Menyemai Kembali Nilai- nilai Luhur dalam Rangka Menghadapi Revolusi Industri 4.0 pada Generasi Milenial
Oleh: Mukhlis, S.Pd.,M.Pd.
sastrapuna.com - “Pelangi yang muncul setelah hujan adalah janji alam, bahwa masa buruk telah berlalu dan masa depan akan baik-baik saja.” Windry Ramadhina
Harga masa depan ditentukan hari ini. Pernyataan ini penulis hantarkan sebagai pembuka tulisan ini. Generasi muda dalam tatanan kebahasaan mempunyai makna yang sangat luas. Tidak ada parameter baku untuk sebuah kata generasi muda. Namun, secara harfiah generasi muda adalah individu- individu yang mendiami suatu bangsa ditempah dengan berbagai cara demi terciptanya kesinambungan pembangunan yang telah dicita-citakan oleh para pendiri negeri. Usia mereka berada pada rentang angka 16 sampai 30 tahun. Keberadaan generasi muda hari ini berfungsi sebagai aset negara yang perlu mendapatkan perhatian ekstra.
Selanjutnya, dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2009, pemuda adalah warga negara Indonesia berusia 16 sampai 30 tahun. Menurut hasil Susenas Tahun 2017, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 63,36 juta jiwa. Di antaranya (24,27 persen) adalah penduduk dalam kelompok umur pemuda. Mengingat tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia berkembang secara drastis, maka otomatis seiring waktu jumlah mereka sebagai penerus tonggak sejarah terus bertambah.
Sebagaimana sudah dimakfumkan secara umum bahwa generasi muda hari ini adalah generasi milenial. Menurut Wikipedia generasi milenial adalah kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. https://id.wikipedia.org/wiki/Milenial?veaction=edit§ion=1. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran. Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi Baby Boomers dan Gen-X yang tua. Milenial kadang-kadang disebut sebagai "Echo Boomers" karena adanya 'booming' (peningkatan besar) tingkat kelahiran pada tahun 1980-an dan 1990-an.
Ketika Indonesia mencapai tahun keemasan pada Tahun 2035, mereka sudah menjadi pemimpin negeri ini. Generasi milenial adalah generasi yang dilahirkan dan dibesarkan di tengah berkecamuknya arus teknologi dan informatika. Mereka dihadapkan pada zaman yang serba instan. Hal ini dipengaruhi oleh tantangan hidup yang begitu rumit dan kompleks. Pengaruh revolusi industri 4.0 menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan segala kemampuan, terlepas dari berbagai kekurangan yang dimiliki.
Selain itu, generasi muda Indonesia seperti dua sisi mata uang. Satu sisi mereka ditempah dengan produk modern, sisi selanjutnya mereka dihipnotis dengan berbagai perubahan zaman yang begitu cepat. Ruang-ruang publik seperti disekat begitu rapat. Jiwa sosial dan nasionalisme mulai kabur dari tunas muda yang menjadi tumpuan bangsa. Hilangnya batas- batas negara antara satu dan lainnya telah menciptakan egoisme secara kolektif. Dampak- dampak sosial dan nasionalisme begitu kentara membungkus jiwa generasi emas ini.
Namun, dilihat dari literasi baca tulis yang dimiliki oleh generasi muda dewasa ini berada pada taraf yang tidak menggembirakan. Hasil penelitian Program for International Students Asesement (PISA) Tahun 2017 bahwa literasi baca tulis generasi muda Indonesia berada pada nomor buncit dari 72 negara yang diteliti. Akan tetapi secara kasat mata, mereka lebih cakap dalam literasi informasi dan teknologi. Literasi informasi dan teknologi tidak menjamin tumbuhnya hal yang bersifat postif. Karena informasi dan teknologi yang mereka kuasai lebih cenderung pada melemahnya nilai -nilai luhur yang seseuai dengan karakteristik bangsa Indonesia. Hampir setiap waktu mereka habiskan untuk bereforia dengan gadget penuh dengan aplikasi yang membuat rubuhnya akhlak negeri ini.
Mengingat generasi muda hari ini adalah aset bangsa dan generasi emas pada saat Indonesia menduduki puncak kejayaan. Semua elemen masyarakat dan pemerintah harus mengambil peran dalam menyebarkan nilai -nilai luhur dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertanyaan besar menantang pihak pemangku kepentingan adalah bagaimana caranya menebarkan nilai-nilai luhur pada generasi muda hari ini, mengingat mereka sudah terkontaminasi dengan virus -virus teknologi dan informasi?
