Penyair Cyber dan Kualitas Karya

  

Penyair Cyber dan Kualitas Karya

Oleh:Muklis Puna


sastrapuna.com - Tulisan ini tidak bermaksud memercikkan api pada tumpahan minyak. Dengan kata lain, penulis mencoba menguraikan  eksistensi penyair yang ada dalam dunia maya. Badan tulisan ini terpenggal dari artikel sebelumnya.

Penulis mencoba menguak tabir lorong gelap ini lewat pengalaman ketika lagi asik- asiknya menulis dan membaca puisi pada saat  masih mengenyam pendidikan SMA. Ketika hari mengulir waktu, penulis hanya tertarik dengan hari Minggu. Setiap minggu penulis bergegas menuju loper koran di kota tua. 

Dengan tergopoh -gopoh, penulis membuka tiap halaman/kolom mencari di mana bait- bait puisi  yang ditulis oleh pernyair ternama dipasakkan pada lembaran buram.  Bagi penulis puisi yang bermuntu dibuat kliping lalu dipajang di kamar, bahkan penulis tidak segan-segan menghafal setiap  bait dari puisi tersebut.

Pengalaman di atas membuktikan bahwa betapa sulit dan rumitnya pada masa itu untuk mengonsumsi sebuah puisi. Selanjutnya, penyair pada masa itu  sulit untuk berkomunikasi kecuali lewat rubrik yang disediakan media.  Penyair yang tulisanya dimuat di surat kabar sering dijadikan referensi oleh penyair pemula. 

Penyair media cetak pada masa itu  puisinya sering disimpan dalam brangkas sastra dengan gembok baja agar tak diketahui pembaca sebelum dimuat media. Untuk sebuah puisi dari penyair idola harus ditunggu berminggu -minggu baru dapat dinikmati kembali. Hal ini dipengaruhi banyaknya daftar tungggu (waiting list) dari media cetak. Ketentuan dan prasyarat berliku bagai replika jalanan di negeri ini.

Pastinya setiap puisi dari penyair tentunya mendapat honor dari media cetak sebagai bentuk penghargaan kepada penyair. Dengan jumlah rupiah yang diincar penyair, maka  muncullah keberagaman dan kreativitas dalam berkarya.

Kita tinggalkan penyair media cetak dengan segala kelebihan, tentunya juga diiringi kelemahannya. Mari kita buka tabir tentang penyair  cyber.Penulis memandu tulisan ini  dengan pertanyaan siapa penyair  cyber? Bagaimana karya yang dihasilkan? Bagaimana finalnsial yang didapat dari setiap karya yang diposting? Dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menulis sebuah karya?

Penyair  cyber adalah siapa saja, baik individu atau  kelompok dengan status beragam diberkahi jiwa  luhur dalam memahami segala fenomena dunia yang ditanggapi dalam bentuk sastra. Lewat puisi yang diposting, diakui atau tidak mereka telah menjalin silaturahmi secara global menembus ruang dan waktu. 

Dengan berbagai status sosial yang mereka miliki telah terjalin hubungan emosional saling melengkapi dan memahami masing-masing karakter yang sedikit sekali ditemui di media cetak. Ketika sebuah puisi diposting, mereka tidak perlu menunggu atau antre di kantor pos menunggu wesel dan telegram.

Selanjutnya, dari segi hasil karya yang dihasilkan menurut hemat penulis karya yang dihasilkan penulis maya juga berkelas kok, tidak jauh beda dengan karya para penyair media cetak. 

Padahal kalau ditanya apakah penyair cyber tidak mengerti khasanah sastra? Ini pertanyaan yang sukar dijawab , hampir semua karya yang di posting.memenuhi kriteria yang ada dalam ilmu sastra. Jadi yang jadi masalah sekarang apakah penyair cyber tidak layak  berpuisi ria melepas penat di jiwa lewat untaian bahasa yang mengayuh jiwa? 

Dari segi penciptaan puisi cyber hanya berlangsung dalam rentang singkat. Mungkin perlu pembenahan kepada penyair cyber bahwa.proses lahirnya puisi butuh kematangan. Mari kita lihat  puisi  legendaris  Taufik Ismail lewat puisi "MALU AKU JADI ORANG INDONESIA" (MAJOI) Beliau membutuhkan waktu tiga bulan untuk menulis puisi ini dan mendapat sambutan yang luar biasa.

Kembali kepada  penyair cyber, setiap postingan puisi di dunia maya tentu mendapat komentar dan pencerahan dari teman penyair. Ini pembelajaran massal tentang meja kuliah dan buku di dunia maya. Setiap postingan mereka, selalu minta agar dikupas secara lugas agar mereka bisa belajar. Inilah yang penulis kagumi dari penyair cyber mungkin ini kurang dimilki oleh penyair media cetak.  

Dalam membelajarkan penyair cyber terhadap sastra telah menarik minat para pengkaji dan pemerhati sastra tanah air ikut memberikan masukan dan kupasan terhadap karya penyair cyber

Mari kita lihat berapa dan apa yang didapat penyair cyber secara finansial dari karya yang di posting.  Untuk eksis di dunia maya  tidak gratis  mereka memerlukan laptop dan ponsel yang bisa mengakses internet. 

Akses internet juga membutuhkan dana  serta perangkat tambahan yang dapat memposting karya. Media yang diklik semisal facebook pun gak pernah sekalipun memberikan royalti dari  jumlah puisi yang diposting. Di dunia maya membalas komentar temanpun memerlukan biaya dalam kilobyte


Simpulan:

Tak ada royalti yang dibutuhkan oleh penyair cyber. Dalam memposting karyanya  penyair hanya membertahu pada dunia. Inilah  saya dengan segudang pengalaman batiniah yang saya bagikan. Terimakasih penyair Cyber Anda telah berjiwa besar dalam berkarya tanpa takut akan adanya plagiat.    


Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal" Aceh Edukasi" Pengurus IGI Wilayah Aceh, Divisi Literasi, Esais dan Guru SMA N1 Lhokseumawe.

Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar