Malaikat Tak Bersayap


Malaikat Tak Bersayap 

Oleh: Syarifah Najwa Zain

Sastrapuna.com Malaikat Tak Bersayap "Duh, kok kunci motor saya jatuh disini ya? Oh iya, tadi kan saya keliling kesini pas piket " gumam bu Natha sambil mengutip kunci motornya yang terjatuh di kamar mandi siswi. Waktu telah menunjukkan pukul empat sore, bu Natha hendak beranjak dari sekolah untuk kembali ke rumah. Namun tiba-tiba, terdengar samar-samar suara tangisan yang tak jelas asalnya dari mana. Bu Natha mencari asal suara itu. Setelah penat mencari, ia dapati suara misterius itu di dalam sebuah kamar mandi siswa. 

  Sedikit tegang bercampur takut untuk membuka pintu kamar mandi itu. Dari suaranya terdengar seperti tangisan anak laki-laki. Perlahan bu Natha mencoba berkomunikasi dengan sosok dibalik pintu kamar mandi. 

" Nak, kamu ngapain nangis di dalam? Sakit ya? " Tanya bu Natha dengan lembut. 

" Bu Natha ya? Sebentar ya bu, saya keluar dulu " jawab sosok yang tadi menangis di kamar mandi. Ia mulai beranjak keluar dan menemui bu Natha. Dengan lembut bu Natha kembali bertanya. 

  " Nama kamu siapa nak? Kenapa kamu jam segini belum pulang, malah nangis di kamar mandi sekolah? ".

  " Saya Aditya buk, saya nangis karena.., mmm karena.. ". Aditya gugup dan tertunduk malu untuk menceritakan masalahnya pada bu Natha. 

" Kenapa nak? Bilang aja sama ibuk, gak papa kok. Ibuk janji gak bilang siapa-siapa kalau minta dirahasiakan " Ucap bu Natha dengan nada penuh kasih sayang. 

" Begini bu, saya gagal di semua mata pelajaran. Walaupun saya sudah belajar keras setiap hari, tapi nilai ulangan dan ujian saya selalu nol, saya heran salah saya dimana. Padahal saya udah pahami betul-betul soalnya tapi tetap aja nilai saya nol, saya takut mama saya kecewa. Karena ketika di SD dan SMP dulu saya sering menjadi juara kelas, bahkan juara umum " 

" Oh begitu ya? Siapa wali kelas kamu nak? "  tanya bu Natha. 

" Wali kelas saya bu Nana, buk " 

" Oh baik, nanti saya sampaikan keluhan kamu ke bu Nana agar kita bisa cari solusinya sama-sama ya " jawab bu Natha dengan ramah. 

" Ya sudah, sekarang kamu pulang aja dulu. Lagipula ini kan udah jam empat, mama kamu gak marah kamu pulang telat? Kan pulangnya udah dari jam satu tadi " 

" Baik bu, Terima kasih banyak bu Natha " 
" Iya, biar saya antar aja ya, rumah kamu dimana? " 
" Tidak usah bu, saya jalan kaki saja, rumah saya dekat kok " 
" Nggak apa-apa, Aditya. Biar saya yang antar " 
" Terimakasih banyak buk ".
Sesampainya di rumah
" Assalamu'alaikum mama, Aditya pulang " 

" Waalaikum salam, nak. Kok kamu lama banget pulangnya? Mama khawatir, mama sampek nyuruh papa kamu untuk nyariin kamu barusan, eh tiba-tiba kamu udah qsampai ke rumah " Ucap mama yang panik tetapi masih mempertahankan sifat penyayangnya. 

Aditya makin terenyuh hatinya saat melihat Mama khawatir padanya, dan tidak marah walaupun sudah tahu bahwa prestasinya di sekolah makin menurun. 

" Mama, kenapa mama gak pernah marah sama aku? Padahal aku udah ngecewain mama, prestasiku turun di sekolah " dengan rasa bersalah yang dalam, Aditya bertanya pada ibunya. 

