“Bercanda” Aksi Pembullyan yang Dinormalisasikan

 


Oleh: Raisa Kamila Bilqis

Bullying adalah kata-kata yang tidak jarang lagi didengar, teruma saat ini dimana angka bullying semakin meningkat seiring meningkatnya popularitas media sosial semakin meningkat. Seringkali kita melihat aksi pembullyan yang berkedok dan beralasan dengan “Cuma bercanda kok”.

 Seiring meningkatnya waktu angka pembulian semakain banyak juga edukasi mengenai pembullyan. Edukasi mengenai pembullyan atau perundungan saat ini menjadi hal yang lebih umum di keseharian kita, namun  realitanya masih banyak yang menganggap tindakan bullying hanyalah bercanda semata. Namun apa itu bullying atau perundungan ? 

Perundungan atau pembullyan merupakan segala bentuk penindasan yang dilakukan dengan tujuan menyakiti, mengganggu, dan mengusik seseorang.

Apakah “Bercanda” itu sendiri bentuk dari bullying ? Tentu saja bukan, candaan adalah ketika setiap pihak merasa terhibur, namun seringkali kita melihat kata “Cuma bercanda” digunakan untuk nenutupi situasi pembullyan, hal ini menyebabkan aksi pembullyan menjadi hal yang dianggap normal. 

Normalisasinya pembullyan ini menjadi suatu masalah yang seharusnya pembullyan tidak terjadi karena besarnya dampak dari pembullyan itu sendiri. Seharusnya pembullyan itu tidak ditutupi dengan kata hanya bercanda namun pembullyan itu harus ditangani.

Bullying itu berbeda denga77n bercanda. Sering kali kita melihat orang yang melalkukan aksi bullying yang berkedok sebagai candaan namun pada realita hal yang mereka lakukan adalah bullying sayangnya tindakan yang mereka lakukan ini dianggap sangatlah normal bagaikan hanya bercanda semata. 

Normalisasinya hal ini  tentunya menjadi suatu masalah. Mengapa begitu? Dan apa itu bullying , bullying merupakan segala bentuk penindasan yang dilakukan baik secara fisik, verbal maupun secara cyber atau dunia maya. Bullying bertujuan untuk menyakiti seseorang baik fisik maupun secara mental seseorang. Namun apa itu bercanda?, bercanda adalah aksi dimana seseorang melakukan sesuatu atau mengatakan sesuatu dengan tujuan menghibur orang sekitar tanpa ada orang yang merasa tersakiti akan kata-kata atau aksi yang dilakukan. 

Antara bullying dengan candaan tentunya memiliki batasan yang sangat jelas. Apabila yang dimaksud bercanda sesama teman, maka semua pihak seharusnya sama-sama merasa senang dan menikmati tanpa ada yang  merasa tersakiti. Jika yang disebut candaan tersebut terdapat pihak-pihak yang merasa  dirugikan baik secara emosianal ataupun fisik , maka itu yang harus dipertanyakan. Apakah sudah benar perilaku kita terhadap orang tersebut?. https://www.kompasiana.com/safridaaulia1133/6176afd2dfa97e68dc3643f2/bullying-berkedok-bercanda diakses 14 september 2024

Selanjutnya bercanda tidak menyebabkan seseorang terluka ataupun tersakiti, tidak jarang kita melihat orang menormalisasikan bullying sebagai candaan namun perlu disadari bahwa candaan tidak menyebabkan seseorang menjadi ttersakiti. Rasa sakit yang dialami seseorang yang mengalami pembullyan dapat dirasakan dalam bentuk fisik maupun mental. 

Rasa sakit ini pastinya akan berdampak pada seseorang terutama apabila aksi bullying merupakan hal yang dialami berulang kali. Seseorang yang mengalami bullying akan kemungkinan mengalami gangguan mental seperti depresi hingga PTSD ( post traumatic stress disorder ) bahkan apabila gangguan mental yang dialami sudah menjadi parah  maka akan timbul rasa ingin membunuh diri dalam korban.  Tidak berhenti pada gangguan mental dampak dari pembullyan juga dapat bersifat secara fisik,  bullying yang dilakukan  secara fisik  ini menyebabkan korban menjadi terluka. 

