan yang buruk.
Penulis adalah Siswa Kelas XI-2 Program Unggulan SMAN1 Lhokseumawe.
0 Komentar