Sumber: Dreamina.capcut.com
Dalam samudera bahasa Indonesia
yang kaya dan dinamis, pemahaman akan struktur kalimat menjadi kompas yang
memandu kita merangkai gagasan dengan jernih dan efektif. Dua pilar utama dalam
konstruksi kalimat yang kerap kita jumpai dan gunakan, sadar maupun tidak,
adalah kalimat aktif dan kalimat pasif.
Keduanya, laksana dua sisi mata
uang, menawarkan perspektif berbeda dalam menyampaikan suatu peristiwa atau
tindakan. Menguasai nuansa dan aplikasi keduanya bukan hanya sekadar memenuhi
kaidah tata bahasa, melainkan sebuah seni dalam menekankan makna dan
mengarahkan fokus pembaca atau pendengar.
Mari kita selami lebih dalam
esensi, ciri, jenis, hingga transformasi antara kedua bentuk kalimat ini, agar
kita semakin piawai dalam menavigasi lautan kata dan menyajikan informasi
dengan presisi dan daya pikat yang optimal.
Membedah Keperkasaan Kalimat
Aktif
Kalimat aktif, dalam esensinya,
adalah panggung di mana subjek tampil sebagai aktor utama. Ia adalah jenis
kalimat yang predikatnya, seringkali berupa kata kerja, secara lugas
menunjukkan bahwa subjek sedang melakukan suatu pekerjaan atau tindakan.
Bayangkan sebuah pertunjukan di
mana sang protagonis (subjek) dengan gagah berani melakukan aksi (predikat)
yang berdampak pada sesuatu atau seseorang (objek, jika ada).
Secara definitif, kalimat aktif
adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku atau inisiator dari
tindakan yang dinyatakan oleh predikat. Dari perspektif bentuk kata kerja yang
mengisi fungsi predikat (P), kalimat aktif umumnya dicirikan oleh penggunaan
kata kerja yang mendapat sentuhan afiksasi, terutama
awalan me-(N) dan ber-.
Awalan me-(N) merupakan
salah satu imbuhan yang paling produktif dalam bahasa Indonesia. Proses
pengimbuhannya sederhana, yakni dengan melekatkannya di awal kata dasar yang
diimbuhinya. Ambil contoh kata kerja "lihat" dan "lompat".
Ketika awalan me-(N) menyapanya, lahirlah "melihat" dan
"melompat".
Perhatikan contoh berikut:
- Adik (S) melihat (P) anjing (O).
- Ali (S) melompat (P) pagar (O).
Dalam kalimat pertama, kata kerja
"melihat" menyiratkan bahwa sang adik adalah entitas yang melakukan
aksi penglihatan, dan anjing menjadi sasaran dari aksi tersebut. Serupa halnya
dengan kalimat kedua, "melompat" menegaskan bahwa Ali-lah yang
melakukan aksi lompatan, bukan individu lain, dengan pagar sebagai objek yang
dilompati.
Fungsi utama
awalan me-(N) adalah membentuk kata kerja aktif, baik yang transitif
(membutuhkan objek) maupun intransitif (tidak membutuhkan objek). Makna yang
paling umum dihasilkan dari proses pengimbuhan ini adalah "melakukan suatu
tindakan".
Sehingga, "melihat"
dapat dimaknai sebagai "melakukan pekerjaan lihat", dan
"melompat" sebagai "melakukan pekerjaan lompat".
Selanjutnya, awalan ber-.
Imbuhan ini umumnya berfungsi membentuk kata kerja aktif intransitif. Salah
satu makna yang sering muncul dari pengimbuhan ber- adalah
"mempunyai" atau "memiliki". Aturan dasarnya, awalan ber- ini
lazim diimbuhkan pada kata benda umum.
Perhatikan contoh berikut:
1. Anak
itu sudah tidak berayah lagi. (Berayah = mempunyai ayah)
2. Kucingku berbulu tebal.
(Berbulu = mempunyai bulu)
Namun, kekayaan bahasa Indonesia
tak berhenti di situ. Tidak sedikit kalimat aktif yang predikatnya justru
tampil "polos" anpa kedua imbuhan tersebut. Kata kerja seperti
"makan" dan "minum" adalah contoh klasik.
Contoh:
1. Bu
Lurah sedang asyik makan tape.