Contoh nyata dari hal ini ada lah kasus dari fatir arya dinata seorang anak sd yang harus di amputasi akibat “Bercanda ” . Ia mengalami pembullyan baik secara fisik maupun verbal, seringkali ia diejek oleh teman-temannya dan ia pun disliding saat membeli jajanan menyebabkan dirinya terjatuh dan terluka. Akibat dari jatuhnya ia mengalami sakit yang terus berlangsung hingga akhirnya ia harus diamputasi di usianya yang hanya 12 tahun, sayangnya sang kepala sekolah fatir hanya menganggap aksi bullying ini sebagai “Bercanda” semata. Amputasi tentunya hal yang berat bagi seseorang. 

Apabila seseorang “Bercanda ” sampai orang lain harus diamputasi,maka hal yang dilakukan bukan lagi sebuah candaan saja melainkan hal yang dilakukan merupakan contoh dari perundungan.  peristiwa yang dialami oleh fatir merupakan sebuah aksi yang lebih dari “hanya candaan”. Aksi yang dialami oleh fatir adalah perundungan yang tidak seharusnya ditiutupi dengan alasan hanya bercanda.   

Bercanda merupakan aksi yang menghibur semua orang tanpa ada yang merasa terluka. Dari peristiwa fatir kita dapat melihat bahwa candaan itu berbeda dengan bullying, dan bullying tidak seharusnya dinormalisaisi dengan menganggapnya sebagai candaan semanta. Seperti yang kita tahu bahwa candaan merupakan ungkapan humor, kelucuan yang membuat orang lain tertawa, bersenda-gurau, tidak menyudutkan orang lain, dan tidak ada unsur menyakiti ketika kita bercanda https://www.kompasiana.com/nurulseptianiwulans/65ed526a147093791f1e5f92/bullying-dianggap-bercanda-gen-z-krisis-moral-dan-etika diakses 20 september 2024 

Tidak hanya itu bullying bukanlah hal yang normal dan tidak seharusnya dinormalisasikan. Seringkali kita melihat aksi bullying dinormalisasikan sebagai bercanda, terutama di sosial media dan lingkungan sekolah  namun hal ini seharusnya tidak terjadi karena dampak dari bullying itu sendiri cukup besar.

 Pada saat ini penelitian dampak bullying terhadap pelaku belum banyak dilakukan, namun dari penelitian yang ada pelaku bullying berpotensi menjadi seseorang yang mempunyai antisosial personality disorder tidak hanya itu pelaku bullying akan cenderung melakukan tindakan kriminal jika bullying terus dinormalisasikan. Timbulnya rasa ingin untuk melakukan pembullyan merupakan hal yang tidak normal, manusia pada umumnya memiliki empati, pelaku bullying cenderung tidak dapat merasakan empati untuk korban bully Terusnya normalisasi bullying akan menyebabkan peningkatan kriminalisasi dan kematian. 

Bullying merupakan tindakan yang memerlukan konsekuensi dan tidak disepelekan. Terdapat dua macam pelaku bully, yaitu pure bully dan bully-victim. Para Bully atau pelaku bullying yang tidak mengalami pengalaman di-bully. Orang-orang ini adalah mereka yang selalu menempati peran dominan dan seakan-akan berada di puncak rantai makanan. 

Para bully seperti tidak memiliki permasalahan psikologis yang berarti kecuali permasalahan moral dan tidak adanya empati. Pelaku bully semacam ini dapat berpotensi berkembang menjadi pribadi anti-sosial. https://pijarpsikologi.org/blog/benarkah-bullying-merugikan-bagi-korban-dan-pelaku diakses 21 september 2024

Simpulan 

Bullying merupakan hal yang buruk. Bullying seharusnya tidak terjadi dan tidak ditutupi dengan alasan hanya “bercandaan”. Bercanda dan bullying merupakan dua hal yang berbeda dan tidak seharusnya disamakan. Apabila bullying terus terjadi maka angka kriminal akan meningkat. Untuk hidup yang harmonis seharusnya bullying itu tidak terjadi, sebagai individu yang baik kita perlu memerhatikan kata-kata yang kita katakan maupun aksi yang kita lakukan dan memirkannya kembali  apakah hal itu akan melukai seseorang? 

Penulis adalah Siswa Kelas Program Unggulan XI-1 SMAN 1 Lhokseumawe

Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar