Oleh: Mukhlis,S.Pd.,M.Pd
Tidak terasa, pembelajaran semester ganjil Tahun Pelajaran 2024/ 2025sudah sampai di ujung. Semua sekolah, merujuk pada kalender pendidikan nasional pada awal Desember tahun ini sudah mulai melaksanakan ujian semester.
Ujian ini dibuat sebagai evaluasi pembelajaran selama satu semester berlangsung. Sebagai evaluasi pembelajaran yang dijadikan indikator kemajuan belajar peserta didik. Ini tentunya harus dipilih bentuk dan teknik pelaksanaan ujian yang tepat dan cocok untuk diterapkan.
Ada pengalaman menarik yang penulis alami, ketika menjadi pengawas ujian di suatu sekolah. Pengalaman ini muncul waktu penulis ditugaskan jadi pengawas silang antarsekolah pada moment Ujian Akhir Sekolah (UAS). Penulis masih ingat betul ketika awal soal dibagikan. Semua tas, buku, HP, dan Catatan milik peserta ujian yang berhubungan dengan mata pelajaran yang diujikan diminta untuk dikumpulkan di depan kelas..
Semua peserta ujian dengan penuh semangat dan mantap serta keyakinan yang dimiliki siap mengikuti sebuah event pikiran yang selama ini telah dipelajari. Setelah soal dibagikan keadaan kelas masih normal, aman, tertib, dan terkendali..
Semua siswa tampak serius membaca dan menjawab soal -soal yang telah dihidangkan. Kami sebagai pengawas diam dalam tatapan. Mengawasi setiap sudut dan gerak -gerik siswa . Siswa masih dalam keadaan tenang , tidak ada yang berbicara, Hanya mulutnya yang komat- kamit bagai dukun dan kemenyan.
Tidak terasa waktu terus menggulung jarak, masa ujian sudah berlangsung lebih dari 20 menit. Peserta ujian mulai kehabisan stok (persediaan). Ruangan mulai nampak risih. Sekali -kali pengawas bersuara memohon agar peserta ujian untuk diam dan tenang. Kadang -kadang terdengar suara peserta seperti monolog. Mereka berbicara sendiri dengan posisi duduk menghadap ke depan.
Ketika pengawas mendekat rupanya mereka sedang meminta jawaban sesama. Kadang -kadang kertas yang berisi jawaban digumpal lalu terbang mencari arah. Posisi pengawasan jadi tertukar. Awalnya para guru yang mengawas, namun kini berbalik arah peserta ujian yang mengawasi pengawas.
Ketidakjujuran mulai dipertontonkan, sedikit saja para pengawas berbalik badan peserta ujian langsung berulah dalam ruang -ruang penasaran.
Catatan kecil yang disimpan rapi pada setiap lekuk tubuh dan saku pakaian mulai keluar dari sarangnya. Gayanya kaku seolah serius padahal lagi berusaha mencari jawaban yang disembunyikan.
Begitulah kondisi ujian yang berbasis paper atau kertas berlangsung .Sistem pelaksanaan dan pengawasan membuka celah bagi peserta ujian untuk keluar dari ketidakjujuran. Ternyata kejujuran yang selama ini ditanamkan pada setiap materi pembelajaran hanya kamuflase. Buktinya, ketika siswa tidak siap untuk ikut ujian, pasti akan melakukan sebuah tindakan tidak jujur demi mencapai nilai yang baik.
Sebagai calon pemimpin hendaknya para peserta didik dapat menjadikan ujian ini sebagai wadah untuk menguji sebuah kejujuran. Dalam konteks bermasyarakat jujur itu indentik dengan ketegasan. Setiap ketegasan tersimpan suatu kejujuran. Akan tetapi, ketidaktegasan tersimpan ketidakjujuran.
Simpulan awal yang bisa diambil bahwa ujian yang berlangsung di sekolah merupakan wadah untuk membiasakan sebuah kejujuran. Bukankah pembiasaan kejujuran di kalangan peserta didik adalah sebuah praktik baik dan berbudaya?
Selanjutnya bagaimana caranya pihak sekolah dapat menakar kejujuran siswa, sehingga menjadi sebuah budaya dalam kehidupan siswa.? Hal ini dapat dapat terwujud apabila pihak sekolah memperhatikan model dan teknik pelaksanaan ujian, aplikasi yang digunakan dalam ujian, dan umpan balik yang diharapkan.
Model dan Teknik Pelaksanaan Ujian
Pelaksanaan ujian pada setiap sekolah diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mengingat sekarang ini semua sudah menggunakan internet. Tidak ada salahnya apabila sekolah meninggalkan cara -cara lama atau ujian berbasis paper. Alangkah lebih baik apabila sekolah -sekolah yang mudah dijangkau fasilitas internet melaksanakan ujian berbasis online.
Selanjutnya ada banyak keuntungan, jika sekolah melaksanakan ujian berbasis online. Pertama, dari segi biaya yang harus ditanggung pada saat ujian berbasis piper atau kertas berlangsung. Biasanya sekolah mengalokasikan biaya untuk penggandaan soal dalam bentuk piper begitu banyak dan mencengangkan.
Apabila sekolah tersebut mau beralih mengikuti kemajuan zaman , dapat dibayangkan berapa uang yang bisa dihemat dan dapat digunakan untuk keperluan lain yang sifatnya memberikan manfaat bagi sekolah.
Melalui pelaksanaan ujian secara online memberikan kesempatan kepada siswa dan guru untuk mengikuti sebuah perubahan teknologi dalam kehidupan belajar. Peserta ujian dalam ujian berbasis online biasanya mereka lebih siap dan memahami serta apa saja yang harus disiapkan, ketika ujian akan berlangsung.
Pelaksanaan ujian secara online memberikan kemudahan kepada siswa dalam memahami soal -soal yang disajikan. Berkaitan dengan kejujuran, biasanya siswa yang mengikuti ujian secara online lebih percaya diri dan banyak searching tentang soal -soal yang akan diujiankan.
Merujuk pada bentuk soal dan teknik pelaksanaan yang digunakan pada saat ujian , hampir tidak ada kesempatan siswa untuk mencotek atau bertanya pada teman di samping. Hal ini dipengaruhi oleh kualitas soal dan waktu yang disediakan . Apabila waktu yang sudah disediakan habis, maka semua jawaban yang sudah dijawab otomatis akan terkirim. Merujuk pada teknik pelaksanaan seperti ini sudah bisa dipastikan bahwa siswa akan berusaha sendiri, belajar sendiri, dan hasilnya pun untuk sendiri.
Rasa percaya diri yang tumbuh pada diri peserta didik, saat ikut ujian berbasis online akan berdampak pada kejujuran yang dimunculkan oleh siswa. Kedepannya akan muncul siswa yang penuh kesiapan dan percaya diri dengan tidak bergantung pada orang lain saat mengikuti ujian.
Ada keanehan rasanya apabila peserta ujian berbasis online dapat mencotek pada teman di samping dalam waktu yang lama seperti pada ujian berbasis paper atau kertas.
Jika dibandingkan dengan ujian berbasis kertas , biasanya para siswa yang suka mencotek, mereka akan bergantung pada teman di samping. Bahkan bukan hanya bertanya, mereka menyalin semua jawaban teman ke lembaran jawabannya bila tidak diketahui pengawas. Hal ini telah menjadikan siswa tidak jujur pada saat berproses untuk menjadi pemimpin masa depan.
Aplikasi Pelaksanaan Ujian
Untuk menjawab kesenjangan dalam menciptakan kejujuran di kalangan peserta didik melalui ujian online. Zaman kecerdasan buatan seperti ini cukup banyak aplikasi yang dapat digunakan, terutama untuk mendeteksi tingkat kejujuran peserta didik dalam mengikuti ujian di sekolah.
Pertanyaannya adalah bagaimana bisa muncul kejujuran dari peserta didik pada saat ujian online, padahal mereka buka atau searching di google untuk mencari jawaban Hal seperti ini sangat mudah diatasi dengan memilih dan menggunakan aplikasi yang tepat.
Misalnya, ada aplikasi yang disediakan di Google Play Store untuk model pelaksanaan ujian. Tinggal para pelaksana ujian memilih mana yang sesuai dengan karakteristik soal, materi dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki siswa. Ada aplikasi online yang digunakan bisa memaksakan peserta ujian untuk berlaku jujur. Hal ini seperti peserta ujian mencoba membuka layar baru di android atau iPhone dengan tujuan membuka mesin pencarian, baik google atau mesin pencari lainnya, maka peserta ujian tersebut akan dikeluarkan dari sistem ujian.
Agar bisa masuk kembali ke sistem ujian berbasis online , maka peserta ujian harus melakukan scan barcode ulang pada panitia atau pengawas ujian. Hal ini berati para peserta ujian melakukan tindakan curang, tidak jujur dan tindakan tidak terpuji.
Seandainya pihak sekolah mau maju sedikit saja untuk mengubah sistem pelaksanaan ujian berbasis online , dapat dibayangkan pembentukan karakter siswa ke hal -hal yang jujur akan terbentuk.
Ternyata kejujuran yang ada pada diri manusia dapat juga dibentuk dengan sistem dan teknologi yang lebih maju. Hal ini juga dibutuhkan campur tangan guru sebagai fasilitator dalam memahamkan bahwa pentingnya kejujuran bagi seorang siswa sebagai calon pemimpin bangsa masa depan.
Umpan Balik yang Diharapkan
Umpan balik adalah sebuah respon atau tanggapan yang diberikan oleh para komunikator. Artinya, dengan pelaksanaan ujian berbasis online banyak hal yang didapat oleh panitia pelaksana dan guru pengawas.
Respon -respon tersebut dapat berupa tanggapan langsung dari pengguna aplikasi, baik dari hal yang terlihat langsung di lapangan pada saat ujian berlangsung. Hal menjadi fokus di sini adalah pada bidang pelaksanaan dan teknis serta aplikasi itu sebagai penentu indikator kejujuran dalam ujian berbasis online.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe
0 Komentar