Sumber: https://images.app.goo.gl/
Oleh: Dr. Drs. M. Isa Muhammad, BA, M. Pd.
Suatu ketika pada tahun 1978 saya bersama orang tua Saya Tgk Muhammad mengunjungi Abu Beureeh di Masjid Baitul ‘Ala Buereunun Aceh Pidie.
Tiba di kota tersebut menjelang shalat Dhuhur, terus menuju pintu gerbang masjid sebelah timur. Ketika itu Kami masuk pintu gerbang masjid kira-kira berjarak lima meter dari pintu gerbang dengan menjinjing sebuah tas.
Tiba- tiba dua orang menghampiri kami (seperti pengurus masjid), usianya berkisar 60-an tahun dan menanyakan Kami mau kemana,menjumpai siapa dan berasal dari mana?
Ayah Saya menjawab,Kami berasal dari Peusangan, hendak menjumpai Abu Beureueh. Lantas kami berempat Saya, Ayah Saya dan dua orang lagi seperti pengurus masjid bersama-sama menuju pintu masjid Baitul ‘Ala.
Kemudian kedua orang tadi masuk menjumpai Abu sepertinya melapur kepada Abu bahwa ada tamu berasal dari Peusangan mau menjumpai Abu bernama Muhammmad anak Tgk Sulaiman ( beliau seorang Ulama yang bermukim di Bales Setuy Kec. Peusangan ), Abu merespon lapuran ajudannya dan mengatakan suruh masuk,dia itu anak Saya dari Peusangan.
Kami masuk dan langsung berjabat tangan dengan Abu dengan penuh hormat, sambil berbincang-bincang tentang kesehatan dan bagaimana kondisi Peusangan saat itu.Terus Ayah Saya mengenalkan Saya kepada Abu bahwa saya anaknya, Abu memangggil saya “Si Gam” Lalu Abu menanyakan Saya kuliah di mana? Saya memjawab, “ Di Unsyiah, baru tingkat dua” Abu Tanya lagi, “Mangapa bukan kuliah di IAIN, “ Waktu itu , Ali Hasymy (waktu itubeliau sebagai Rektor. Saya menjawab lagi,” Duluan lulus di Unsyiah”
Belum sampai lima menit kami berbincang-bincang dengan Abu, Azanpun berkumandang,lantas Abu memotong pembicaraan dengan cepat,sambil mengatakan dalam bahasa Aceh”Kasep ohno, bek abeh wate keu gata”,segera Abu pergi ketempat wudhuk.
Shalat Dhuhur secara berjamaah pun dimulai beliau menjadi imam shalat, jamaahtidak begitu ramai. Selesai shalat shuhur beliau berdoa sendirian hampir satu jam. setelah selesai dari berdoa kami menjumpai lagi beliau melanjutkan pembicaran Ayahanda Saya ,yang sempat terdengar oleh saya dalam perbincangan itu Abu menanyakan pada ayah saya " Apa ada mengajar ngaji Nyak Muhmmmad di Kampung? Ayah menjawab Alhamdulillah ada Abu.!"
Pembicararan berakhir siang itu,Abu pulang ke rumahnya di Breueh dengan mobilnya ditemani supir pribadinya. Menjelang shalat ‘Ashar beliau kembali lagi ke masjid dengan mobil disertai supir pribadinya.Shalat ‘Ashhar berjamah berlangsung seperti biasa,
Bertindak sebagai imam shalat.Selesai shalat seperti biasa juga berdoa sendirian lamanya lebih kurang satu jam,berdoa tidak dipinpin,masing-masing jamaah berdoa secara pribadi.Demikian shalat jamaah yang Saya lihat dilakukan Abu Breueh,begitu juga cara beliau berdoa , Selesai shalat,selama tiga hari kami menjadi tamu beliau di masjid Baitul ‘Ala dan kami tidur di lantai dua masjidi tersebut.
Hari menjelang Magrib beliau pulang lagi ke Breueh. Beliau kalau malam tidak shalat berjamaah di masjid Magrib,Isya dan Subuh beliau salat di rumah.