" Nak, mama tau prestasi kamu turun. Tapi bukan prestasi kamu di sekolah yang mama sangat bangga-banggakan. Mama bangga kamu masih punya akhlak yang baik, mama paham kok bahwa kamu harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah kamu sekarang. Dulu, kamu sekolah di sekolah pedalaman, sekarang kamu bersekolah di kota besar, sekolah unggul pula di Jakarta. Sistem belajar mereka lebih tinggi daripada sistem belajar di sekolah pedalaman, tuntutan mereka juga lebih tinggi, sayang. Kalau di tahun pertama ini kamu merasa gagal, maka di tahun kedua nanti jangan gagal lagi. Belajar dari kesalahan di tahun pertama ini. Paham, nak? " Nasehat mama untuk Aditya. 

Mendengar untaian kalimat motivasi dari sang ibunda. Aditya menjadi lebih semangat dan termotivasi. Ia bertekad untuk belajar lebih keras lagi.

Esok harinya, bu Natha melaporkan apa yang Aditya keluhkan kepada wali kelas Aditya. Setelah mendengar apa yang bu Natha ceritakan. Bu Nana memberikan tanggapannya. 

" Tapi bu Natha, sekolah kita tidak  mengadakan kelas tambahan bagi siswa yang kurang bisa di pelajaran sekolah. Jika ia merasa kurang mampu mengejar, maka ia sendiri yang harus berusaha keras untuk belajar " Mendengar jawaban dari bu Nana, bu Natha tidak bisa berbuat apa-apa, karena memang begitulah peraturan di sekolah itu. 

Setelah selesai berbicara dengan bu Nana, bu Natha keluar dari ruang guru karena hendak mengajar ke kelas. Di perjalanan menuju kelas, bu Natha melihat Aditya sedang menyusun sepatu guru dan teman-temannya di depan kelas. Ia tampak begitu ikhlas melakukan itu, terpancar cahaya budinya yang baik. Bu Natha pun melanjutkan langkah kakinya ke kelas yang ia tuju.

Setelah mengajar di jam pelajaran pertama, bu Natha kembali ke kantor guru, menunggu jadwal mengajarnya di kelas lain. Tiba-tiba ia mendapat panggilan untuk menjadi guru pengganti di kelas Aditya, kelas X IPA 3, karena guru yang bersangkutan tidak dapat hadir hari ini. 

" Anak-anak, bu Carla tidak dapat hadir hari ini. Jadi, bu Carla menitipkan beberapa tugas untuk kalian. Buka buku halaman 25, latihan A dan B dibuat sekarang ya. Jadi, totalnya 15 soal " jelas bu Natha. 

" Baik bu " Ucap para murid dengan serempak. 

" Karena soalnya sedikit, setelah mengerjakan tugas ini, sepertinya masih ada waktu untuk mencatat materi bab baru. Nanti, saya akan tuliskan di papan tulis " ucap bu Natha. 

Semua murid segera mengerjakan tugasnya dengan baik. Aditya duduk di bangku paling pojok belakang di deretan bangku sebelah kiri. Ketika semua murid telah selesai mengerjakan tugas pertama yaitu mengerjakan beberapa latihan soal, mereka segera mengerjakan tugas kedua yaitu mencatat materi baru yang telah dituliskan oleh bu Natha di papan tulis. 

Sedari tadi, bu Natha sibuk memperhatikan Aditya yang tampaknya tidak tenang sedang mencatat. Ia memicingkan matanya, sesekali ia mendongak, sesekali juga ia bertanya pada temannya apa kata yang tertulis di papan. 

Melihat Aditya bersikap seperti itu, bu Natha berkata " Nak, bagi yang kurang bisa  melihat tulisan di papan tulis, boleh maju ke depan nyatatnya ya ".

" Baik bu " Para murid menjawab dengan serempak. Diantara semua murid yang ada di kelas hanya Aditya yang maju ke depan, Aditya maju sampai ke depan meja guru dan duduk bersila di bawahnya, siap untuk mencatat semua materi di papan tulis. Namun, walaupun sudah duduk di depan Aditya tetap memicingkan matanya. Melihat hal itu, bu Natha menyimpulkan bahwa Aditya pasti memiliki gangguan kesehatan mata, maka dari itu ia gagal di hampir keseluruhan mata pelajaran sekolah. Bu Natha berniat ingin membantu Aditya untuk membelikannya sebuah kacamata karena keinginan yang kuat dari Aditya untuk belajar. Namun, bu Natha ingin orang yang diberikan bantuan olehnya adalah orang yang tau berterima kasih dan orang yang baik.Maka dari itu, ia tidak langsung membelikan kacamata untuk Aditya, melainkan melihat dulu seperti apa sebenarnya sifat dari Aditya ini. 

Mulai dari esok harinya, bu Natha sengaja datang pagi-pagi sekali untuk mengobservasi Aditya, apakah ia anak yang disiplin? Bagaimana cara ia menghargai waktu?. Ketika bu Natha sedang memarkirkan sepeda motornya di tempat parkir guru, Aditya menghampirinya sambil tersenyum, lalu menyalami tangannya. 

" Assalamu'alaikum bu Natha " 

" Waalaikum salam, Aditya " 

" Bu, tas ibu boleh saya bawakan? " 

" Oh, boleh nak, tas nya juga berat. Tapi apa kamu sanggup? " 

" Sanggup bu " 

" Oke, Hati-hati ya "

" Baik, bu ".

Aditya membawakan tas bu Natha ke ruang guru dengan sangat berhati-hati. Setelah itu, ia pamit pada bu Natha karena hendak menuju ke kelas. Sesampainya di kelas, ia langsung membuka sebuah buku,bu Natha pun beranjak dari kantornya untuk mengobservasi tingkah laku Aditya,ia ingin tahu bagaimana tingkah laku asli dari Aditya. Bu Natha pun berjalan menyusuri lorong dimana kelas Aditya berada. Ternyata ia sedang membaca buku RPUL. Bu Natha menyukai anak-anak yang suka membaca buku, karena di zaman sekarang ini lebih banyak anak yang suka bermain handphone daripada membaca buku. 

Bel istirahat pun berbunyi, semua murid-murid memenuhi kantin untuk mengisi perut mereka. Karena para murid beristirahat, para guru juga ikut beristirahat. 

Bu Natha membeli jajanan ke kantin, namun bu Natha tidak melihat Aditya di kantin, lalu bu Natha kembali ke kantor guru untuk menghabiskan jajanan yang ia beli di kantin. Setelah semua makanan yang dibelinya habis dimakan, bu Natha bergegas mengambil mukena dari dalam tas untuk salat dhuha di mushala sekolah. 

Samar-samar suara alunan ayat Al-Quran terdengar oleh bu Natha ketika melangkahkan kakinya di tangga luar mushala. Ketika bu Natha telah berada di dalam mushala hendak meletakkan mukenahnya, baru lah ia tau darimana asal suara itu. Ternyata itu adalah suara dari Aditya. 

" Subhanallah, bagus sekali kamu melantunkan ayat Al-Quran, nak " Gumam bu Natha di dalam hati. Bu Natha pun langsung bergegas pergi mengambil air wudhu karena waktu istirahat semakin singkat. Setelah selesai salat Dhuha, bu Natha kembali ke kantor guru untuk menaruh kembali mukenahnya dan bersiap untuk mengajar ke kelas. Waktu terus berjalan, tak terasa jarum panjang sudah menunjukkan angka satu, dimana pada jam tersebut semua murid sudah boleh pulang ke rumah. Satu persatu para murid menyalami gurunya di kelas, pamit hendak pulang. 

Tapi Aditya sangat luhur budinya, ketika semua anak langsung pulang saat setelah mengalami guru, Aditya merapikan dan membersihkan dulu sepatu gurunya sebelum gurunya keluar dari kelas dan Aditya selalu menjadi orang terakhir yang keluar dari kelas, ia menunggu semua teman kelasnya keluar dan disitulah momen terbaik baginya untuk menyenangkan hati guru. Setiap guru yang masuk ke kelasnya di perlakukan seperti itu olehnya. 

" Bu Rina, sepatu ibu saya bersihkan sebentar ya. Bu Rina duduk saja dulu" Ujar Aditya sopan. 

" Iya nak, Terima kasih ya ".

" Saya senang para guru tidak pernah menolak tawaran saya untuk membersihkan sepatunya, karena begitulah cara saya menyenangkan hati guru, bu " Jelas Bu Rina. 

" Iya nak, makanya ibu tidak pernah menolak, penat ibu juga hilang karena kamu " balas bu Rina. 

" Sudah bu, sudah siap saya bersihkan " ucap Aditya sambil mengatur posisi sepatu yang pas agar bu Rina bisa langsung memasukkan kakinya ke dalam sepatu. 

" Terima kasih banyak, Aditya ".
" Iya buk, tasnya saya bawakan buk ya " 
" Boleh, nak. Langsung bawa ke mobil ibu ya " 
" Baik, bu Rina "
" Kamu naik apa pulang nya nak? Yuk, biar ibu antar aja " Tawar bu Rina. 

" Nggak apa-apa buk, jangan bu Rina antarin. Rumah saya dekat dari sini, saya biasanya jalan kaki, Terima kasih banyak atas tawarannya bu Rina " Jawab Aditya

" Yaudah, sekalian aja sama ibuk yuk " 

" Tidak usah buk, saya jalan kaki saja. Bu Rina hati-hati di jalan, ya. Semoga selamat sampai tujuan " Jawab Aditya. 

" Yaudah jika itu mau kamu, kamu juga hati-hati ya "

" Iya buk ".

Keesokan harinya, ketika bu Natha baru saja datang ke kelas. Sebagian guru yang duduknya tidak jauh satu sama lain sedang membicarakan Aditya, bu Rina yang menceritakannya. Ia sangat kagum dengan akhlak Aditya yang sangat indah dan tau caranya membahagiakan guru. Kita semua tahu bahwa kita tidak bisa membalas jasa guru, tapi carilah cara bagaimana membahagiakan guru sebagai bentuk terimakasih kita atas guru kita. 

Setelah mendengar perbincangan para guru tadi, bu Natha semakin yakin untuk membantu Aditya. Esok harinya ketika jam istirahat sedang berlangsung, Aditya dipanggil oleh bu Natha untuk datang ke ruang guru karena ada sesuatu yang ingin dibicarakan. 

" Assalamu'alaikum bu Natha, ada apa bu Natha panggil saya? " 

" Duduk dulu, nak. Jangan berdiri-berdiri " 

" Baik, bu Natha " 

" Jadi, begini. Saya sudah tau apa penyebab nilai kamu turun " 

" Beneran bu? " Aditya tertegun mendengar kata-kata bu Natha, merasa takjub sekaligus penasaran. 

" Jadi, dari yang saya lihat sepertinya kamu menderita gangguan kesehatan mata. Makanya, kamu gak bisa liat tulisan di papan tulis dengan jelas sehingga nilaimu anjlok. Saya dan bu Rina sudah mengumpulkan uang untuk membelikan kamu sebuah kacamata. Tolong diterima, ya " Jelas bu Natha. 

" Haa?? Kacamata bu? Bu Natha dan bu Rina ingin membelikan saya kacamata?? " Aditya tambah terkejut mendengar bu Natha dan bu Rina ingin membelikannya kacamata. 

" Saya sudah tahu bagaimana tingkah laku kamu,dan kamu adalah anak yang sangat sangat baik, budimu luhur, akhlakmu mulia. Makanya kamu pantas diberi hadiah, tolong diterima ya. Nanti siang, saya akan jemput kamu ke rumah untuk ngomong sama ibumu " 

" Ya Allah buk, Terima kasih banyak buk ya, saya tidak tahu harus bagaimana untuk membalas jasa bu Natha dan bu Rina " Ucap Aditya sambil meneteskan beberapa bulir air mata terharu.  

Di sore harinya, bu Natha berangkat menuju rumah Aditya untuk berbincang bersama orang tua Aditya dan memberikan langsung uang itu kepada Aditya. 

Besok paginya, Aditya ke sekolah dengan kacamata yang dibeli oleh bu Rina dan bu Natha kemarin. Aditya sangat senang dengan kacamata itu, dan semakin haripun nilai Aditya semakin meningkat. Ketika Aditya duduk di kelas sebelas ia bahkan berhasil menjadi juara umum di sekolahnya itu, dan memenangkan berbagai macam perlombaan. 


Penulis adalah Siswa Kelas Unggulan 2 Tahun SMA Negeri 1 Lhokseumawe 


Baca Juga: Sang Relawan







Berita Terkait

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Cerpen yang sangat bagus sekali, sangat memberikan pengajaran bagi kita semua,dua👍👍 untuk penulis

    BalasHapus