Kajian Sastra
Sastrapuna.com- Dalam kajian keilmuan, sastra termasuk ilmu tertua setelah ilmu filsafat. Hal ini dapat dilihat bahwa sebelum ditemukan bahasa sebagai medium dalam berkomunikasi. Manusia sudah memanfaatkan tulang binatang (fosil) dirangkai sebagai alat musik yang menghasilkan suara yang merdu. Sering perkembangan peradaban manusia tentang penemuan aksara sebagai rangkaian bahasa sejak itulah sastra mulai di dengungkan.
Jika ditinjau lebih dalam tentang pengertian sastra. Sampai saat ini belum ada kesepahaman secara spesifik di antara para ahli tentang konsep sastra itu sendiri. Ketika genre sastra dikelompokkan dalam tiga bagian besar yaitu puitif, naratif dan dramatik dunia sastra semakin berkembang mengikuti perkembangan zaman. Walaupun perdebatan tentang sastra begitu kentara dalam khasanah keilmuan. Sastra telah memberikan sumbang sih terbesar dalam peradaban manusia.
Dari ketiga genre yang telah dipaparkan di atas penulis ingin menekankan pembahasan dalam artikel ini pada genre puitif atau lebih akrab dengan kata 'puisi' muncul dalam setiap konteks pembicaraan dan penulisan pertanyaan yang paling mendasar adalah apa itu puisi? Siapa pencipta puisi? dan bagaimana mengkaji puisi sesuai dengan metodologi, pendekatan keilmuan yang digunakan?
Mengingat konsep puisi masih terjadi perdebatan di antara pengkaji sastra.. Pembahasan penulis arahkan pada pencipta puisi atau penyair. Sekarang yang jadi masalah siapa penyair sebenarnya? Meminjam istilah Sigmund Freud ahli psikolgi dari Israel " Penyair adalah orang gila yang diterima di kalangan penikmat puisi" pendapat di atas mengemukakan bahwa penyair bekerja di bawah alam bawah sadar dengan ungkapan bahasa yang meledak -ledak. Secara psikologi atau teori psikoanalisa menyebutkan bahwa ketika keadaan labil seorang penyair maka di situlah muncul puisi tentang ketidaklabilan terhadap masalah yang di alami.
Baca Juga: Hamzah Fansuri Penyair dan Ulama yang Teranianya
Contoh sederhana dapat dilihat pada orang orang yang sedang kasmaran atau patah hati, mereka seringkali berucap di bawah arus kesadaran yang jauh dari logika. Selanjutnya penyair juga sering disebut sebagai pengecut yang bersembunyi dibalik diksi yang idiomatik memuntahkan multifungsi makna kebanyakan penyair menanamkan makna dalam jurang di balik tebing aksara. Agar lebih jelas untuk uraian di atas penulis coba merujuk pada buku psikologi sastra karangan Nyoman Kuta Ratna dan Endaswara Suwardi secara ekplisit dapat dipahami bahwa puisi itu lahir tak lepas dari psikolgi para penyair. Hal ini tidak berlaku untuk puisi yang membutuhkan perenungan para penyair. Sapardi Djoko Damono dalam pengantar sosiologi sastra menyatakan bahwa sastra adalah sebuah lembaga sosial yang ditulis tentang peristiwa sosial dan dan dibacakan oleh setiap individu dalam lingkungan sosial.
Berkaitan dengan siapa dan dari mana penyair itu dalam karya sastra. Hemat penulis penyair adalah siapa saja baik individu atau kelompok berhak menjadi penyair dengan tidak mengacu pada status dan media yang digunakan.
Pertayaan kedua adalah bagaimana mengkaji dan apa saja yang dibutuhkan dalam karya sastra? Secara hierarki ilmu kajian sastra adalah seorang kritikus atau apa pun sebutanya harus memahami ilmu sejarah sastra, teori sastra, kritik sastra, kajian puisi beserta strukturnya. Dalam metodologi penelitian biasanya kajian terhadap sastra menggunakan berbagai pendekatan dan aliran. Oleh sebab itu kajian sastra sering dikaji dengan metode kualitatif dengan pendekatan heurmenetika yaitu membongkar segala makna yang tersembunyi dibalik lembaran atau manuskrip. Mengkaji sastra secara kualitatif sering mengarah pada subektivitas, hal ini dipengaruhi oleh metode itu sendiri (peneliti sebagai instrumen penelitian)
Nah...!
Dalam ilmu semiotika dan stilistika ada namanya tanda dan penanda.Tanda adalah semua lambang bahasa yang digunakan dalam puisi atau bahasa yang digunakan. Sedangkan penanda adalah makna yang ditimbulkan oleh bahasa yang digunakan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kajian terhadap puisi tidak hanya pada judul dan diksi yang digunakan, akan tetapi totalitas dari puisi tersebut sangat dibutuhkan. Selanjutnya, riwayat penyair serta keterkaitan antara puisi yang dikaji dengan puisi sebelumnya merupakan sandaran yang tak boleh dikesampingkan oleh seorang pengkaji.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe.
0 Komentar