Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tentu saja memiliki banyak hal yang ingin diungkapkan. Namun, pengungkapannya tidak selalu dilakukan secara berterus terang.
Bahkan, terkadang hanya digunakan isyarat tertentu. Misalnya, untuk menasihati seseorang yang belum menikah agar tidak duduk di pintu, dikatakan, "Jangan duduk di pintu." Mengapa?
Menurut orang tua, orang tersebut akan susah mendapatkan jodoh. Padahal, kalimat 'jangan duduk di pintu' merupakan nasihat karena orang yang duduk di pintu akan terkena angin, mudah jatuh, mudah terlempar batu, mudah tersenggol orang yang lalu lalang, dan menghalangi jalan masuk atau keluar. Karena manusia tidak selalu ingin berterus terang, maka lahirlah apa yang disebut idiom atau ungkapan.
Pengertian ungkapan, seperti yang dikemukakan oleh Chaer (2007: 53), adalah sebagai berikut: "Ungkapan adalah kata atau gabungan kata yang digunakan oleh pembicara atau penulis untuk menyatakan sesuatu hal, maksud, kejadian, atau sifat secara tidak langsung."
Artinya, kata atau gabungan kata itu tidak digunakan menurut makna aslinya (makna leksikal atau makna gramatikal), melainkan menurut makna lain yang sedikit banyak masih mempunyai hubungan atau asosiasi dengan makna aslinya.
Hubungan atau asosiasi antara makna asli dengan makna lain yang digunakan dalam ungkapan itu bersifat kiasan, perbandingan, atau persamaan.
Contohnya, kata 'memeras keringat' digunakan untuk mengungkapkan makna 'bekerja keras'. Ada juga sejumlah ungkapan yang saat ini sukar direka hubungan makna aslinya dengan makna ungkapannya.
Contohnya, 'si pantat kuning' dalam arti 'kikir', 'jembatan keledai' dalam arti cara mudah untuk mengingat, 'koran kuning' dalam arti koran yang biasa membuat berita sensasi.
Ungkapan bersifat terbuka, artinya setiap waktu bisa bertambah karena orang yang pandai berbahasa (berpidato atau mengarang) biasanya memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menciptakan ungkapan-ungkapan baru.
Namun, sewaktu-waktu ungkapan yang sudah lama dan dirasakan membosankan akan ditinggalkan orang (tidak digunakan lagi). Contohnya, 'makan kerawat' dalam arti 'sangat miskin', 'periuk api' dalam arti 'bom'.
Ketika Guru Berbicara Melalui Tulisan
Berdasarkan uraian mengenai ungkapan di atas, mungkin timbul pertanyaan, apa beda ungkapan dengan idiom? Sebab, idiom juga berarti "bentuk-bentuk bahasa yang maknanya tidak dapat diramalkan baik secara leksikal maupun gramatikal."
"Ungkapan adalah istilah dalam bidang retorika (seni atau keterampilan berpidato), sedangkan idiom adalah istilah dalam bidang semantik (ilmu tentang makna bahasa). Kedua istilah ini memang sering mengacu pada bentuk ujaran yang sama seperti: 'membanting tulang' dan 'pakaian kebesaran'.
Dilihat dari segi retorika, keduanya adalah ungkapan; jika dilihat dari segi semantik, keduanya adalah idiom. Di satu sisi, karena banyaknya contoh yang sama antara ungkapan dan idiom, maka banyak orang mengatakan bahwa ungkapan itu sama dengan idiom.
Padahal, ungkapan itu bersifat terbuka, artinya setiap saat dan setiap orang bisa saja membuat ungkapan-ungkapan baru. Sedangkan idiom bersifat tertutup. Artinya, kita mengenal suatu bentuk idiom karena sudah ada, kita tidak bisa menciptakan idiom-idiom baru semaunya.
Akan tetapi, kita dapat menciptakan ungkapan-ungkapan baru kapan saja kalau kita mempunyai kemampuan untuk membuatnya. Idiom pada dasarnya digunakan oleh penutur bahasa dalam berkomunikasi dengan masyarakat luas.
Adapun pengertian idiom sebagaimana dikemukakan oleh Chaer (1994: 74) yaitu "Idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frasa, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat 'diramalkan' dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan tersebut."
Dari pendapat yang dikemukakan Chaer, idiom adalah satuan-satuan bahasa yang berupa kata untuk menyatakan suatu gagasan, konsep, ide, atau perasaan tertentu apabila pada kata tersebut terkandung makna atau pengertian yang dapat dibandingkan atau dikiaskan.
Sedangkan Prawirasumantri (1997: 135) mengemukakan bahwa "makna idiomatik atau idiomatikal adalah makna yang ada dalam idiom, makna yang menyimpang dari makna konseptual dan gramatikal unsur-unsur pembentuknya."
Setiap kata, frasa, kalimat pasti mempunyai makna tersendiri atau arti yang terkandung dalam idiom, sehingga seseorang terkadang sulit memaknai kata, frasa, kalimat yang terdapat pada struktur unsur idiom tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, AM (2002: 471) mengungkapkan bahwa idiom adalah "konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya." Idiom melahirkan makna baru, tetapi bukan makna leksikal dan makna gramatikal.
Ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa idiom juga berarti bentuk-bentuk bahasa yang maknanya tidak dapat diramalkan baik secara leksikal maupun gramatikal. Idiom diistilahkan dalam bidang semantik (ilmu tentang bahasa).
Contoh di atas, bentuk 'membanting tulang', 'menjual gigi', dan lain-lain jika dilihat dari segi semantik adalah idiom.
Contoh Idiom: a) Membanting tulang b) Menjual gigi c) Meja hijau d) Sudah beratap seng e) Rumah batu f) Cuci mata g) Hidung belang, dan h) Ringan tangan
Contoh Idiom dalam Kalimat:
b) Tadi malam, toko Pak Wahyu habis dilalap si jago merah.
c) Sejak ditinggal suaminya, dia menjadi wanita kupu-kupu malam.
d) Kemarin, Pak Andre dibawa ke meja hijau atas kasus penggelapan Biaya Operasional Sekolah (BOS).
Contoh idiom di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Umpamanya, menurut kaidah gramatikal, kata-kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yang disebut pada bentuk dasarnya.
Akan tetapi, kata 'membanting tulang', 'menjual gigi', 'meja hijau', 'sudah beratap seng', 'rumah batu', 'cuci mata', 'hidung belang', 'berlepas tangan' tidak memiliki makna menurut kaidah gramatikal, yaitu memiliki makna hal yang disebut bentuk dasarnya.
Melainkan hanya memiliki makna idiomatikal. Kata 'membanting tulang' bukan bermakna tulang dibanting, melainkan "bekerja keras".
Kata 'menjual gigi' bukan bermakna si penjual menerima uang dan si pembeli menerima gigi, melainkan "tertawa keras". Kata 'meja hijau' bukan berarti meja yang dicat berwarna hijau, melainkan bermakna "pengadilan".
Kata 'sudah beratap seng' bukan bermakna seng yang digunakan untuk menutupi rumah, melainkan bermakna "sudah tua". Frasa 'rumah batu' selain bermakna gramatikal rumah yang terbuat dari batu, juga memiliki makna lain, yaitu "penjara atau rumah gadai".
Kata 'cuci mata' bukan bermakna mata dicuci, melainkan bermakna "cari hiburan dengan melihat sesuatu yang indah". Kata 'hidung belang' bukan bermakna hidungnya yang berbelang-belang, tetapi memiliki makna "pria yang merupakan pelanggan PSK atau pekerja seks komersial".
Kata 'berlepas tangan' bukan bermakna tangan yang dilepaskan, melainkan bermakna tidak bertanggung jawab. 'Kambing hitam' bukan bermakna kambing yang warnanya hitam, tetapi bermakna orang yang menjadi pelimpahan suatu kesalahan yang tidak dilakukannya.
'Jago merah' bermakna api dalam kebakaran, sedangkan 'kupu-kupu malam' bermakna wanita penghibur malam atau wanita pekerja seks komersial.
Contoh idiom di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Umpamanya, menurut kaidah gramatikal, kata-kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yang disebut pada bentuk dasarnya.
Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa idiom juga berarti bentuk-bentuk bahasa yang maknanya tidak dapat diramalkan baik secara gramatikal maupun leksikal.
Idiom diistilahkan dalam bidang semantik (ilmu tentang bahasa). Seperti contoh di atas, bentuk 'membanting tulang', 'menjual gigi', jika dilihat dari segi semantik adalah idiom.
Simpulan:
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa idiom merupakan bagian integral dari bahasa yang kaya akan makna tersirat.
Ia lahir dari kebutuhan manusia untuk menyampaikan pesan secara tidak langsung, seringkali dipengaruhi oleh budaya dan konvensi sosial. Memahami idiom tidak hanya memperkaya kosakata, tetapi juga meningkatkan kemampuan interpretasi dan pemahaman konteks dalam berkomunikasi.
Lebih lanjut, perbedaan subtil antara ungkapan dan idiom terletak pada tingkat keterbukaan dan prediktabilitas maknanya. Ungkapan cenderung lebih fleksibel dan dapat diciptakan, sementara idiom memiliki makna yang lebih mapan dan tidak dapat diartikan secara harfiah.
Pengenalan terhadap berbagai jenis idiom, baik idiom penuh maupun idiom sebagian, menjadi kunci penting dalam penguasaan bahasa Indonesia secara komprehensif.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal " Aceh Edukasi" dan Guru SMA N 1 Lhokseumawe
0 Komentar