Indonesia adalah negara kepulauan terletak pada lintang khatulistiwa yang sangat strategis. Penduduknya menempati urutan nomor 5 terbanyak dunia, memiliki ragam budaya, karakter, dan pola pikir yang unik. Keunikan ini dipengaruhi oleh suku bangsanya yang tersebar di bentangan zamrud yang subur gemahrifah lhohjenawi. Berbagai sikap menyatu padu dalam satu tatanan di bawah pancasila yang menaungi Kebhinnekaan Tunggal Ika. Sudah tentu generasi muda yang dimiliki oleh bangsa ini juga memiliki jiwa kebangsaan yang berbeda pula.
Untuk menyeragamkan yang beragam diperlukan sebuah refleksi secara massal terhadap nilai- nilai luhur yang dimiliki oleh sejarah bangsa. Walaupun Indonesia dikenal sebagai bangsa pelaut, akan tetapi sejarah telah membuktikan bahwa sikap keluhuran yang dimiliki bangsa ini telah mampu membuka mata bangsa bangsa lain di dunia melalui karakter yang berbudi luhur, ramah tamah,mempunyai sikap social, dan rasa toleransi yang tinggi. Hidup diantara bentangan pulau yang begitu banyak membutuhkan sebuah kesadaran yang mantap dalam menghargai perbedaan diantara sesama warga.
Kembali ke pokok masalah dari tulisan ini adalah bagaimana cara menebar kembali benih benih karakter bangsa yang telah diungkapkan di atas pada generasi muda saat ini? Dalam hal ini penulis menawarkan beberapa solusi untuk keluar dari permasalahan tersebut. Adapun solusinya meliputi 1) Pendidikan, 2. Teknologi dan informasi, 3) Refleksi sejarah negeri, 4) Budaya sebagai sumber rujukan dalam berbangsa, dan 5) Cinta tanah air
1) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu landing sektor yang harus menjadi titik fokus dalam mengembangkan visi dan misi karakter bangsa yang berbudi luhur. Secara umum dapat dimaknai bahwa pendidikan adalah rahim kemajuan suatu bangsa. Pendidikan memegang peranan penting dalam mencetak kader bangsa yang berakhlakulkarimah di masa mendatang. Jika pendidikan hari ini sudah berkarakter dan mampu menanamkan nilai-nilai kebangsaan berbasis imtag dan imtek, maka dapat dibayangkan bagaimana generasi muda di masa mendatang saat Indonesia menduduki masa kejayaan.
Ada dua komponen yang berpengaruh dalam konteks pendidikan terhadap perkembangan alur pikir generasi muda adalah kurikulum dan guru. Kurikulum berfungsi sebagai perangkat pembelajaran yang diaplikasi secara sistematis harus memuat berbagai lintas kepentingan bangsa yang dipelajari oleh tunas -tunas bangsa hari ini. Kenyataan menunjukkan bahwa berbagai dampak muncul pada generasi muda saat ini adalah dipengaruhi oleh faktor lemahnya kurikulum Indonesia dalam mendistribusikan seluruh kepentingan bangsa dalam rentang panjang. Produk-produk generasi muda dewasa ini merupakan hasil dari tempahan kurikulum masa lalu. Tingkah laku yang diperankan oleh generasi muda sekarang juga termasuk aplikasi kurikulum yang sudah dipelajari. Keadaan seperti ini jika tidak dibuat perubahan pada kurikulum, lalu bagaimana nasib negeri di tangan mereka nantinya?
Hal kedua yang harus dipikirkan dalam menyemai kembali karakter bangsa dalam pendidikan adalah faktor guru. Peran guru menurut Mulyasa, (2007:77) Guru (pendidik) adalah sebagai peran pembimbing dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa merasa aman dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapai mendapat penghargaan dan perhatian, sehingga dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa. Konteks seperti ini terlihat jelas bahwa guru berfungsi sebagai bakteri dalam menyebarkan virus- virus karakter yang bernuansa ilmiah dan berwawasan kebangsaan. Walaupun sepintas guru bagaikan bakteri yang memiliki bentuk kecil (harus dilihat melalui mikroskop) akan tetapi pengaruhnya sangat signifikan dalam dunia pendidikan. Agar hal ini dapat terwujud tugas pemerintah adalah bagaimana menciptakan sosok guru yang dapat ditiru dan digugu serta dijadikan teladan bagi peserta didik sebagai cikal bakal pemimpin masa depan.
2) Teknologi
Sebagai manusia normal kita tidak mampu menolak kemajuan teknologi dan informasi yang melanda belahan bumi ini. Ibarat pelaut, Ia tidak mampu mengubah arah angin, akan tetapi Ia mampu mengubah arah layar. Tujuan pelayaran generasi muda dapat diarahkan sesuai dengan pesatnya teknologi dan perubahan informasi. Banyak penelitian yang menemukan bahwa Indonesia menempati urutan ke dua dalam mengakses film porno setelah Rusia. Namun kita bersyukur akhir- akhir ini pemerintah melalui Mengkominfo sudah berhasil memblokir seluruh jejaring sosial yang memuat situs porno. Perlu dipahami juga bahwa tingkat kemampuan menguasai informatika dan teknologi para remaja Indonesia lebih gesit dari pemangku kepentingan. Mereka ,akan mencari cara untuk sampai ke hal- hal tersebut. Pemblokiran situs porno bukan sebuah alternatif yang menjanjikan bagi kelangsungan pembentukan karakter anak bangsa. Konsep yang mumpuni adalah membangun kembali benteng- benteng ideologi yang terlanjur bobrok dihantam badai globalisasi yang begitu kejam dalam memutuskan saraf -saraf pikiran remaja saat ini.
Sebagaimana dikemukakan di awal tulisan ini bahwa generasi milenial adalah generasi yang dididik dan ditempa oleh haluan informasi dan teknologi. Paradigma berpikir lebih instan, menurut mereka perjuangan menjadi manusia sejati dan sukses tidak harus dimulai dari anak tangga pertama. Nah... di jejaring sosial hal seperti itu tidak dibutuhkan. Versi pikiran para tunas bangsa adalah hanya jejaring sosial murah dan bahkan hampir tak berbayar dapat menuntun arah hidup kepada hal yang lebih bermartabat. Proses mencari jati diri seperti ini telah mengkristal dalam pola pikir mereka.
Sebenarnya pemerintah dan pemerhati kehidupan remaja sebagai generasi muda harus bijak dalam memberikan kebebasan di ruang publik. Penanaman karakter dalam bermedia sosial secara sehat perlu diberikan penyuluhan melalui aplikasi tandingan sebagaimana yang berlaku di jejaring sosial secara umum. Dalam dunia internet Indonesia terkenal dengan heaters yang hebat dan merajai dunia maya. Kenapa tidak kompetensi yang mereka miliki digunakan pemerintah untuk hal yang bersifat positif dalam membangun karakter bangsa? Kemudian hampir semua jenis permainan yang mampu menciptakan jiwa kompetitif yang ada dalam masyarakat tradisional sudah ditinggalkan oleh remaja masa kini. Permainan congklak, kelereng dan lain- lain sudah tidak mampu berkonstribusi dalam pembentukan karakter. Mereka sudah dinina bobokan oleh game yang bersifat modern dalam racikan aplikasi. Untuk jelasnya hal di atas pemerintah harus berani membuka diri terhadap penemuan aplikasi baru dalam bentuk permainan yang memuat nilai -nilai kearifan lokal.
3) Refleksi Sejarah Negeri
Refleksi sejarah negeri artinya merunut kembali kisah -kisah perjuangan yang dilakukan oleh pahlawan dalam merebut kemerdekaan negeri. Para pahlawan telah mengorbankan pikiran, tenaga, harta bahkan nyawa demi mewujudkan impian negeri yang bermatabat dan berdaulat. Kisah -kisah inspiratif dari mereka sangat dibutuhkan sebagai suri teladan, baik dalam berpikir maupun bersikap. Perjuangan bersimbah darah telah memberikan sebuah tonggak bagi pembangunan negeri. Pengorbanan panjang dan melelahkan dari para syuhada kini seperti tinggal dalam kenangan negeri. Warga negara beranggapan bahwa itu hanya sebagai siklus dan mutualisme dalam sebuah bangsa. Nilai- nilai perjuangan yang begitu mulia kini luntur tidak dipahami dan diketahui oleh generasi zaman now. Akibatnya, para syuhada hanya dapat menyaksikan betapa hasil perjuangannya dikhianati oleh penerusnya. Walaupun mereka terbaring melintang diantara pulau dan selat, namun perjuangannya seharusnya dijadikan motivasi dalam membangun negeri.
Refleksi sejarah negeri tidak hanya dengan sikap khiidmat pada perayaan hari pahlawan. Jika itu dijadikan sebagai moment utama membangun negeri,maka begitu naifnya bangsa ini. Nilai -nilai perjuangan, rasa cinta tanah air, dan rela berkorban wajib direalisasikan oleh generasi muda dalam setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Lunturnya nilai-nilai dan sikap menghargai para pahlawan pendiri bangsa ini sudah tampak dilihat dengan kasat mata. Kalau hal ini berlanjut, lagi- lagi harus ditanyakan oleh bagaimana nasib bangsa ini ke depan? Bukankah bangsa besar adalah bangsa yang menghargai perjuangan para pahlawannya dalam memerdekakan negeri. Melihat kembali sejarah negeri merupakan wujud kepedulian nyata terhadap generasi muda.
4) Budaya sebagai Sumber Rujukan dalam Berbangsa
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dan beretika. Peradaban bangsa Indonesia diketahui dunia sebagai budaya fenomenal di muka bumi. Artinya, percampuran berbagai budaya daerah dalam wujud budaya nasional. Kumpulan budaya dari berbagai daerah telah mengenalkan Indonesia pada dunia yang bersifat heterogen. Sifat kosmopolitan yang dimiliki setiap masyarakat juga menambah khasanah kebudayaan baru di Indonesia. Buktinya hampir setiap daerah mempunyai keunikan dan kekhasan dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup. Untuk lebih jelas hal ini dapat dilihat pada manuskrip sastra dan sejarah tentang bagaimana budaya Indonesia berkolaborasi dari budaya daerah menjadi Indonesia sesungguhnya. Karya sastra yang dipandang sebagai refleksi kehidupan suatu masyarakat yang meliputi realitas, Politik dan budaya merupakan hal yang tak terpisahkan. Lantas bagaimana budaya berkorelasi dengan menyemai kembali karakter pada generasi muda?
Menjawab pertanyaan di atas, hendaknya para generasi muda diberikan pemahaman secara komprehensif melalui seminar, lokakarya, dan simposium dalam mengenalkan budaya Indonesia sesungguhnya. Walaupun agak sulit untuk melakukan hal tersebut, mengingat budaya Indonesia sekarang ini berada dalam gempuran budaya luar yang disebarkan melalui jejaring sosial. Sebagai penanggung jawab utama kita tidak boleh lengah untuk menghadapi hal itu. Peran orang tua atau generasi sebelumnya yang mengetahui tentang budaya -budaya yang sudah digerus waktu harus dihidupkan kembali. Misalnya budaya gotong yang menyembunyikan nilai nilai kebersamaan secata implisit sekarang ini hampir hilang di kalangan remaja.
5) Cinta Tanah Air
Kecintaan generasi muda terhadap tanah air merupakan tanggung jawab yang berlangsung secara simultan. Apabila jiwa nasionalisme sudah terpatri di dada para remaja, maka karakter kebangsaan terbentuk dengan sendirinya. Di tengah gempuran neokolonialisme Indonesia merupakan sasaran empuk bagi para penjajah gaya baru. Ketertarikan pihak asing terhadap negeri ini bukanlah isapan jempol belaka. Di samping populasinya paling banyak Indonesia juga dikenal dengan negara konsumtif dalam berbagai produk asing. Kelemahan industri yang dimiliki oleh negeri ini membuat asing lebih leluasa dalam mengobok-obok negeri.
Kesenangan memiliki barang barang mewah dari negeri lain telah mengubah budaya Indonesia dari mencintai produk lokal ke produk asing. Di samping itu ketahanan NKRI saat ini dalam ujian hebat baik rongrongan dari dalam maupun dari luar. Ideologi Pancasila sebagai dasar negara menjadi taruhan di masa depan. Mengembalikan rasa memiliki dan rasa cinta tanah air juga merupakan bagian dari usaha menyemai kembali nilai- nilai luhur dalam penguatan karakter generasi muda.
Simpulan
Pembentukan karakter generasi muda di zaman yang dipengaruhi oleh arus informasi dan teknologi yang begitu pesat membutuhkan strategi dan konsep yang mumpuni. Mengingat generasi muda hari ini adalah pemimpin masa depan pada saat Indonesia mencapai puncak kejayaan. Sebagaimana diuraikan di badan tulisan ini bahwa bangsa besar adalah bangsa yang menghargai budaya dan sejarah negerinya. Oleh karena itu, pemerintah dan instansi terkait menitikberatkan pembangunan manusia seutuhnya adalah membangun generasi muda yang siap menahan terpaan badai dari arung jeramnya teknologi modern. Semoga generasi muda masa depan lahir dari persiapan dan pembinaan yang matang dari pihak pemerintah dan instansi terkait. Amin..
Penulis adalah Pemimpin Redaksi “Jurnal Aceh Edukasi “
Pengurus IGI Wilayah Aceh Divisi Literasi
dan guru pada SMA Negeri 1 Lhokseumawe, Provinsi Aceh.
0 Komentar