Menjelang beliau pulang kami dipertemukan dengan pengurus atau ajudan Abu sambil menyerah sedikit perbekalan untuk kami sebagai tamunya seraya berpesan pada ajudannya”Jaga tamu saya baik-baik!” dan beliau juga berpesan pada ayah saya. "Nyak Muhammad! "Tak usah ke rumah, karena rumah dijaga maksudnya kalau malam rumah Abu ada pengawal.
Hal ini merupakan suatu keanehan yang tidak pernah saya temui pada ulama-ulama lain sekaliber beliau adalah bahwa pada saat Abu datang ke masjid dan mau nasuk ke masjid, semua orang yang berada di sekitar masjid berdiri tampa ada yang mengomandoi atau menyuruh berdiri dengan penuh hormat di selingi takzim menghormati beliau melebihi penghormatan kepada Presiden.
Menurut saya begitulah wibawa yang diberikan Allah pada jiwa Abu Breueh sebagai pantulan ketaatan kepada Allah
Tetapi setelah beliau masuk masjid, orang-orang yang tadinya begitu siaga menghormati. Abu kembali pada sikap biasa.Setelah masuk ke masjid belaiu duduk di sebelah utara pintu masjid,agak ke barat sedikit,tapi menghadap ke timur dan memulai mengajar, yaitu tentang tauhid.Pengikut pengajiian saya dan ayah saya dan ada berberapa pemuda dari gampong Ileube dan Breueh juga. Pengikut pengajian tidak begitu ramai. Pengajian itu rutin dilakukan,
Saya dan Ayah hanya tiga hari mengikutinya,selama menjadi tamu
Abu. Ketika beliau membahas masalah tuhan orang Thailand beliau mengatakan bahwa tuhan
orang itu besar boleh masuk ke perutnya,sambil Ia ketawa dan berseloroh.
Selama pengajian, di samping materi tauhid juga diceritakan sedikit kisah perjuangan masa DI/TII. Lama pengajian lebih kurang satu jam, biasanya ketika pengajian bubar kita berpisah dengan guru dengan cara membelakangi guru. Tetapi setiap pengajian selesai dengan Abu,
Kita mundur teratur
sedikit demi sedikit dengan tidak membelakangi Abu. Meskipun Ia tidak menyuruh
kita seperti itu,Begitulah wibawa Abu Daaud Breueh yang saya lihat dan saya
alami sendiri,selama menjadi tamu beliau tiga
hari tiga malamdi masji Baitul ‘ala Beureunun.
Disini
kami uraikan sedikit biar pembaca tahu bagaimana hubungan kami dengan Tgk
Muhammmad Daud Breueh sebagai tokoh
dengan kami yang hanya manusia biasa dalam
pandangan .struktur mayarakat.
Abu Breueh pernah membuka sebuah
dayah di gampong Usie sekitar Breunun. Diantara sekian banyak santri yang
belajar di sana ada salah seorang santri bernama Sulaiman dari Balee Seutuy
Peusangan Aceh Utara( seakarang Kabupaten Bireuen).
Suatu ketika Abu Berueh, ditangkap dan ditahan oleh penguasa di Kuta Raja sampai satu bulan( tidak tahu apa alasannya dari penguasa).Tetapi menurut cerita ayah saya bahwa raja Aceh mengadulaga kerbau, dia bernazar pada Abu,kalau dia menang dalam adu kerbaua akan dberikan hadiah untuk Abu Breueh mungkin selaku ulama mempunya berkah.
Kenyaatannya laga kerbau itu pun dimenangkan pihak raja,lantas pihak raja mengutus petugas untuk mengantar hadiah kepadaTgk Beureueh.
Ketika petugas menyerahkan hadiah kepada Abu bertanya hadiah apa ini?tanya Abu. Petugas tadi menjawab,ini hadiah dari Raja untu Abu,kalauraja menang dalam laga kerbaua akan diberikan hadiah kepada Abu selaku ulama. Betul raja yang menang,maka kami antar hadiah ini. Begitu mendengar hadiah dari raja sebagai nazar adu/laga kerbau,
Abu marah besar dan memaki raja. Kemudian petugas tadi pulang m elapur kepada Raja bahwa Daud Breueh tidak mau menerima hadiah dari raja malahan raja dimaki. Begitu raja terima lapuran dariupah/petugas raja,raja langsung memerintahkan agar Abu ditangkap. Dan dibawa ke Kuta Raja saat itu juga.
Demikian kisahnya didengar ayah saya dari ayahnya Tgk Sulaiman selaku
santri dayah Abu Breueh di Usie yang melihat dan mengalami sendiri,saat menjadi
santri di Usie bagaimana kondisi santri
dan dayah ketika Abu Breueh ditahan
di Kuta raja.
Ketika Abu dilepaskan dari ta⁰⁰hanan di Kuta Raaja,beliau pulang ke dayah binaannya di Usie,beliau melihat semua pintu kamar santri terkunci,dan semua santri sudah pada ulang kampung. Ada satu kamar santri yang terbuka yaitu santri bernama Sulaiman asal Pesangan Kabupaten Bireun , Dia tidak pulang.
Abu Daud bertanya pada Sulaiman, "Ke mana santri lain?, Sulaiman memjawab, Ssemua sudah pada pulang Abu ,tinggal saya sendiri " Tgk Sulaiman kenapa tidak pulang? Saya biar di sini berdoa semaga Abu lekas dibebaskan. Selama Abu tidak ada, Saya mencuci pakaian Abu dan mengaji sendiri. Sejak itulah hubungan batin antara Abu Breueh sebagai guru dengan Tgk Sulaiman sebagai salah satu santri yang setia menunggu kebebasan dan kepulangan guru yang dicintai dan disayangi.
Hubungan Abu Breueh dengan Tgk Sulaiaman
Hubungan Abu Breueh dengan Tgk Sulaiaman berlangsung sampai tahun 1969 yaitu Abu Breueh menziarahi makam Tgk Sulaiman. Hal ini sempat saya lihat,karena makam Tgk Sulaiamn di belakang Masjid Jamik Baleu Seutuy, berdampinagan dengan Madrasah Ibtidayah (MI) tempat saya belajar. Saat itu saya kelas enam dan usia saya sudah 12 tahun. Alhamdulilah saya masih ingat sampai sekarang walau usia saya sudah beranjak 66 tahun.
Tgk Sulaiman di kebumikan di blakang masjid lama dan disamping masjid baru berasama denagn tokoh tokoh Baleusetuy lainnnya yang berjasa kepada pembangaunan masjid. Beliau pernah menjadi Imum Chik Masjid Jamik Balee seutuy sajak tahun 1958 sampai dengan tahun1969 .
Waktu memulai pembangunan Masjid Baru, ada wacana dari panitia pembangunan untuk memidahkan makam mareka, (yaitu Tgk Sulaiman, Tgk Gam, Tgk H. Benseh, Tgk Syafiah,d an Tgk Hamzah atau Tgk Syeh Peusangan. semua ahli waris mareka sudah menyetujui. Namun yang belum ditanya pada ayah saya.( beliau selaku ahli waris pihak Tgk. Sulaiman)
Ketika Bapak Ynsuf Benseh (Yusben) sebagai Ketua Panitia Pembangunan Masjid baru) minta persetujuan ayah Saya Tgk Muhammad untuk memindahkan kuburan mareka ke samping masjid baru.
Ayah saya balik bertanya kepada Yusben (Ir.Yusuf Benseh), "Bagaimana pendapat Pak Yusben kalau orang tua kita sedang asyik menikmati kopi dan ketan (kuah Tuhe) lalu datang kita tarik kursinya?" Yusben terdiam sejenak. Lalu Yusben menyatakan, "Kalau begitu makam mareka tak jadi Kita pindahkan."
Makanya makam mareka tetap pada tempat semula, di belakang masjid tua. Namun karena pembangunan masjid baru, sekarang samping berada arah selatan masjid. Pembangunan Masjid Baru digeser sedikit ke utara. Itulah sekelumit kisah mengapa makam di samping selatan masjid baru dulunnya berada di belakang masjid tua.
Saya selaku cucunya yang pernah menjabat Imam Masjid atau Imum Hhik Bale Seutui sejak tahun 1987 sampai dengan tahun 1995. Dulu ada wacana ketika saya masih Imum Chik, kalau saya meninggal nanti dikebumikan juga di kompleks masjid. Hal itu apabila saya meninggal pada saat menjabat sebagai Imam Masjid tersebut.
Penulis Adalah Dosen Luar Biasa di Institut Agama Islam IAIA Almuslim, Bireun
0 Komentar