2. Supaya
sistem pencernaan kita sehat, setiap pagi kita perlu minum air
putih.
Pada kedua contoh di atas,
"makan" dan "minum" adalah kata kerja dasar yang tidak
berimbuhan. Meskipun demikian, makna "melakukan pekerjaan makan" dan
"melakukan pekerjaan minum" sudah inheren di dalamnya. Jika kita
mencoba mengimbuhkan awalan me-(N) pada "minum", akan
terbentuk "meminum" yang secara eksplisit berarti "melakukan
pekerjaan minum".
Hal yang sama berlaku untuk
"makan" yang menjadi "memakan". Ini menunjukkan bahwa untuk
beberapa kata kerja dasar tertentu, makna aktif sudah terkandung tanpa perlu
afiksasi eksplisit.
Penggunaan
awalan me-(N) pun memiliki keterbatasan, tidak bisa sembarang kata,
terutama yang merujuk pada makanan atau minuman spesifik, diimbuhkan begitu
saja. Kita mengatakan "memakan kue", bukan "mengue";
"meminum bir", bukan "mengebir". Kata kerjanya harus
dinyatakan secara eksplisit.
Dari uraian ini, dapat kita tarik
benang merah bahwa kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya menjadi
dalang atau aktor utama yang melakukan tindakan yang terungkap dalam predikat.
Kehadiran awalan me-(N) dan ber- pada predikat menjadi
penanda kuat identitas kalimat aktif.
Mengidentifikasi Kalimat Aktif
Untuk memastikan apakah sebuah
kalimat tergolong aktif, ada beberapa ciri penting yang dapat kita jadikan
pedoman:
1. Subjek sebagai Pelaku Utama
Inilah esensi kalimat aktif. Subjek adalah pihak yang
melakukan aksi. Contoh: Helsa Situmorang membaca buku. (Helsa
adalah pelaku aksi membaca).
2. Predikat
Berawalan me-(N) atau ber-: Meskipun ada pengecualian
seperti kata kerja dasar tertentu (makan, minum), mayoritas kalimat aktif
memiliki predikat dengan salah satu dari dua awalan ini.
3. Predikatnya
Tergolong Kata Kerja Fungsi predikat dalam kalimat aktif diisi oleh verba
atau kata kerja yang menunjukkan tindakan atau proses.
Perhatikan contoh-contoh berikut
untuk memperjelas:
1. Ayah membaca koran.
(awalan me-(N) pada "membaca")
2. Dia menendang bola
itu. (awalan me-(N) pada "menendang")
3. Kita
harus berolahraga untuk menjaga kesehatan.
(awalan ber- pada "berolahraga")
4. Kami berdarmawisata ke
Danau Toba minggu yang lalu. (awalan ber- pada
"berdarmawisata")
Pada kalimat (1) dan (2), kata
kerja "membaca" ("melakukan pekerjaan baca") dan
"menendang" ("melakukan pekerjaan tendang") jelas
menunjukkan aksi yang dilakukan subjek terhadap objek.
Sementara pada kalimat (3) dan
(4), "berolahraga" ("melakukan pekerjaan olahraga") dan
"berdarmawisata" ("melakukan darmawisata") juga menunjukkan
tindakan yang dilakukan oleh subjek, meskipun tanpa objek langsung.
Ragam Kalimat
Aktif
Kalimat aktif, dengan subjek
sebagai motor penggerak tindakan, dapat dibedakan lebih lanjut berdasarkan
kebutuhan akan kehadiran unsur lain dalam kalimat. Secara umum, kita mengenal
dua jenis utama:
1. Kalimat Aktif
Transitif
Jenis kalimat aktif ini
"haus" akan kehadiran objek. Tindakan yang dinyatakan oleh
predikatnya seolah belum tuntas jika tidak ada sasaran atau objek yang dikenai
pekerjaan tersebut. Kalimat aktif transitif lazimnya ditandai dengan predikat
berawalan me-(N).
Contoh: Bu Gebrina
sedang memeriksa pasiennya.
Kata "memeriksa" (melakukan perbuatan periksa) membutuhkan "pasiennya" sebagai objek agar kalimat menjadi lengkap dan bermakna.
2. Kalimat Aktif Intransitif
Berkebalikan dengan saudaranya, kalimat aktif intransitif tidak memerlukan kehadiran objek. Tindakan yang dinyatakan predikat sudah cukup dengan sendirinya. Kalimat ini sering ditandai dengan predikat berawalan ber- atau me-(N) yang memang tidak memerlukan objek.
Contoh: Anak itu sudah
tidak beribu lagi.
Kata "beribu"
(mempunyai ibu) tidak membutuhkan objek.
Contoh lain: Ibu memasak di
dapur. (Meskipun berawalan me-(N), "memasak" di sini
tidak wajib diikuti objek untuk membentuk kalimat yang gramatikal, "di
dapur" adalah keterangan tempat).
Ani berbelanja di
pasar. (Predikat "berbelanja" tidak memerlukan objek).
Hubungan Subjek
dan Predikat dalam Kalimat Aktif
Jika kita menilik lebih dalam
hubungan antara subjek dan predikat, kalimat aktif dapat diklasifikasikan
menjadi empat kelompok yang lebih spesifik:
Kalimat Aktif Transitif
Memerlukan objek. Pola umumnya
S-P-O. Awalan me-(N) pada predikat menjadi ciri khas. Variasi
awalan me-(N) seperti meng- (misalnya pada kata dasar
berawalan k, g, h, kh, serta vokal a, i, u, e, o seperti pada me- + kirim -> mengirim)
sering muncul. Imbuhan gabung me-(N)-kan juga berperan, seperti pada
"melebarkan" (membuat jadi lebar) dari dasar "lebar" atau
"melarikan" (membawa lari) dari dasar "lari".
Contoh:
Pemerintah tengah melebarkan jalan
di muka sekolah. (S-P-O)
Narapidana itu sudah melarikan televisi
milik Pak Lurah. (S-P-O
Kalimat Aktif
Intransitif Tidak memerlukan objek maupun pelengkap. Keterangan
bisa hadir, namun bukan inti. Pola umumnya S-P atau S-P-Keterangan.
Contoh:
Ibu memasak di
dapur. (S-P-K.tempat)
Ani berbelanja di
pasar. (S-P-K.tempat)
Kalimat Aktif Semitransitif
Jenis
ini unik karena predikatnya memerlukan kehadiran pelengkap (Pel), bukan objek.
Kalimat ini sering menggunakan predikat berawalan ber-. Tidak ada objek
dan keterangan dalam struktur intinya.
Contoh:
1.Pengembangan
industri nasional bergantung pada mutu SDMnya. (Bergantung =
kata kerja; pada mutu SDMnya = Pelengkap)
2. Usahanya
hanya bermodalkan kejujuran dan keberanian. (Bermodalkan =
kata kerja; kejujuran dan keberanian = Pelengkap)
Kata "bergantung" berasal dari dasar "gantung" + ber-.
Sementara "bermodalkan" merupakan hasil imbuhan
gabung ber-kan dari kata dasar "modal"
(modal -> modalkan -> bermodalkan).
Kalimat Aktif Dwitransitif
Inilah kalimat aktif yang "rakus", karena memerlukan kehadiran objek (O) dan pelengkap (Pel) secaram bersamaan. Kalimat ini sering ditandai dengan imbuhan gabung me-(N)-i pada predikatnya.
Contoh:
Kakak menanami bunga (O) di depan rumah (Pel).
(Sebenarnya, "di depan rumah" lebih tepat sebagai
Keterangan.
Contoh yang lebih pas:
Kakak menanami lahannya (O) bunga (Pel)). Mari kita gunakan contoh yang lebih presisi:
Contoh yang lebih akurat untuk dwitransitif:
Ayah membelikan adik
(O) sepeda baru (Pel).
Ibu mengirimi nenek (O) paket makanan (Pel).
Dalam contoh asli: Kakak menanami bunga di depan rumah.
Jika "bunga" adalah objek, maka "di depan rumah" adalah keterangan tempat.
Jika ingin "bunga" sebagai pelengkap, maka harus ada objek lain.
Misalnya: Kakak menanami halaman (O) bunga (Pel). Pada "menanami" (tanam -> tanami> menanami) dan "membelanjai" (belanja -> belanjai > membelanjai), proses pengimbuhannya bertahap. Imbuhan gabung me-(N)-i berfungsi membentuk kata kerja aktif transitif yang khusus ini.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal "Aceh Edukasi " IGI Wilayah Aceh dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe
0 Komentar