Ilmu dan Kerendahan Hati: Menggali Makna Belajar dari Saidina Ali

Ilmu dan Kerendahan Hati: Menggali Makna Belajar dari Saidina Ali

 

                                                             Sumber: Dreamina.capcut.com

Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.

"Seandainya ada orang yang mengajariku satu kata saja, maka Aku rela menjadi pelayannya,"  (Ali bin Abi Thalib) 

Kutipan di atas  menggambarkan betapa mulianya nilai ilmu dalam pandangan Islam. Ungkapan sederhana ini menyiratkan kerendahan hati dan penghormatan yang tinggi terhadap ilmu dan para pengajarnya. 

Dalam era modern yang penuh dengan kemudahan akses informasi, semangat belajar dan menghargai ilmu seringkali memudar. Tulisan ini mengajak kita untuk merenungkan kembali pentingnya belajar sebagai kunci perubahan positif dalam diri dan masyarakat.

 Baca Juga: Membebaskan 'Aku' dalam Puisi: Paradigma Baru dalam Mengkaji Sastra

Kutipan ini juga mengingatkan kita bahwa ilmu tidak hanya berdampak pada pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan sikap hidup. Dalam sejarah peradaban, kemajuan manusia tidak lepas dari rasa ingin tahu dan proses belajar yang tiada henti. Maka, belajar bukan hanya kewajiban, melainkan kebutuhan bagi setiap individu untuk berkembang dan berkontribusi bagi kemajuan zaman. 

Dengan merenungi pesan mendalam dari Saidina Ali, kita diharapkan dapat menumbuhkan kembali semangat belajar dan menghormati mereka yang berjasa dalam menyebarkan ilmu.

Belajar sebagai Kewajiban Seumur Hidup
Belajar sangatlah penting bagi setiap individu yang telah berakal atau baligh. Dalam Islam, belajar diwajibkan sejak dalam kandungan hingga akhir hayat. Bahkan, Nabi Muhammad SAW, jauh sebelum dunia mengenal negeri China, telah mengingatkan, "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China." 

Kutipan dan penjelasan di atas bukanlah sekadar kata-kata kosong. Lihatlah, dunia bisa menjadi sehebat dan semodern ini karena proses belajar. Secara sederhana, esensi belajar adalah terjadinya perubahan-perubahan pola pikir, sikap, dan perilaku dari yang kurang baik menjadi lebih positif.

Sejak zaman dahulu kala, saat manusia baru mengenal tulisan, mereka sudah membekali diri dengan ilmu. Para tokoh dunia pun melalui proses belajar yang panjang dan penuh tantangan untuk mencapai kesuksesan mereka. Namun, di era modern ini, kata belajar seringkali hanya menjadi lip service di kalangan masyarakat. Realisasi dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari masih jauh dari harapan.

Belajar dalam Era Digital dan Peran Guru
Di era digital ini, sumber belajar tersebar luas. Buku-buku tidak lagi hanya dalam bentuk cetak, tetapi hadir dalam genggaman melalui perangkat elektronik. Informasi bisa diakses kapan saja dan di mana saja. 

Namun, sangat disayangkan banyak yang justru asyik dengan hiburan kosong yang tidak membawa manfaat. Peran guru pun perlahan mengalami pergeseran di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Apalagi jika guru enggan memperbarui pengetahuan mereka. 

Mereka berisiko ditinggalkan oleh peserta didik yang selalu ingin tahu dan haus informasi terbaru. Guru yang baik adalah mereka yang mampu menjadi teladan, mengayomi, dan membimbing dengan ketulusan hati.

Menutup tulisan ini, marilah kita renungkan kembali kutipan dari Saidina Ali di awal. Para Imam Mazhab dalam Islam sengaja menuntut ilmu kepada guru-guru sebelumnya bukan hanya untuk memahami ilmu agama, tetapi juga untuk meneladani sikap dan nilai yang diamalkan oleh gurunya. 

Baca Juga: Investasi Pendidikan untuk Masa Depan Bangsa: Urgensi Penanganan Anak Putus Sekolah

Betapa tinggi penghormatan yang ditunjukkan oleh Saidina Ali, hingga beliau rela menjadi pelayan bagi orang yang mengajarkannya satu kata saja. Bandingkan dengan peserta didik masa kini. Mereka mendapat ilmu yang tak terhingga dari gurunya, namun untuk sekadar mencium tangan guru saja terasa enggan dan terpaksa.

Simpulan
Kutipan dari Ali bin Abi Thalib menunjukkan betapa tingginya nilai ilmu dan kerendahan hati dalam belajar. Ia mengajarkan kepada kita bahwa sekecil apapun ilmu yang diperoleh, tetaplah berharga dan pantas untuk dihargai. Dalam era yang penuh kemudahan akses informasi seperti sekarang, semangat belajar seharusnya semakin kuat, bukan justru memudar.

Dengan belajar, kita tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan sikap yang lebih baik. Oleh karena itu, menghormati ilmu dan guru adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Semoga tulisan ini dapat menjadi pengingat bahwa belajar adalah perjalanan seumur hidup yang membutuhkan ketekunan, kerendahan hati, dan penghormatan yang tinggi terhadap ilmu.


Penulis adalah  Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe 


Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar