Korelasi Literasi dan Program Vaksinasi Covid 19 di Indonesia


Korelasi Literasi  dan Program Vaksinasi Covid 19 di Indonesia 

Oleh: Muklis Puna


sastrapuna.com - "Jika Literasi Menjauhi dari Negeri, Maka Hoakslah Jadi Penguasa Semata"

Literasi  dan Program Vaksinasi.   Covid-19  merupakan sebuah masalah yang menggema seantero jagad. Berita ini menjadi tranding topik hampir semua media yang ada di dunia. Pemahaman masyarakat terhadap masalah ini menjadi dilema. Satu pihak dipercaya sebagai  kebenaran, di pihak lain sebagai berita hoaks yang merupakan konspirasi dunia semata. Semakin hari berita ini berkembang begitu cepat mengalahkan semua peristiwa yang ada. Ia menggelinding bagai bola salju.  Semakin jauh bola itu digelindingkan, maka semakin besar pula bola itu menutupi  permukaan media.

Paragraf di atas penulis nukilkan sebagai pengantar dari tulisan ini. Pertanyaannya mengapa itu yang dijadikan pengantar? Jawabannya adalah karena berita- berita sekelas Covid 19 dibungkus dalam dua rasa, yaitu rasa logika yang mengutamakan pikiran dan sistem bernalar serta rasa hoaks yang mendasarkan pada perasaan tanpa mempertimbangkan kebenaran dari berita yang diterima. 

Indonesia dikenal dengan bangsa yang plural paling kokoh di dunia. Keberagaman suku bangsa yang dimiliki seharusnya menghasilkan sebuah budaya baru yang mampu menandingi seluruh bangsa di dunia. Percampuran budaya suku, bahasa, dan agama dilebur jadi satu lewat Bhinneka Tunggal Ika. Namun, sayangnya bangsa yang begitu mewah, ternyata punya tingkat literasi paling rendah, jika dibandingkan bangsa- bangsa lain di dunia. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Unesco. Indonesia berada pada urutan kedua dari bawah soal literasi dunia,artinya minat baca sangat rendah. Menurut data Unesco, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media diakses 1 Oktober 2021. 

Kutipan di atas menunjukkan jika  dikumpulkan 1000  orang Indonesia hanya 1 orang saja yang punya daya baca tinggi. Hal ini sangat menyedihkan bila dibandingkan dengan pengguna smartphone sebagai sarana utama dalam berliterasi saat ini.  Survei lain menyebutkan bahwa Indonesia termasuk No. 5 dunia pengguna smartphone dari populasi yang ada. Jumlah penduduk Indonesia hari ini 276 juta berarti hampir 150 juta menggunakan smartphone sebagai media utama dalam membaca. 

Namun media smartphone yang digunakan oleh masyarakat Indonesia saat ini belum sesuai dengan fungsi sebenarnya. Aplikasi yang dipasang di smartphone hampir semua menggunakan literasi yang mumpuni untuk menjalankannya. Kenyataan ini berbanding terbalik apa yang terjadi sesungguhnya. Banyak pengguna smartphone di Indonesia terutama di media sosial,   sering memberikan informasi yang bersifat privasi dan menjadi konsumsi publik. Rata -rata dari pengguna sosial media lebih suka curhat (curahan hati), merepet (twit) tentang hal yang tidak jelas juntrungannya. 

1. Apa Sih Literasi Itu?

Literasi adalah istilah umum yang merujuk pada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa. Wikipedia ( 2021) 

Kemampuan menggunakan bahasa  dalam tindakan pikir yang logis dan memaknai sebuah teks dalam berbagai konteks masih tergolong bagian dari literasi. Literasi sering dipadankan dengan literatur. Sedangkan literatur itu sendiri adalah semua sumber informasi yang dapat dijadikan referensi oleh penggunanya. Dengan kata lain, literatur tidak harus berupa tulisan, namun bisa juga dalam bentuk film, rekaman, piringan hitam, laserdisc, dan benda lainnya yang dapat memberikan informasi bermanfaat.https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-literatur.html.diakses 1 Oktober 2021.

Lantas bagaimana literasi itu harus membumi di tanah air terutama dalam bidang pendidikan? Untuk menjawab pertanyaan seperti ini membutuhkan kajian yang matang terhadap cara yang harus ditempuh agar literasi ini menajdi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Membudayakan daya baca pada masyarakat, terutama di kalangan siswa harus dimulai sejak dini. Hidup di zaman serba  canggih seperti ini membutuhkan kepiawaian para orang tua dan pengambil kebijakan terhadap budaya baca di kalangan siswa.  Dewasa ini perpustakaan bukanlah satu satunya referensi untuk meningkatkan daya baca, namun ini merupakan salah satu dari sejumlah sarana yang ada. Bijak dalam memanfaatkan media informasi adalah langkah mudah dalam membudayakan daya baca. Masalah utama di sekitar masalah pokok adalah sejauh mana peran media sosial dalam meningkatkan budaya baca? 

Dari segi alokasi dana yang digelontorkan oleh pemerintah untuk peningkatan  kualitas pendidikan adalah 25 persen dari dana APBN negeri ini. Di Asia Tenggara, Vietnam sebagai negara tetangga kita juga mengalokasikan hal sama terhadap peningkatan kualitas pendidikannya. Akan tetapi, hasil survei menunjukkan bahwa Vietnam berada pada point ke empat dari posisi atas, sementara Indonesia berada pada posisi nomor 4  juga dari belakang Se -Asia Tenggara. Tidak  perlu mengusut lebih jauh tentang posisi tersebut, namun perlu diketahui bahwa hal ini sangat bergantung pada budaya literasi yang dimiliki oleh masyarakat kita. 

Hal yang sedikit membanggakan adalah  produk dari literasi kita  berada  satu tingkat di atas Malaysia di antara negara- negara Asean.  Menurut data yang dipublikasikan oleh London Book Fair 2019, Indonesia merupakan negara yang paling aktif menerbitkan buku di antara negara-negara anggota Asean. Setiap tahun setidaknya ada 30 ribu judul buku yang diterbitkan.https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/05/17/indonesia-penerbit-buku-paling-produktif-di-asean.diakses 1 Oktober 2021. Semoga produk literasi ini bisa bertahan dan mampu menyangi negara negara lain di dunia seperti Jepang dan Tiongkok yang mampu menghasilkan produk literasi dalam jumlah ratusan ribu pertahun. 

Seharusnya produk literasi ini harus balance dengan  populasi masyarakat Indonesia saat ini. Kalau dihitung random dengan dengan jumlah populasi  Indonesia harus menghasilkan produk literasi dalam ratusan ribu per tahun. Mengingat kondisi dan sarana komunikasi yang maju sebagai penunjang literasi. Ada beberapa organisasi profesi yang bergerak membebaskan masyarakat , guru, dan siswa dari segi miskin membaca dan lumpuh menulis ( meminjam istilah Taufik Ismail). Gerakan - gerakan literasi baik digital maupun bukan harus diberi apresiasi tinggi terutama pemerintah selaku penanggung jawab utama dalam meningkatkan daya baca masyarakat Indonesia. 

2.Kondisi  Daya Baca Masyarakat Indonesia

Hampir saban hari dalam kehidupan normal selalu didapatkan tentang budaya baca masyarakat Indonesia. Untuk menguraikan hal ini penulis mencoba mengalihkan perhatian pembaca pada paragraf pengantar dari tulisan ini. Program percepatan pelaksanaan vaksinasi anak sekolah usia 12 s d 17 tahun yang dilaksanakan pemerintah mendapat tantangan yang luar biasa dari orang tua siswa. Lalu, bagaimana konektivitas dengan tulisan ini? Permasalahan yang muncul adalah pemerintah harus berperang melawan musuh besar yaitu hoaks. Bayangkan saja untuk gambar yang bercerita tentang vaksin sekitar 3652 lebih adalah hoaks. Sementara untuk berita yang berhubungan dengan vaksinasi  dari 100 persen berita,  65 persen berisi hoaks. Informasi yang valid dan objektif hanya 35 persen. Hal ini diperparah oleh content- content YouTube yang dibuat oleh youtuber tidak bertanggung jawab. Mereka hanya menginginkan vieuwer  dan subscribe dari penonton dengan tujuan mencari keuntungan semata. 


Informasi- informasi hoaks yang sudah disebutkan di atas bersilewaran di media sosial baik Facebook, Instagram, WhatsApp dan Twitter. Media- media ini selalu berada dalam genggaman masyarakat Indonesia. Media -media ini lepas kontrol dari perhatian pemerintah. Sementara informasi akurat hanya didapat di situs resmi milik pemerintah. Banyaknya media sosial yang mengumbar berita hoaks membuat program vaksinasi  ini jalan di tempat. Akibatnya adalah pemutusan jaringan virus Covid  19  jadi lamban dan berakibat pada pembangunan ekonomi dan pendidikan. 

Berita - berita hoaks di media sosial berkembang dan tumbuh secepat kilat. Hal ini dipengaruhi oleh budaya literasi masyarakat Indonesia. Ketika literasi kebahasaan lemah, semua informasi yang ada dalam genggaman ditelan bulat tanpa pertimbangan. Lebih diperparah lagi informasi ini dishare kepada individu atau Grup WAG  di suatu komunitas. Seharusnya proses tabbayun/ cek dan ricek dilakukan terlebih dahulu. 

3. Jadilah Pembaca Bijak, Jangan Jadi Penebar Hoaks

Pembaca bijak adalah pembaca yang evaluatif dan kritis. Evaluasi terhadap teks yang diterima atau dibagikan teman sangat diperlukan. Untuk lebih jelas, penulis akan membentangkan masalah ini melalui sebuah ilustrasi berikut. Sebuah berita mengabarkan " Vaksinasi Covid-19 itu Haram akan Berbahaya bagi Kesehatan"  Seorang pembaca yang evaluatif Ia pasti akan menganalisis dua kata kunci yaitu " haram dan kesehatan"  Berkaitan dengan haram, berarti berhubungan dengan  keyakinan (agama).Dalam konteks ini,  Majelis Ulama Indonesia ( MUI) telah mengeluarkan fatwa bahwa vaksin Covid 19 ini halal untuk digunakan. Tentunya penanggung jawab keyakinan umat ini telah mengkaji dan mendapatkan dalil- dalil yang relevan dengan keyakinan beragam. Seseorang  yang taat dalam beragama akan menyerahkan masalah keyakinan kepada orang yang dijadikan petunjuk oleh agamanya. Apabila ada keraguan tentang keyakinan silakan bertanya pada orang yang berilmu ( Ulama).

Masalah kedua, vaksin tidak baik untuk kesehatan. Pembaca yang evaluatif akan menanyakan pada orang atau badan yang bersentuhan langsung dengan kesehatan dalam hal ini adalah dinas kesehatan. Dinas kesehatan adalah perpanjangan tangan dari pemerintah yang bekerja sama dengan Balai Pengawasan Obat-obatan dan Makanan (BPOM). Karena ini bahagian dari pemerintah, logika berpikir akan timbul. Sebagai penanggung jawab keselamatan dan kesehatan rakyatnya tidak mungkin bertindak gegabah terhadap warga negara yang dipimpin. 

Kritis dalam menanggapi sebuah berita adalah berani menguraikan secara detail dan mengajukan argumentasi yang tepat terhadap berita yang dibaca. Kritis itu dapat berwujud komentar,tanggapan,saran dan prediksi terhadap keberadaan sebuah berita yang dibaca. Apabila dua hal di atas mampu diterapkan dalam berliterasi ria, Insyaallah hoak itu akan menjauh dari kehidupan berpikir masyarakat. 

4. Masyarakat Indonesia Tidak Sanggup Menelaah Teks Panjang

Ada satu pengalaman menarik ketika penulis diminta untuk menjadi guru pembimbing pada program Assesment  Ketuntasan  Minimal ( AKM). Sebelum pembimbingan berlangsung para peserta/ guru diberikan contoh- contoh soal untuk kelancaran program tersebut. Ketika peserta melihat bentuk soal yang begitu panjang, banyak di antara mereka menyatakan tidak sanggup dan menyerah. Alasannya beragam, ada yang menyatakan belum pernah melihat soal -soal panjang seperti ini. Proses bimbingan terus dilakukan terhadap siswa yang telah dirandom oleh Kemendikbud sebagai sampel yang mewakili kualitas sekolah  dalam pemetaan pembangunan pendidikan ke depan. Ternyata bukan hanya guru,  siswapun sebagai peserta juga mengalami kewalahan luar biasa. Teks yang disajikan terlalu panjang dan menggunakan daya nalar  tinggi. Di sini tampak sekali bahwa indikator budaya baca kita berada pada titik terendah. Tingkat budaya baca akan menentukan bagaimana kualitas berpikir seseorang baik dari segi memaknai sebuah teks atau pada saat memproduksi sebuah teks. Bukankah kemampuan berbahasa seseorang merupakan representasi dari pikiran yang dimiliki? 


Untuk keluar dari permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan sistem membaca  Higher Order Thinking ( HOT) sistem membaca ini  menggunakan scanning dan skiming terhadap teks yang panjang. Scanning dalam bahasa Indonesia memiliki artian sepintas. Teknik membaca ini digunakan untuk mendapatkan informasi spesifik secara cepat dan akurat dari sebuah buku. Biasanya, scanning digunakan ketika kita sudah mengetahui apa yang ingin kita cari sehingga akan berfokus pada isi buku yang spesifik. https://www.ruangguru.com/blog/skimming-dan-scanning-membaca-cepat.  diakses 30 September 2021. 

Kebanyakan dari peserta Asesment Ketuntasan Minimal ( AKM) adalah membaca dengan fokus pada setiap frasa,klausa, dan kalimat pada teks yang  panjang. Padahal, jika mengacu pada kutipan di atas dengan mengaktifkan daya nalar  tinggi pasti pokok soal dapat diselesaikan dengan tepat dan waktu yang terukur. 


Cara yang kedua, yaitu membaca skiming. Membaca skiming adalah sebuah teknik yang digunakan saat  ingin menemukan ide utama secara keseluruhan dari sebuah buku. Dengan cara ini, berarti pembaca tidak membaca buku kata perkata melainkan berlompatan dari satu bagian ke bagian lain untuk melihat pokok pikiran utama dari topik yang dibaca.teknik ini merupakan cara jitu untuk menyelesaikan soal soal AKM yang panjang. Namun yang perlu dibiasakan adalah membaca tidak hanya berfokus pada satu pola saja. Hal ini dilakukan terhadap kalimat yang dibentuk dari dua bua pola atau lebih. 

Simpulan

Semoga dengan menerapkan teknik dan trik membudayakan minat baca di Indonesia . Insyaallah ke depan rating literasi Indonesia meningkat dan mampu menyaingi bangsa- bangsa lain di  dunia.  Amin..


Penulis adalah Guru SMA N 1 Lhokseumawe dan Pemimpin Redaksi Jurnal "Aceh Edukasi" IGI Wilayah Aceh


 

Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar