Potret Guru Idealis
sastrapuna.com - Muklis Puna
Jam lima lewat lima belas derajat
Alarm menjerit, tubuhnya gemetar
Suaranya menampar pagi berulang- ulang
Di sebuah kamar
Diantara pagi dijemput matahari
Diantara rombongan malaikat balik haluan
Diantara malam enggan menutup mata
Diantara pagi dijemput matahari
Diantara rombongan malaikat balik haluan
Diantara malam enggan menutup mata
Seorang guru muda idealis beranjak dari lelap
Dari mimpi membangun kaki - kaki negeri
Mengusir kebodohan yang bersemayam
Dari mimpi membangun kaki - kaki negeri
Mengusir kebodohan yang bersemayam
di sela- sela pelangi
Dia tabu dan kaku, hanya kenal dengan hukum baku
Adalah ilmu kampus nan ilmiah jadi andalan
Dia pikir semua konsep sesuai rencana
Dia tak tahu bahwa budak pendidikan adalah permen,
Timbul tenggelam di ruang kelas
Seperti kuda beban disematkan kaca mata hijau
Lalu merumput di lahan kering
Adalah ilmu kampus nan ilmiah jadi andalan
Dia pikir semua konsep sesuai rencana
Dia tak tahu bahwa budak pendidikan adalah permen,
Timbul tenggelam di ruang kelas
Seperti kuda beban disematkan kaca mata hijau
Lalu merumput di lahan kering
Dalam hitungan bulan ia bertukar tempat
Diseret ke dalam siklus membuang ego
Kutempelkan kuping di dadanya
Ada gemuruh seperti tambur ditabuh hujan
Petir dan guntur mengaduk kecewa,
Diseret ke dalam siklus membuang ego
Kutempelkan kuping di dadanya
Ada gemuruh seperti tambur ditabuh hujan
Petir dan guntur mengaduk kecewa,
Jiwa tak setakat dengan kata,
pembangunan pendidikan hanya kamuflase
Orang- orang mengunyah kertas dalam sketsa
Jemari menari memainkan gitar tak berdawai
Seorang guru muda nan cerdas kini tak lagi idealis
Seragam kebohongan semakin mengkilap
Nama tuhan dibajak
Kitab suci diobral
Kebenaran disulap
Seragam kebohongan semakin mengkilap
Nama tuhan dibajak
Kitab suci diobral
Kebenaran disulap
Kemarin pagi kusapa dia dalam suka
Berubah tiga ratus enam puluh derajat
menggugat segala petuah
Berubah tiga ratus enam puluh derajat
menggugat segala petuah
Jiwanya sudah gersang,
karena hujan kejujuran telah mati
Bibirnya tak lagi kebas, bagai riak di musim badai
Menghantam batu- batu pengawal pasang
Bibirnya tak lagi kebas, bagai riak di musim badai
Menghantam batu- batu pengawal pasang
Seorang guru muda datang dari rasa mengambang
Tampilan bagai ombak nan garang
Berjalan menuju pantai,
Tampilan bagai ombak nan garang
Berjalan menuju pantai,
pecah dihempas badai
Menebar kabar pada pantai,
Bahwa di sana hanya bulan yang memompa pasang
Menebar kabar pada pantai,
Bahwa di sana hanya bulan yang memompa pasang
Lhokseumawe, 2 Maret 2022
0 Komentar