Syifa Sabrina dari SMAN 1 Lhokseumawe, Sukses Emban Amanah Sebagai Pembawa Baki Bendera Pada HUT RI Ke-80 Tingkat Provinsi

 .



 Foto: Dokumen Pribadi

Lhokseumawe, Sastrapuna.com. Langit di atas Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, menjadi saksi bisu sebuah momen kebanggaan. Di tengah khidmatnya upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 pada 17 Agustus 2025, sorot mata ribuan pasang mata tertuju pada satu sosok. 

Dialah Syifa Sabrina, siswi cantik kelas XI Program Unggulan SMAN 1 Lhokseumawe, yang melangkah dengan mantap dan anggun, membawa baki kosong untuk menerima Sang Saka Merah Putih.

Momen ini bukan sekadar tugas, melainkan puncak dari sebuah perjalanan panjang yang penuh liku. Syifa Shabrina, gadis yang dikenal supel dan pandai bergaul di sekolahnya, sebenarnya menyimpan kisah perjuangan yang menggetarkan. 

Ia adalah salah satu putra-putri terbaik Aceh yang berhasil lolos seleksi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) hingga ke tingkat nasional. Namun, takdir berkata lain. Nasib belum berpihak padanya untuk melangkah ke Istana Negara.

Kegagalan itu tidak mematahkan semangatnya. Justru, Tuhan seakan telah menyiapkan panggung yang tak kalah megah untuknya di tanah kelahirannya sendiri.

Pada momen sakral kebangsaan tahun ini, Syifa dipercaya memegang amanah paling prestisius: menjadi pembawa baki bendera.

Tugas ini sukses menyita adrenalinnya. Bagaimana tidak, ia harus berhadapan langsung dengan Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf, atau yang akrab disapa Mualem. 

Dengan tatapan fokus dan langkah yang terukur, Syifa menaiki tangga kehormatan, menerima duplikat bendera pusaka dari tangan sang gubernur, lalu kembali dengan gerakan yang sempurna. Detak jantung yang berpacu kencang seolah sirna, digantikan oleh rasa haru dan bangga yang membuncah.

 


Foto: Dokumen Pribadi

Kepala SMAN 1 Lhokseumawe, Drs. Muhammad, M.Pd, tak dapat menyembunyikan rasa bangganya. Saat dihubungi melalui telepon seluler, suaranya terdengar bergetar penuh suka cita.

"Kami di keluarga besar SMAN 1 Lhokseumawe sangat bangga dan terharu atas pencapaian ananda Syifa. Ia adalah cerminan siswa yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki mental baja dan ketekunan luar biasa.

 Perjalanannya mengajarkan kita bahwa ketika satu pintu tertutup, Allah akan membukakan pintu lain yang lebih indah. Prestasinya hari ini adalah inspirasi bagi seluruh siswa di Aceh," ujarnya.

Perjuangan, Doa, dan Takdir Indah

Di balik langkahnya yang anggun, tersimpan jam-jam latihan yang menguras tenaga dan mental. Syifa sendiri menuturkan bahwa menjadi pembawa baki adalah sebuah proses yang tak mudah.

"Latihannya jauh lebih berat. Saat itu, semua calon Paskibraka putri di tes satu per satu. Beberapa yang terbaik dipilih, tapi penentuan akhir siapa yang akan membawa baki baru diumumkan menjelang hari-H," ungkap Syifa saat diwawancarai.

Ia mengenang bagaimana otot tangannya terasa pegal dan kebas di awal latihan. Baki yang dipegangnya tidak pernah kosong. Selalu ada beban berat di atasnya, entah itu batu atau bendera latihan, untuk melatih kekuatan dan keseimbangan.

"Seiring waktu, rasa berat itu hilang. Semakin dekat hari H, saya melatih mindset seolah-olah setiap hari latihan adalah hari pelaksanaan. Saya berikan yang terbaik, membayangkan orang tua saya menonton dengan bangga saat saya naik ke tangga itu," tuturnya.

Momen berhadapan langsung dengan Gubernur Muzakir Manaf menjadi pengalaman yang tak terlupakan. "Dulu saya hanya bisa melihat beliau di layar HP, sekarang saya melihatnya langsung, menerima amanah besar darinya. Ini luar biasa," katanya dengan mata berbinar.

Perjalanan ini juga mengubah cara pandangnya tentang hidup dan takdir. Kegagalannya melaju ke tingkat nasional kini ia maknai sebagai jalan terbaik dari Tuhan.

"Saya sekarang paham kenapa rezeki saya di provinsi. Karena Allah tahu yang terbaik. Di sini saya bisa menjadi pembawa baki, baik saat pengibaran maupun penurunan. 

Mindset saya yang dulu, 'selagi saya mau berusaha dan berdoa saya pasti bisa', kini saya revisi menjadi, 'selagi saya mau berusaha dan berdoa, atas izin Allah saya bisa'. Karena semua adalah takdir-Nya," jelas Syifa dengan penuh kedewasaan.

Ia menutup perbincangan dengan sebuah pesan reflektif. "Semua perjuangan saya ada sedih dan harunya. Jika melihat ke belakang, dari masa seleksi hingga nyaris menginjak tanah Jakarta, saya sangat bersyukur. Kuncinya adalah selalu berpikir positif kepada Allah, karena Dia lebih tahu apa yang terbaik untuk kita daripada diri kita sendiri."

Kisah Syifa Sabrina adalah bukti nyata bahwa setiap perjuangan yang dilandasi doa dan keikhlasan akan selalu berujung pada takdir yang indah. 

Lapangan Blang Padang telah menjadi saksi, langkah anggunnya hari itu bukan hanya langkah seorang pembawa baki, tetapi langkah seorang pejuang muda yang menginspirasi.

Konstributor: Muklis Puna



Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar