Menguak Rahasia Kalimat Aktif dan Pasif, Pondasi Kokoh Komunikasi Efektif

  

                                                            Sumber: Dreamina.capcut.com

Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd. 

Dalam samudera bahasa Indonesia yang kaya dan dinamis, pemahaman akan struktur kalimat menjadi kompas yang memandu kita merangkai gagasan dengan jernih dan efektif. Dua pilar utama dalam konstruksi kalimat yang kerap kita jumpai dan gunakan, sadar maupun tidak, adalah kalimat aktif dan kalimat pasif. 

Keduanya, laksana dua sisi mata uang, menawarkan perspektif berbeda dalam menyampaikan suatu peristiwa atau tindakan. Menguasai nuansa dan aplikasi keduanya bukan hanya sekadar memenuhi kaidah tata bahasa, melainkan sebuah seni dalam menekankan makna dan mengarahkan fokus pembaca atau pendengar.

Mari kita selami lebih dalam esensi, ciri, jenis, hingga transformasi antara kedua bentuk kalimat ini, agar kita semakin piawai dalam menavigasi lautan kata dan menyajikan informasi dengan presisi dan daya pikat yang optimal.

Membedah Keperkasaan Kalimat Aktif 

Kalimat aktif, dalam esensinya, adalah panggung di mana subjek tampil sebagai aktor utama. Ia adalah jenis kalimat yang predikatnya,  seringkali berupa kata kerja, secara lugas menunjukkan bahwa subjek sedang melakukan suatu pekerjaan atau tindakan. 

Bayangkan sebuah pertunjukan di mana sang protagonis (subjek) dengan gagah berani melakukan aksi (predikat) yang berdampak pada sesuatu atau seseorang (objek, jika ada).

Secara definitif, kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku atau inisiator dari tindakan yang dinyatakan oleh predikat. Dari perspektif bentuk kata kerja yang mengisi fungsi predikat (P), kalimat aktif umumnya dicirikan oleh penggunaan kata kerja yang mendapat sentuhan afiksasi, terutama awalan me-(N) dan ber-.

Awalan me-(N) merupakan salah satu imbuhan yang paling produktif dalam bahasa Indonesia. Proses pengimbuhannya sederhana, yakni dengan melekatkannya di awal kata dasar yang diimbuhinya. Ambil contoh kata kerja "lihat" dan "lompat". Ketika awalan me-(N) menyapanya, lahirlah "melihat" dan "melompat".

Perhatikan contoh berikut:

  1. Adik (S) melihat (P) anjing (O).
  2. Ali (S) melompat (P) pagar (O).

Dalam kalimat pertama, kata kerja "melihat" menyiratkan bahwa sang adik adalah entitas yang melakukan aksi penglihatan, dan anjing menjadi sasaran dari aksi tersebut. Serupa halnya dengan kalimat kedua, "melompat" menegaskan bahwa Ali-lah yang melakukan aksi lompatan, bukan individu lain, dengan pagar sebagai objek yang dilompati. 

Fungsi utama awalan me-(N) adalah membentuk kata kerja aktif, baik yang transitif (membutuhkan objek) maupun intransitif (tidak membutuhkan objek). Makna yang paling umum dihasilkan dari proses pengimbuhan ini adalah "melakukan suatu tindakan".

Sehingga, "melihat" dapat dimaknai sebagai "melakukan pekerjaan lihat", dan "melompat" sebagai "melakukan pekerjaan lompat".

Selanjutnya, awalan ber-. Imbuhan ini umumnya berfungsi membentuk kata kerja aktif intransitif. Salah satu makna yang sering muncul dari pengimbuhan ber- adalah "mempunyai" atau "memiliki". Aturan dasarnya, awalan ber- ini lazim diimbuhkan pada kata benda umum.

Perhatikan  contoh berikut:

1.  Anak itu sudah tidak berayah lagi. (Berayah = mempunyai ayah)

2.   Kucingku berbulu tebal. (Berbulu = mempunyai bulu)

Namun, kekayaan bahasa Indonesia tak berhenti di situ. Tidak sedikit kalimat aktif yang predikatnya justru tampil "polos" anpa kedua imbuhan tersebut. Kata kerja seperti "makan" dan "minum" adalah contoh klasik.

Contoh:

1.       Bu Lurah sedang asyik makan tape.

2.  Supaya sistem pencernaan kita sehat, setiap pagi kita perlu minum air putih.

Pada kedua contoh di atas, "makan" dan "minum" adalah kata kerja dasar yang tidak berimbuhan. Meskipun demikian, makna "melakukan pekerjaan makan" dan "melakukan pekerjaan minum" sudah inheren di dalamnya. Jika kita mencoba mengimbuhkan awalan me-(N) pada "minum", akan terbentuk "meminum" yang secara eksplisit berarti "melakukan pekerjaan minum". 

Hal yang sama berlaku untuk "makan" yang menjadi "memakan". Ini menunjukkan bahwa untuk beberapa kata kerja dasar tertentu, makna aktif sudah terkandung tanpa perlu afiksasi eksplisit. 

Penggunaan awalan me-(N) pun memiliki keterbatasan, tidak bisa sembarang kata, terutama yang merujuk pada makanan atau minuman spesifik, diimbuhkan begitu saja. Kita mengatakan "memakan kue", bukan "mengue"; "meminum bir", bukan "mengebir". Kata kerjanya harus dinyatakan secara eksplisit.

Dari uraian ini, dapat kita tarik benang merah bahwa kalimat aktif adalah kalimat  yang subjeknya menjadi dalang atau aktor utama yang melakukan tindakan yang terungkap dalam predikat. Kehadiran awalan me-(N) dan ber- pada predikat menjadi penanda kuat identitas kalimat aktif.

Mengidentifikasi Kalimat Aktif

Untuk memastikan apakah sebuah kalimat tergolong aktif, ada beberapa ciri penting yang dapat kita jadikan pedoman:

1.     Subjek sebagai Pelaku Utama

    Inilah esensi kalimat aktif. Subjek adalah pihak yang melakukan aksi. Contoh: Helsa Situmorang membaca buku. (Helsa adalah pelaku aksi membaca).

2. Predikat Berawalan me-(N) atau ber-: Meskipun ada pengecualian seperti kata kerja dasar tertentu (makan, minum), mayoritas kalimat aktif memiliki predikat dengan salah satu dari dua awalan ini.

3. Predikatnya Tergolong Kata Kerja Fungsi predikat dalam kalimat aktif diisi oleh verba atau kata kerja yang menunjukkan tindakan atau proses.

Perhatikan contoh-contoh berikut untuk memperjelas:

1.  Ayah membaca koran. (awalan me-(N) pada "membaca")

2.   Dia menendang bola itu. (awalan me-(N) pada "menendang")

3. Kita harus berolahraga untuk menjaga kesehatan. (awalan ber- pada "berolahraga")

4.   Kami berdarmawisata ke Danau Toba minggu yang lalu. (awalan ber- pada "berdarmawisata")

Pada kalimat (1) dan (2), kata kerja "membaca" ("melakukan pekerjaan baca") dan "menendang" ("melakukan pekerjaan tendang") jelas menunjukkan aksi yang dilakukan subjek terhadap objek. 

Sementara pada kalimat (3) dan (4), "berolahraga" ("melakukan pekerjaan olahraga") dan "berdarmawisata" ("melakukan darmawisata") juga menunjukkan tindakan yang dilakukan oleh subjek, meskipun tanpa objek langsung.

Ragam   Kalimat Aktif 

Kalimat aktif, dengan subjek sebagai motor penggerak tindakan, dapat dibedakan lebih lanjut berdasarkan kebutuhan akan kehadiran unsur lain dalam kalimat. Secara umum, kita mengenal dua jenis utama:

1. Kalimat Aktif Transitif  

Jenis kalimat aktif ini "haus" akan kehadiran objek. Tindakan yang dinyatakan oleh predikatnya seolah belum tuntas jika tidak ada sasaran atau objek yang dikenai pekerjaan tersebut. Kalimat aktif transitif lazimnya ditandai dengan predikat berawalan me-(N).

Contoh: Bu Gebrina sedang memeriksa pasiennya.

Kata "memeriksa" (melakukan perbuatan periksa) membutuhkan "pasiennya" sebagai objek agar kalimat menjadi lengkap dan bermakna.

2. Kalimat Aktif Intransitif

Berkebalikan dengan saudaranya, kalimat aktif intransitif tidak memerlukan kehadiran objek. Tindakan yang dinyatakan predikat sudah cukup dengan sendirinya. Kalimat ini sering ditandai dengan predikat berawalan ber- atau me-(N) yang memang tidak memerlukan objek.

Contoh: Anak itu sudah tidak beribu lagi.

Kata "beribu" (mempunyai ibu) tidak membutuhkan objek.

Contoh lain: Ibu memasak di dapur. (Meskipun berawalan me-(N), "memasak" di sini tidak wajib diikuti objek untuk membentuk kalimat yang gramatikal, "di dapur" adalah keterangan tempat).

Ani berbelanja di pasar. (Predikat "berbelanja" tidak memerlukan objek).

 Hubungan  Subjek dan Predikat dalam Kalimat Aktif

Jika kita menilik lebih dalam hubungan antara subjek dan predikat, kalimat aktif dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok yang lebih spesifik:

Kalimat Aktif Transitif 

Memerlukan objek. Pola umumnya S-P-O. Awalan me-(N) pada predikat menjadi ciri khas. Variasi awalan me-(N) seperti meng- (misalnya pada kata dasar berawalan k, g, h, kh, serta vokal a, i, u, e, o seperti pada me- + kirim -> mengirim) sering muncul. Imbuhan gabung me-(N)-kan juga berperan, seperti pada "melebarkan" (membuat jadi lebar) dari dasar "lebar" atau "melarikan" (membawa lari) dari dasar "lari".

Contoh:

Pemerintah tengah melebarkan jalan di muka sekolah. (S-P-O)

Narapidana itu sudah melarikan televisi milik Pak Lurah. (S-P-O

Kalimat Aktif Intransitif  Tidak memerlukan objek maupun pelengkap. Keterangan bisa hadir, namun bukan inti. Pola umumnya S-P atau S-P-Keterangan.  

Contoh:

Ibu memasak di dapur. (S-P-K.tempat)

Ani berbelanja di pasar. (S-P-K.tempat)

Kalimat Aktif Semitransitif

Jenis ini unik karena predikatnya memerlukan kehadiran pelengkap (Pel), bukan objek. Kalimat ini sering menggunakan predikat berawalan ber-. Tidak ada objek dan keterangan dalam struktur intinya.

Contoh:

1.Pengembangan industri nasional bergantung pada mutu SDMnya. (Bergantung = kata kerja; pada mutu SDMnya = Pelengkap)

2.     Usahanya hanya bermodalkan kejujuran dan keberanian. (Bermodalkan = kata kerja; kejujuran dan keberanian = Pelengkap)
Kata "bergantung" berasal dari dasar "gantung" + ber-. Sementara "bermodalkan" merupakan hasil imbuhan gabung ber-kan dari kata dasar "modal" (modal -> modalkan -> bermodalkan).

Kalimat Aktif Dwitransitif  

  Inilah kalimat aktif yang "rakus", karena memerlukan kehadiran objek (O) dan pelengkap (Pel) secaram bersamaan. Kalimat ini sering ditandai dengan imbuhan gabung me-(N)-i pada predikatnya.

Contoh:

 Kakak menanami bunga (O) di depan rumah (Pel). 

(Sebenarnya, "di depan rumah" lebih tepat sebagai 

Keterangan. 

Contoh yang lebih pas: 

Kakak menanami lahannya (O) bunga (Pel)). Mari kita gunakan contoh yang lebih presisi:

Contoh yang lebih akurat untuk dwitransitif:

      Ayah membelikan adik (O) sepeda baru (Pel).

      Ibu mengirimi nenek (O) paket makanan (Pel).

Dalam contoh asli: Kakak menanami bunga di depan rumah

Jika "bunga" adalah objek, maka "di depan rumah" adalah keterangan tempat. 

Jika ingin "bunga" sebagai pelengkap, maka harus ada objek lain. 

 Misalnya: Kakak menanami halaman (O) bunga (Pel)Pada "menanami" (tanam -> tanami> menanami) dan "membelanjai" (belanja -> belanjai > membelanjai), proses pengimbuhannya bertahap. Imbuhan gabung me-(N)-i berfungsi membentuk kata kerja aktif transitif yang khusus ini.


Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal "Aceh Edukasi " IGI Wilayah Aceh dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe


 


 

 

 

Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar